Aku menatap ke arah Alexander Jordan, dosen muda yang mengajar di kampusku. Laki-laki itu baru saja turun dari atas mobil mewah miliknya.
Laki-laki itu mengenakan kemeja biru langit dan celana bahan berwarna hitam. Ia tampak berwibawa sama seperti biasanya. Ditambah parasnya yang tampan membuat ia cukup terkenal di kalangan para mahasiswi, tentu saja dengan julukan ‘dosen killer’ yang melekat padanya.
“Selamat pagi, Pak,” sapaku dengan senyuman semanis mungkin yang kupamerkan padanya pagi ini.
Alexander hanya melihat sekilas kepadaku sebelum kembali melanjutkan langkahnya ke kelas tempat ia mengajar pagi ini.
Aku tidak tersinggung dengan apa yang ia lakukan. Toh, memang sejak awal aku sudah berniat untuk menggodanya agar mau membantuku membatalkan pertunanganku dengan Timothee, adiknya.
“Sok kecakepan banget si anak pungut.”
“Mana mau Pak Alexander yang tampan itu sama dia.”
Langkahku terhenti begitu mendengar cemoohan-cemoohan yang tampaknya dilemparkan padaku.
“Kasihan banget si Lucy. Anak kandung tapi diperlakukan kayak anak pungut. Beda banget sama si anak pungut yang tidak tahu diri.”
Aku cukup naik pitam mendengar mereka yang memang ternyata tengah mencemooh diriku. Lagi pula sejak kapan Lucy menjadi anak kandung ayahku dan aku jadi anak angkat?
Kutarik rambut dua gadis yang baru saja mencemooh diriku dengan berbagai hinaan yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi mereka memutar balikkan posisiku dengan Lucy yang jelas-jelas bukan anak kandung dari ayahku.
“AAAHH!!”
“Sejak kapan si Lucy jadi anak kandung Ayah aku. Dia itu masuk ke keluargaku karena ibunya yang j4l4ng menikah sama Ayah aku tahu nggak? Bapaknya dia nggak jelas siapa. Ayahku saja tidak pernah mengakui dia sebagai putrinya asal kalian tahu!” bentakku.
Aku memang telah memutar waktu kembali ke masa-masa di mana perjodohanku dan Timothee baru dimulai. Tapi aku tidak bisa mengubah semua hal, termasuk rumor buruk yang mengatakan aku adalah anak angkat sedangkan Lucy adalah anak kandung.
Jika itu aku yang dulu, aku pasti akan membiarkan rumor seperti ini karena merasa kasihan pada Lucy jika orang-orang tahu tentang asal usulnya. Apalagi ia terkenal dengan sifat hedonismenya selama berkuliah di kampus yang sama denganku.
“Lihat si anak pungut lagi bikin pembelaan.”
“Padahal yang aku dengar, dia sebenarnya anak angkat dari keluarga Anderson.”
“Kasihan sekali Lucy harus punya saudara angkat tidak tahu diri sepertinya.”
Cemoohan-cemoohan yang terus kudengar dari orang-orang yang sedang menyaksikanku menjambak rambut dua mahasiswi yang barus saja menggosipiku membuatku semakin naik pitam. Genggaman dan tarikan dari tanganku pada rambut keduanya semakin kencang.
“AAAH!!”
Keduanya terus mengadu kesakitan akibat ulahku. Mereka mencoba melepaskan jambakanku dari rambut mereka tapi tidak berhasil. Akhirnya keduanya memilih untuk balas menjambak rambutku.
Kesal karena aku justru dipojokkan, aku pun menendang perut keduanya. Keduanya sampai jatuh ke atas lantai dengan kesakitan karena ulahku. Di tanganku bahkan masih tersisa beberapa helai dari rambut mereka saking kuatnya genggamanku.
“Alicia!” suara Alexander menggelegar.
“Bukan aku duluan yang mulai! Tapi mereka!” tunjukku pada dua orang mahasiswi yang sedang dibantu berdiri oleh mahasiswa yang sebelum mengerubungi kami.
Tatapan penuh kebencian dan penghinaan dilemparkan padaku. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang percaya apa yang baru saja kukatakan. Apalagi penampilanku yang lebih sederhana dibandingkan dengan Lucy membuat mereka lebih percaya bahwa Lucylah anak kandung yang sebenarnya.
