Happy Reading!
Author POV
“Astaga apakah aku menabrak seseorang? Aduh, bagaimana ini?" panik wanita itu.
“Aku harus turun atau pura-pura tidak tahu saja, ya? Oh, ya Tuhan kenapa pagiku seperti ini? Ah lebih baik aku keluar saja," gumam wanita itu.
Wanita tersebut akhirnya keluar dari mobilnya dapat dilihat seseorang merintih kesakitan.
Segera saja ia menghampiri orang yang ditabraknya, itu.
“Kau tidak apa-apa? Aduh, maaf ya? Aku tidak sengaja menabrakmu," tanya wanita itu dengan raut wajah panik.
Oxel masih merintih beberapa luka ia dapatkan akibat terjatuh di aspal. Dia masih mencoba berdiri walau dengan tertatih-tatih.
Oxel membuka matanya sesaat setelah matanya tertutup karena menahan rasa perih di tubuhnya.
Loh mengapa jadi Oxel?
Tentu saja karena Oxel adalah korban yang wanita itu tabrak. Setelah dia bisa menguasai dirinya, Oxel menatap pelaku penabrakan dirinya dengan kepala sedikit menengadah ke atas.
“Hei, kau bisa mendengarku?" tanya wanita itu lagi. Oxel hanya menganggukkan kepalanya.
Wanita itu meringis ngeri, kala melihat luka yang ada di tubuh Oxel.
“Ba-ba-ba-bagaimana kalau kita obati di rumah sakit? Biayanya akan kutanggung, sebagai permintaan maafku?" tawar wanita itu. Oxel masih diam seribu bahasa.
“Wajahnya tampan, bahkan sangat tampan. Tapi kenapa dia diam saja, apa dia bisu?" batin wanita itu.
Oxel akhirnya bisa berdiri meski harus sekuat tenaga untuk mencoba berdiri tegak.
“Ayo, ikut aku! Aku akan mengobatimu." wanita itu berkata seraya menarik tangan Oxel.
”Tidak perlu. Aku baik-baik saja," jawab Oxel.
“Tapi lukamu?"
“Aku baik-baik saja dan aku masih bisa jalan sendiri, Nona,"jelas Oxel.
“Sepedamu bagaimana?" tanya wanita itu lagi.
Nah, Oxel baru ingat sepedanya, berdoa saja semoga sepeda itu tidak rusak. Dia melihat sepeda itu kemudian memeriksanya.
Oxel mampu bernafas lega, syukurlah sepeda itu baik-baik saja. Tuhan masih menyelamatkan nyawanya. Jika saja sepeda itu rusak, habislah sudah nyawanya.
“Ayolah, aku mohon jangan menolak pertolonganku, ini sebagai rasa tanggung jawabku, karena aku sudah menabrakmu," ujar wanita itu penuh harap.
“Aku sungguh tidak apa-apa," jawab Oxel keras kepalanya.
Wanita itu merasa kesal karena tawarannya ditolak oleh Oxel. Saking kesalnya dia berjalan mendekati Oxel dan menjegal kakinya hingga Oxel terjatuh.
“ARGHHH!!!" Oxel menggeram kesakitan saat dirinya terjatuh.
Oxel melihat ke arah wanita itu berdiri lalu bertanya dengan nada kesal, “Kenapa kau menjegalku?!"
Wanita itu menyeringai dan membalas,“Itu agar aku tahu, kalau kau sebenarnya berbohong dan tidak baik-baik saja."
“Memang apa urusanmu? Aku sedang terburu-buru karena aku harus segera bekerja," jelas Oxel lagi.
“Aku hanya ingin bertanggungjawab atas yang kuperbuat padamu. Lalu apa, salahnya?!" tanya wanita itu sedikit sewot.
“Tanggung jawab untuk apa? Aku tidak hamil. Jadi kau tak perlu tanggung jawab. Bukankah kau seharusnya merasa senang?"
“Astaga pria ini bisa membuatku gila," batin wanita itu merasa frustasi.
“Bagaimana caramu bekerja jika kau saja belum bisa berdiri dengan tegak dan jalan pincang seperti itu? Dan lagi, mana ada laki-laki bisa hamil, Aish, kau ini."
“Aku tak ingin membahas ini. Ini hanya luka biasa, nanti lukanya akan sembuh dengan sendirinya."
“Okay, baiklah! Tapi izinkan aku mengantarmu pulang ke rumah atau ke tempat kerjamu, mungkin?"
