Seusai tragedi handuk melorot, Lea dan Sean sama-sama terdiam dan membisu. Keduanya masih terlihat begitu kikuk. Bahkan di wajah mereka tercetak rona merah jambu yang begitu kentara. Mungkin sama-sama merasa malu. Lea yang merasa malu karena dirinya telah melihat burung milik Sean meskipun tanpa sengaja. Sedangkan Sean merasa malu karena ada orang lain yang melihat burungnya.
"Ternyata kamu codotnya?"
Demi bisa menetralisir suasana kikuk yang menyergap, akhirnya Lea memilih untuk mencari pembahasan lai. Meskipun tidak dapat ia ingkari jika bayang-bayang bentuk burung milik Sean masih terekam jelas di dalam otaknya. Entah bagaimana caranya itu semua bisa hilang.
Kernyitan tipis muncul di dahi Sean. Ia menatap penuh tanda tanya pertanyaan wanita ini. "Codot apaan?"
"Codot itu salah satu hewan yang suka makan buah-buahan yang masih ada di pohon. Ternyata kamu yang sudah makan buah mangga yang ada di halaman rumahku!"
Sean terkekeh lirih. Ia yang tengah berdiri di balik jendela kamar dengan menatap lekat suasana yang ada di luar rumah, kini ia arahkan pandangannya ke arah Lea yang memilih untuk duduk di atas ranjang.
"Iya, memang aku yang memakan. Perutku rasanya lapar sekali, jadi buah mangga itu bisa untuk mengganjal perut."
Lea hanya bisa membuang napas sedikit kasar seraya mengendikkan bahu. Sejatinya, setelah mengetahui ada lelaki asing yang singgah di kamar, ia bisa menebak bahwa Sean lah yang membuat buah-buah mangga miliknya berhamburan di atas tanah. Lea hanya ingin memastikan saja dengan bertanya langsung kepada lelaki ini.
"Memang, apa yang kamu alami sampai membuatmu harus menggembel di jalanan seperti itu?" tanya Lea dengan santai. Namun tiba-tiba kedua matanya membulat penuh, seakan ada sesuatu yang membuatnya terkejut. "Kamu bukan penjahat yang sedang menjadi buronan polisi kan?" sambung Lea dengan penuh selidik.
Sean terhenyak dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Lea. Mendadak, tubuhnya diterpa oleh tremor yang membuat jantungnya berdegup kencang.
"Jelas bukan lah!" ucap Sean tegas sembari berupaya meredam degup jantungnya. "Aku bukan penjahat ataupun buronan polisi."
Lea mencoba untuk percaya, namun masih ada sedikit keraguan dalam sudut hati terdalamnya. "Lantas, apa alasanmu sampai menggembel di tengah jalan seperti itu?"
Sean terdiam sejenak, memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan kepada Lea. Ia harus pandai-pandai mengarang cerita agar Lea tidak membatalkan kesediaanya memberikan tempat tinggal.
"Aku lari dari perjodohan yang dilakukan oleh orang tuaku!" jawab Sean dengan tegas. "Aku sama sekali tidak ingin orang tuaku ikut campur tentang kehidupan pribadiku. Terlebih urusan pendamping hidup."
Lea masih membidik mata Sean dengan sorot mata yang tajam. Ia masih berupaya untuk mencari kebohongan dari mata lelaki ini.
"Serius karena perjodohan dan tidak ada sangkut pautnya dengan aksi kejahatan?" tanya Lea sekali lagi memastikan.
"Tidak sama sekali. Aku terpaksa menggembel seperti ini karena ingin lari dari perjodohan. Kamu tahu sendiri bukan, bagaimana tersiksanya orang yang dijodohkan? Aku hanya ingin bebas dengan pilihanku sendiri."
"Hmmmmmm.... Baiklah, aku percaya. Namun jika sampai apa yang kamu ucapkan itu bohong, aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari sini!" Lea beranjak dari tempatnya terduduk. Ia berniat untuk segera mandi. "Sekarang, kembalilah ke loteng. Jangan pernah kamu berkeliaran di kamar ini kecuali untuk mandi. Akan sangat membahayakan jika sampai ada orang yang melihat keberadaanmu."
"Kamu mau kemana? Kok memintaku untuk kembali ke loteng?"
"Ckkckkckkkckkk ... Aku mau mandi. Masa iya kamu tetap di sini?"
"Memang apa salahnya jika aku tetap berada di sini?"
"Kamu masih bertanya apa salahnya?" teriak Lea sedikit kesal akan pertanyaan Sean. Bisa-bisanya dia tidak paham dengan maksud ucapannya.
"Aku rasa tidak ada salahnya. Toh kamu sudah melihat apa yang aku punyai kan? Barangkali saja bisa gantian, aku yang melihat punyamu?" seloroh Sean dengan asal sembari terkikik.
