Yohanes Martadinata baru saja tiba di bandara. Berita sesaat lalu mengenai kecelakaan di salah satu ruas tol Jakarta, juga informasi yang ia dapat dari sang menantu berhasil membuat suasana hatinya menegang.
Belum pulih rasa kesalnya terhadap Glacia yang terang-terangan menolak ajakan mereka bertemu, ia juga harus menahan emosi ketika tahu dengan siapa putrinya itu menaiki mobil sampai mengalami kecelakaan yang bisa dibilang sangat parah.
Yohanes sudah melihat bagaimana kondisi mobil Gallen yang dikendarai lelaki itu saat bersama Glacia. Sudah ia duga Gallen memang membawa pengaruh buruk untuk putrinya. Yohanes memang sudah tidak suka pada Gallen sejak awal. Glacia mengenalkan pria itu sebagai kekasihnya tepat saat Yohanes juga hendak menjodohkan Glacia dan Narendra.
Meski tahu putrinya tidak menyukai Narendra, Yohanes tetap bersikeras menikahkan mereka berdua. Terlebih Narendra juga setuju, dan Yohanes ingin Glacia terlepas dari pria semacam Gallen.
Meski terlahir kaya, Yohanes tahu Gallen bukanlah pria baik. Jangan remehkan firasat orang tua mengenai pasangan, selain itu Yohanes juga sempat menyelidiki Gallen dan menemukan beberapa fakta tentang kebrengsekannya.
Sayang sekali Glacia seakan buta dengan semua itu. Dia keras kepala ingin mempertahankan Gallen atas nama cinta, bahkan setelah menikah dengan Narendra sekalipun. Statusnya memang istri Narendra Hutabarat, namun hatinya tetap untuk Gallen Mou.
Yohanes tiba di rumah sakit setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam. Ia langsung menuju IGD yang sebelumnya sudah dikonfirmasi Narendra. Sampai di sana Yohanes mendapati menantunya itu tengah duduk, menunduk dengan kepala menumpu di atas tangan yang tertaut.
Yohanes segera menghampiri Narendra dengan langkah cepat. Derap sepatunya berhasil menarik atensi pria itu hingga kini mendongak dan refleks berdiri untuk kemudian membungkuk hormat. "Papa," sapanya penuh segan.
Yohanes menepuk pundak lelaki yang jauh lebih muda darinya itu. Meski sudah jadi menantu, Narendra masih saja bersikap kaku dan memperlakukannya seperti atasan. Padahal Yohanes sudah meminta Naren untuk bersikap santai saja selayaknya ayah dan anak.
"Bagaimana dengan Glacy?" Glacy adalah panggilan kecil dari Glacia. Yohanes kerap memanggilnya begitu.
"Glacy dan Gallen masih ditangani beberapa dokter di dalam. Kita tunggu saja." Narendra menjawab.
Mendengar nama Gallen, Yohanes sontak mendengus. Ia tak melihat ada keluarga Gallen di sana. Syukurlah, ia tak perlu repot-repot bersitegang dengan marga Mou itu.
Tak lama setelah itu salah satu dokter IGD yang menangani Glacia keluar, ia membuka masker seraya mulai berkata. "Kondisi kedua pasien sudah mulai stabil, tapi mereka masih belum sadarkan diri. Kita akan membawanya untuk pemeriksaan lebih lanjut supaya bisa mengetahui luka dalam yang kemungkinan terjadi pasca kecelakaan."
Narendra dan Yohanes setia mendengarkan. Setelah dokter mendeskripsikan keadaan Glacia dan Gallen, para tim medis membawa brankar keduanya keluar untuk dipindah ke ruangan berikutnya, guna menjalani pemeriksaan.
Hati Yohanes seakan disentak sesuatu ketika melihat bekas kemerahan yang membias di sekitar kening putrinya. Ia tahu pasti itu bekas darah. Kecelakaan sebegitu parah, mustahil Glacia tak berdarah sama sekali. Tapi tetap saja Yohanes merasa pilu melihatnya.
Detik seakan menyiksa bagi Yohanes, menunggu kabar selanjutnya dari kondisi Glacia yang saat ini menjalani CT scan, setelah sebelumnya sang putri melewati tahapan rontgen. Kabarnya dokter juga akan menggunakan MRI untuk memeriksa jaringan lunak seperti saraf. Semoga tidak ada hal yang buruk terjadi pada Glacia.
Namun, harapan Yohanes pupus begitu dokter keluar usai pemeriksaan, dan memaparkan kembali kondisi Glacia dengan lebih jelas.
"Putri anda mengalami cedera saraf tulang belakang traumatis yang disebabkan oleh terkilirnya tulang punggung akibat kecelakaan. Hal ini membuat beberapa saraf yang terletak di saluran tulang belakang mengalami kerusakan. Saraf tulang belakang adalah terusan dari otak yang membentang dari leher ke tulang ekor. Saraf ini berperan penting pada proses pengiriman sinyal dari otak ke seluruh tubuh dan sebaliknya. Jika saraf ini rusak, akan terjadi gangguan pada beberapa fungsi tubuh, seperti hilangnya kemampuan untuk bergerak atau merasakan sesuatu."