“Lalu bagaimana dengan sepedanya, jika kau yang mengantarkan aku?" tanya Oxel.
“Aku akan menelepon seseorang untuk membawakan sepedamu. Ayolah, jangan menolak niat baikku," ujar wanita itu penuh harap.
“Apa kau punya tali?" tanya Oxel kemudian.
“Entahlah, aku tidak yakin, aku memilikinya atau tidak," jawab wanita itu tak yakin.
“Kalau begitu bisa tolong kau periksa?" tanya Oxel lagi dan wanita itu menurutinya.
Wanita itu masuk ke dalam mobilnya dan memeriksa apakah ada sebuah tali atau sejenisnya. Beruntunglah dia menyimpan sebuah tali.
Wanita itu keluar dari mobil dan menghampiri Oxel dengan memberikan tali yang dibutuhkan Oxel.
“Ini." katanya sambil menyodorkan tali tersebut pada Oxel.
“Bisa kau bantu aku berdiri?" tanya Oxel.
Wanita itu mengulurkan tangannya dan meraih tangan Oxel lalu menariknya, membantu Oxel berdiri.
Setelah Oxel berdiri tegak ia mengucapkan terima kasih dan mengambil sepedanya, kemudian mengikat sepedanya dan dikaitkan dengan pegangan bagasi mobil.
“Hebat! Padahal dia sedang sakit dan terluka, tetapi masih kuat mengangkat sepedanya. Wah! Pasti dia sangat— Ah aku tidak bisa berkata apa-apa lagi," batin wanita itu.
Seketika wajahnya memanas ketika ia terlarut dalam lamunan atau bisa disebut fantasi liar?
“Nona, halo?" tanya Oxel dengan mengibaskan tangannya di depan wajah wanita itu.
Sesaat membuat wanita itu tersadar dan merasa malu karena ketahuan melamun.
“Maafkan aku, aku melamun," ujar sang wanita.
Oxel memicingkan matanya curiga sampai akhirnya dia berkata, “Sebaiknya kau tidak perlu mengantarku saja, ya? Kau terlihat seperti tidak sehat. Jika kau mengantarku, aku takut terjadi sesuatu, aku belum mau mati muda."
“Hey! Aku ini sehat kau tahu? Dan aku bisa mengendarai mobil!" protes wanita itu.
Oxel hanya memutar bola matanya mendengar suara wanita yang mirip dengan burung beo ini. Lalu mereka berdua masuk ke dalam mobil.
“Kemana aku harus mengantarmu?"
“Pabrik susu," jawab Oxel singkat.
“Kau bekerja sebagai pengantar susu dan koran?" tanya wanita itu dengan raut wajah terkejut.
“Hmmm,"jawab Oxel berdeham.
“Dasar pria es," batin wanita itu menggerutu.
Oxel hanya memejamkan mata menahan rasa sakit dan perih.
“Tampannya, bagaimana bisa, ada pria sesempurna dia?"wanita itu terus membatin.
Sebenarnya Oxel menyadari jika ia sedang diperhatikan. Tetapi dia bersikap masa bodoh seolah tak mengetahui apapun.
Sekitar 1 jam lamanya mereka telah sampai di pabrik susu. Oxel pun keluar dan menurunkan sepedanya. Lalu mengembalikan pada pemiliknya.
“Mengapa tubuhmu penuh luka begitu, Nak?" tanya pemilik pabrik dengan nada khawatir.
“Aku tadi sempat terjatuh, Paman. Tapi ini tak apa," jelas Oxel.
“Bagaimana bisa, kau terjatuh? Lain kali berhati-hatilah," nasehat pemilik pabrik.
“Iya Paman. Kalau begitu aku pamit dulu. Aku sudah terlambat," pamit Oxel.
“Baiklah, hati-hati," jawab paman itu.
Oxel pun meninggalkan pabrik susu dan masuk ke dalam mobil.
“Setelah ini kita akan kemana?" tanya sang wanita.
“Pulang," jawab Oxel.
“Baiklah!" jawab sang wanita lalu melajukan mobilnya.
“Omong-omong kita belum berkenalan sejak tadi, siapa namamu?"
“Oxel."
“Aku Zanetta Julia. Panggil saja Zanetta," ujar wanita itu.
Oxel hanya berdeham sebentar dan menjabat tangan Zanetta, saat Zanetta mengulurkan tangannya.
“Dimana alamat rumahmu?"
“Di jalan xxxxx."
“Okay."
Zanetta mengantarkan Oxel ke rumahnya. Mobil Zanetta terus melaju hingga berhenti di depan rumah kecil.