"Apa?" seru Lea dengan kedua bola mata yang membulat penuh. Gegas, ia meraih bantal yang ada di atas ranjang dan kembali ia lempar ke arah Sean. "Dasar cowok mesum. Sudah sana kembali ke loteng. Ingat jangan turun ke sini lagi!"
Sean semakin tergelak melihat wajah Lea yang justru terlihat begitu cantik kala tengah merajuk seperti ini. Ia bersiap-siap untuk kembali naik ke loteng.
"Setelah mandi, tolong antarkan makan untukku ya. Perutku perih sekali karena belum terisi nasi."
Lea mengusap wajahnya kasar. Lagi-lagi ia merasa seperti seorang pembantu yang harus mengurusi semua keperluan majikannya.
"Iya, iya, nanti aku antar makanan untukmu!"
Senyum manis terbit di bibir Sean. Ia merasa, Lea ini benar-benar wanita baik yang tulus apa adanya. "Terima kasih Le!"
***
Motor Astrea 800 berhenti di depan pagar rumah Lea. Seorang lelaki dengan perawakan lumayan tegap turun dari motor. Ia ayunkan tungkai kakinya untuk masuk ke halaman rumah.
"Dek Mia ... Mas Slamet datang!"
Sembari memanggil sang kekasih hati, Slamet tiada henti merapikan rambut klimisnya dengan jemari. Ia tidak ingin penampilannya malam ini kurang tampan jika rambutnya berantakan.
Sedang di dalam rumah, Mia yang sedari tadi sudah menunggu kedatangan Slamet, tersenyum lebar kala mendengar suara sang kekasih.
"Non Lea, saya pamit ya. Mau malam mingguan sama mas Slamet."
Lea yang tengah duduk di ruang tamu sedikit melirik ke arah halaman depan melalui jendela, dan benar saja sudah ada lelaki yang berdiri di sana.
"Iya Mbak, have fun ya. Ingat, pulangnya jangan malam-malam."
"Siap Non!"
Lea beranjak dari posisi duduknya. Ia ikut keluar untuk melihat dua sejoli yang tengah dimabuk cinta ini. Sesampainya di teras Lea sungguh tidak bisa menahan tawa melihat penampilan Slamet yang super klimis ini.
"Selamat malam non Lea. Saya minta izin mengajak dek Mia jalan-jalan dulu ya," ucap Slamet dengan sopan kepada majikan sang kekasih.
"Iya Bang, bawa saja. Tapi harus dibawa pulang dalam keadaan utuh loh," pesan Lea dengan kekehan kecil dari bibirnya.
"Siap non Lea. Saya jamin dek Mia akan pulang dalam keadaan utuh tanpa kurang satu apapun. Syukur-syukur bisa bertambah!"
"Hah, maksudnya bertambah bagaimana Bang?" tanya Lea begitu penasaran.
"Bertambah ada janin yang ada di dalam rahim dek Mia, Non!" jawab Slamet asal yang disisipi oleh gelak tawa.
Mata Lea melotot. Mendengar ucapan Slamet sungguh membuat amarahnya terpantik. "Eh jangan macam-macam kamu Bang. Awas saja kalau kamu sampai berbuat yang macam-macam!"
Slamet semakin tergelak. Menggoda majikan kekasihnya ini sungguh terasa begitu mengasyikan. Ditambah lagi Lea memang termasuk sosok yang supel, mudah bergaul dan juga tidak membeda-bedakan kasta. Sehingga membuat siapa saja begitu nyaman berteman dengannya.
"Bercanda Non. Maksud saya, bertambah rasa bahagianya dek Mia karena bisa jalan-jalan sama saya." Slamet mengedarkan pandangannya ke arah Mia yang tersipu malu. "Benar begitu kan Dek?"
Mia mengangguk pelan. "Iya Mas, benar."
Melihat keromantisan asisten rumah tangganya dengan kekasihnya ini hanya bisa membuat Lea iri. Selama ini, ia tidak pernah diperlakukan romantis oleh Kevin seperti yang dilakukan Slamet kepada Mia.
"Baiklah, segera berangkat sana. Nanti keburu malam!"
"Baik Non!"
Dua sejoli itu berjalan bersisihan menuju motor yang terparkir di depan pagar. Tak selang lama bayang keduanya hilang dari penglihatan Lea. Lea kembali masuk ke dalam. Ia daratkan bokongnya di atas sofa dan hanyut dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang dipikirkan oleh wanita itu hingga tubuhnya sedikit terperanjat kala teringat sesuatu.
"Ya ampun, aku lupa belum ngasih makan lekaki kumal itu!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus Sehat
2023-07-08
0
mis FDR
wkwk 🤣
2023-06-19
0
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ
wkwk sean ngelunjak ya le😌😌
2023-06-10
0