"Dalam kasus putri anda, ia mengalami paraplegia atau bisa disebut sebagai kelumpuhan pada kedua tungkai. Putri anda harus segera ditangani. Jika tidak, kemungkinan untuk bisa pulih akan lebih lama. Selain itu, perburukan kondisi atau kemunculan komplikasi lain juga akan semakin besar. Beberapa komplikasi tujuh puluh persen beresiko kematian."
Yohanes seolah merasakan tanah di bawah kakinya runtuh. Ia menggeleng enggan percaya. "Ini pasti salah. Anda yakin sudah melakukan pemeriksaan dengan benar? Pasti anda salah mendiagnosa. Bukan putri saya, putri saya tidak mungkin lumpuh. Dokter salah, kan? Saya tidak mau tahu, pastikan lagi hasilnya atau saya akan melaporkan ini ke pihak hukum karena anda melakukan pemeriksaan yang tidak benar!"
Narendra berusaha menenangkan mertuanya yang berseru marah. Ia merangkul Yohanes yang terlihat mulai panik dan gelisah. Pria itu berkali-kali mengusap wajah serta rambut dengan cemas. "Pa—"
"Ini tidak benar." Yohanes menggeleng. "Dia salah, Ren. Dokter itu salah. Iya, kan?"
Narendra terdiam, begitu pula sang dokter yang mengerti betul bagaimana perasaan Yohanes sebagai seorang ayah.
"Ini tidak benar. Glacia tidak mungkin lumpuh." Yohanes kembali melirih, kali ini diiringi isakan kecil yang mulai keluar, tubuhnya juga terasa berat Narendra rasakan, hingga ia harus mengeratkan pegangan pada kedua bahu lelaki itu.
"Itu tidak benar! Glacia tidak mungkin lumpuh! Harusnya bajingan itu yang lumpuh! Anda pasti salah!!"
"Papa!" Narendra berusaha mendudukkan Yohanes di kursi tunggu dan memegangi pria itu yang hendak bertindak impulsif.
"Harusnya si brengsek itu yang lumpuh!"
Melihat Yohanes yang seolah tidak sadar, akhirnya Narendra sendiri yang menghadap dokter untuk bicara. "Kelumpuhan istri saya, bersifat sementara atau permanen?"
Dokter itu melipat bibir sebelum menjawab. "Bisa sementara bisa permanen, tergantung bagaimana tingkat penyebaran kerusakan saraf itu sendiri. Maka dari itu kita harus sesegera mungkin melakukan pencegahan."
Narendra terdiam. Ia melirik sang mertua yang masih larut dalam rasa syok. Tiba-tiba bayangan ia dan Glacia yang sempat bersitegang sebelum ini kembali terngiang. Wanita itu kecelakaan tepat setelah bertengkar dengannya.
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Saat ini istri anda tengah tak sadarkan diri. Mungkin beberapa jam lagi ia akan bangun."
Mendengar itu Narendra mengangguk. Setidaknya Glacia masih diberi kesempatan untuk bangun. Meski Narendra tidak yakin wanita itu akan menerima keadaan setelah tahu kondisi kakinya tak sesehat dulu.
"Lakukan yang terbaik untuknya," putus Narendra. Bagaimana pun ia tidak mungkin membiarkan putri seorang Yohanes Martadinata begitu saja.
Dokter itu mengangguk. "Baik, Tuan. Mungkin kami akan melanjutkan prosedur penanganan besok setelah istri anda bangun. Untuk saat ini cukup biarkan Nyonya istirahat dulu."
Narendra mengangguk. "Oke, terima kasih."
Narendra masih setia terdiam kendati dokter itu sudah pergi. Ia menatap lagi mertuanya yang saat ini merunduk dalam dengan bahu bergetar.
Narendra mendekat dan menyentuh bahunya. "Pa, saya keluar sebentar. Tadi polisi sempat datang meminta keterangan, mereka sedang menunggu di bawah."
Yohanes hanya mengangguk. Namun Narendra bisa lega karena sepertinya pria itu sudah tenang. Ia pun pergi memenuhi panggilan polisi untuk menjawab beberapa pertanyaan mengenai Glacia, istrinya.
Rupanya mereka tahu sebelumnya Narendra sempat bermasalah dengan istri dan juga pacar gelapnya di club malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Surati
Glacia yang buta akan cintanya ma Gallen yg tidak tahu akan sifatnya Gallen yg sebenarnya
2023-06-01
0
Surati
Sungguh baik hatimu Naren
2023-06-01
1
Hani Ekawati
Segitu Naren baik, si Glacia matanya kelilipan batu cinta sama si Gallen tukang celap celup 😂
2023-06-01
0