Jujur saja Zanetta tampak terkejut karena rumah tersebut sangat sederhana dan mungkin bagi dirinya tidak layak huni.
“Mengapa ekspresi wajahmu seperti itu?" tanya Oxel.
“A-ah... Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya.. terkejut?" jawab Zanetta dengan nada ragu.
“Ck.. begitu saja terkejut, apa kau tidak pernah melihat orang seperti kami, huh?" tanya Oxel dengan nada sinis.
“Ten-tentu saja pernah, tapi aku tidak tahu jika kau juga akan tinggal di rumah seperti ini," jelas Zanetta.
“Seperti apa maksudmu?" tanya Oxel seperti meminta penjelasan. Agaknya dia sedikit tersinggung.
“Ya seperti tidak layak huni," jawab Zanetta lirih.
Oxel memejamkan mata sembari menghela nafas kasar.
“Dengar ya Nona, tidak semua orang itu hidup dengan latar belakang ekonomi yang baik, mungkin bagimu memang rumah kami tidak layak huni, tetapi bagi kami, rumah seperti inipun kami sudah bersyukur, setidaknya ada tempat untuk kami berteduh," jelas Oxel.
Zanetta terdiam, dia merasa bersalah di sini. Ya, dia paham bahwa Oxel tersinggung dengan ucapannya.
“Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu," ucap Zanetta merasa menyesal.
“Lupakan, anggap saja kau tak pernah bicara seperti itu, lagipula kita mungkin juga tidak akan bertemu lagi," jawab Oxel.
“Tapi kau marah padaku," ujar Zanetta.
“Aku bilang lupakan. Dan terima kasih untuk tumpangannya." jawab Oxel lalu keluar dari mobil.
Zanetta menghela nafas panjang, setelah melihat Oxel masuk ke rumah.
“Bodoh kau Zanetta! Ahh.. pasti aku sudah memiliki kesan buruk di matanya. Ah.. Ya Tuhan bagaimana ini?" Zanetta merutuki dirinya sendiri.
...*******...
Ketika Oxel memasuki rumah dia disambut oleh tatapan tajam ibu tirinya serta saudara-saudaranya, kemudian....
PLAKKK......
Maria menampar Oxel dengan keras. Michael dan Christian menyeringai senang melihatnya.
“Dari mana saja kau? Pergi sebelum matahari terbit dan pulang saat hampir siang? Apa kau bekerja di bar untuk memuaskan para wanita dan bibi-bibi yang suka menyewamu?" tanya Maria.
“Mungkin saja Ibu. Ah, atau kau sekarang beralih pekerjaan menjadi pencopet? Atau bahkan pencuri? Lihat saja tubuhmu yang penuh luka, itu pasti karena kau kepergok oleh orang-orang saat sedang melancarkan aksimu," Michael memprovokasi ibunya.
“Dasar kakak tidak tahu diri. Sudah untung ibu kami mau merawatmu dan membesarkanmu, tetapi sekarang kau malah beralih menjadi pencuri," Christian pun mulai ikut-ikutan.
Maria tidak habis pikir dengan anak tirinya itu.
“Apa kau berniat mempermalukan kami?" tanya Maria tajam.
“Aku tidak mencuri, ataupun mencopet. Aku hanya jatuh saat tertabrak mobil," jawab Oxel.
“Kau pikir aku percaya padamu? Dengar, sekarang pergi ke belakang dan bersihkan rumah ini! Cuci bajunya sekalian! Dan untuk hukuman yang harus kau terima, kau tidak akan mendapat makan untuk hari ini!" jelas Maria.
Oxel membelalakkan matanya, yang benar saja dia tidak mendapatkan jatah makan? Seharian tidak makan? Oh ini bukanlah berita baik.
Lambungnya saja sudah bermasalah akibat sering tidak diberi makan ketika masih kecil. Jikapun ada makanan, itu hanya makanan sisa dari mereka.
Semoga saja Oxel bisa bertahan hari ini.
Author POV end
Zanetta Julia
Albert Michael
Emanuel Christian
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅🥑⃟kolorijo𝐕⃝⃟🏴☠️
tnang oxel, yg kmu ucpkn bnr kok ga slh, mngkin prtnyaanny yg krang tpat ✌🏿🤘🏿
2023-09-13
1
Ney Maniez
cinderela ny sihh cwo🤦♀️🤭
2023-09-09
1
Ney Maniez
waduhhh geregetan ma ibu tiri
2023-09-09
1