“Mereka bilang aku anak angkat dari keluarga Anderson. Padahal aku yang anak kandung, bukan Lucy yang seperti parasit di keluargaku,” suaraku bergetar menahan tangis.
“Huuuu!”
Bukannya iba, orang-orang malah menyorakiku seakan-akan aku baru saja mengatakan kebohongan yang tidak termaafkan.
“Kamu ikut saya.”
Suara sorakan terus mengikutiku ketika aku berjalan di belakang Alexander. Hatiku benar-benar sakit, apalagi tidak ada satu orang pun yang percaya denganku.
Alexander seharusnya sudah tahu kebenaran dari rumor itu, tapi ia tidak membantuku dan malah untuk menyuruhku mengikutinya. Hal itu seakan-akan membenarkan kalau aku baru saja berbohong tentang latar belakangku.
Pandanganku memburam. Rasanya benar-benar menyakitkan. Aku yang dulu tentu akan menganggap semua ini hanyalah omong kosong semata, tapi inilah yang membuatku tidak memiliki teman sampai aku lulus dari bangku kuliah.
Semua orang seakan-akan memusuhiku karena aku dianggap parasit. Di kehidupanku sebelumnya, rumor tentangku makin buruk dari hari ke hari setelah hari ini. Terutama setelah Lucy datang ke kampus dengan kaki yang terbalut perban setelah ia kecelakaan.
***
“Apa Bapak percaya juga dengan rumor itu?” tanyaku dengan kepala terus menunduk sambil menahan tangis dan rasa kesal.
Tidak ada jawaban yang kuterima. Laki-laki itu hanya terdiam sambil duduk di atas kursinya.
“Bapak tahu kan kalau itu tidak benar?” tanyaku lagi.
Aku mengangkat wajahku dan menatap ke arah laki-laki itu. Ia tengah duduk sambil menyilangkan kakinya dan menatap lurus ke arahku dengan ekspresi datar. Ia seolah-olah tidak peduli dengan rasa sakit yang saat ini kurasakan.
Jika aku tidak tahu akan dikhianati dengan cara paling menyakitkan di masa depan, aku tidak akan merasa sesakit hati ini atas rumor itu. Tapi tidak akan ada siapa pun yang mengerti dengan rasa sakitku itu. Mereka hanya menyalahkanku karena tinggal bersama keluarga Anderson dan percaya aku hanyalah benalu di dalam keluarga itu.
“Bapak tahu kan ka-“
“Iya saya tahu.”
Aku menganga tidak percaya mendengarnya. Ia memang tahu karena aku dan adiknya bertunangan. Tapi ia bahkan tidak membelaku sama sekali ketika aku dicemooh tadi.
“Tapi kenapa bapak diam saja?!”
Nada suaraku meninggi. Aku tidak peduli lagi status dosen dari laki-laki yang tengah duduk di depanku itu. Aku juga tidak peduli lagi dengan niatku menggodanya karena ia adalah orang yang selalu memberikan rasa rendah diri pada Timothee. Aku benar-benar muak dengan semuanya.
Aku membuka kasar pintu yang ada di belakangku, lalu keluar. Aku tidak peduli dengan tatapan menghina dari orang-orang di sekitarku.
Aku bahkan tidak malu berjalan sepanjang koridor sampai keluar dari gedung fakultasku dengan berderai air mata. Aku juga tidak peduli dengan cemoohan-cemoohan yang terus dilemparkan orang-orang padaku. Semuanya benar-benar terasa memuakkan.
***
“Taksi!”
Kulambaikan tanganku untuk menghentikan taksi yang sedang melintas di jalan raya.
Aku masuk begitu sebuah taksi berhenti tepat di depanku. Kedua bahuku masih gemetar mencoba menahan air mataku yang terus turun tanpa bisa kuhentikan.
Aku menarik nafas dalam. Setelah lebih tenang, aku menyebutkan alamat rumahku pada sopir taksi itu. Aku ingin membuat perhitungan begitu sampai di rumah kepada dua manusia brengsek yang membuatku merasakan penderitaan ini.
Seharusnya ayahku berada di pihakku saat ini. Tapi jika tidak pun, aku berharap waktu kembali terulang entah bagaimana pun caranya. Setidaknya aku ingin memberontak pada mereka meski hanya sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Muhammad Bagus
dengan keluarga g melawan. tapi dgn org lain dibuat berani.
ikan terbang mendarat d novel
2024-01-13
1