“Ayah,” panggilku dengan sedikit merengek.
Sikap manja yang kukeluarkan saat ini dengan harapan Ayahku akan mengabulkan permohonan yang akan kuajukan.
“Aku tidak ingin menikah.”
Prang!!
Sendok dan garpu yang sedang digenggam oleh ayahku tiba-tiba terjatuh ke atas lantai. Ia menatapku dengan ekspresi tidak percaya dan mulut menganga.
Acara makan siang yang sebelumnya berlangsung dengan penuh khidmat tiba-tiba terhenti. Aku bisa merasakan tatapan tajam dari orang-orang yang duduk di seberang kursiku.
“Apa??”
Ibu Timothee menaikkan nada suaranya dengan tatapan menusuk seakan-akan ingin membunuhku saat ini.
“Ini benar-benar penghinaan untuk kami.”
“Tidak, Nyonya. Putriku mungkin hanya sedang lelah saja. Dia pasti salah bicara tadi,” kata Ayahku panik.
Aku menatap heran ke arah Ayahku yang tampak tidak ingin menghiraukan keinginanku barusan.
“Ayah,” panggilku.
Itu adalah kali pertama aku melihat ekspresi marah yang ditujukan Ayahku kepadaku. Ekspresi penuh ancaman yang membuatku tidak jadi memohon padanya untuk membatalkan rencana perjodohan hari ini.
“Usianya masih delapan belas tahun, jadi masih labil. Perjodohan akan tetap berjalan seperti yang direncanakan. Dia tadi hanya salah bicara,” ulang ayahku.
***
Plak!
Sebuah tamparan keras melayang ke pipiku. Pipiku tidak hanya merah dibuatnya, sudut bibirku bahkan sampai luka karena tamparan itu.
Aku menatap nanar sosok yang selalu kurindukan selama ini. Sosok yang selama hidup kupercaya selalu menyayangiku tanpa syarat. Sosok yang saat ini menatapku dengan wajah merah karena sedang marah.
“Kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan?! Kamu tahu tidak keluarga Jordan itu siapa?!”
Suara bentakan keras dari Ayahku kembali menyadarkanku kalau yang selama ini kulihat itu tidaklah benar. Aku benar-benar telah dibutakan selama ini.
“Keluarga Jordan sudah berencana berinvestasi ke perusahaan Ayah jika perjodohan kalian berhasil!”
Aku menatap nanar ke arah sosok yang selalu kubanggakan itu. Sosok yang kini sedang menjualku kepada laki-laki yang akan membunuhku di masa depan.
“Meskipun kamu darah dagingku sekalipun, kamu tidak punya hak untuk melakukan hal itu. Makanan enak yang kamu nikmati setiap hari, pakaian mewah, tempat tinggal dan lain-lain, itu semua adalah hasil keringatku. Kamu seharusnya sedikit tahu diri untuk membalas budi padaku yang sudah membesarkanmu dengan susah payah!”
Di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku benar-benar berharap semua ini hanyalah mimpi. Sama seperti pengkhianatan dan kematian yang kualami, tapi rasa sakitnya terlalu nyata untuk sekedar mimpi.
“Kamu harus diberikan hukuman atas perbuatanmu tadi. Untung keluarga Jordan masih mau berbaik hati agar perjodohan ini tetap berlangsung. Tapi sebagai hukuman, kamu dilarang keluar dari kamar selama satu minggu. Uang jajan juga tidak akan diberikan selama satu minggu.”
Setelah berkata demikian, Ayahku meninggalkan kamarku dengan membanting pintu. Aku bahkan bisa mendengar suara ketika ia mengunci pintu kamarku dari luar.
“Aku benar-benar berharap semua ini hanya sekedar mimpi.”
***
Kedua mataku membola begitu menatap langit-langit kamarku. Aku baru saja diberikan tamparan dan hukuman oleh Ayahku, tapi entah bagaimana ceritanya, aku saat ini kembali dalam posisi berbaring di atas tempat tidur sama seperti sebelumnya.
“Alicia, apa kamu sudah bangun?”
Suara ibu Lucy kembali menggema di sepanjang jalan menuju kamar tidurku seperti tadi pagi.
“Alicia!”
Ia masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu dan tanpa permisi. Ia membentakku yang masih terbaring di atas tempat tidur. Semua sama persis dengan apa yang terjadi tadi pagi.
“Kenapa kamu masih berbaring? Cepat siap-siap. Kamu tahu kan hari ini ada pembicaraan yang penting dengan keluarga Jordan?” katanya sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.
Aku menatapnya heran. Bukankah pembicaraan itu sudah selesai dan aku sedang dalam masa hukuman saat ini?
“Cepat mandi dan berdandan yang cantik. Kamu bahkan terlalu beruntung sampai bisa dijodohkan dengan putra kedua dari keluarga Jordan. Meskipun bukan pewaris, tapi ia masih diberikan kekayaan yang melimpah oleh keluarganya. Andai saja Lucy bisa seberuntung kamu. Benar-benar tidak adil.”
Setelah berucap demikian, ia keluar dari dalam kamarku. Semua sama persis dengan apa yang ia lakukan tadi pagi.
Begitu melihat jam yang menempel di dinding kamarku, aku sadar bahwa waktu telah kembali ke pagi hari saat pertemuan resmi antara keluargaku dan keluarga Jordan untuk membicarakan perjodohan belum dimulai.
“Apa maksudnya ini?”
***
Aku menuruni tangga dengan penuh keraguan dan kebingungan. Sesuatu tampaknya sudah mengulang kembali waktu ke pagi hari, tapi aku tidak tahu apa penyebabnya.
“Kamu sudah datang, sayang?”
Ayahku menyambutku yang baru turun dari tangga dengan wajah sumringah. Aku menerima sambutannya dengan ekspresi bingung. Sekali lagi, semua benar-benar persis dengan apa yang terjadi pagi tadi.
Satu-satunya yang berbeda adalah tidak ada lagi rasa haru dan kerinduan yang kurasakan dari sosok itu. Semua menguap entah ke mana. Hanya ada rasa kecewa yang mendalam di dalam rongga dadaku saat ini.
“Ke sini.” Ayahku menuntunku dengan lembut sampai aku duduk di kursi yang berseberangan dengan Timothee, Aku masih bisa melihat ekspresi tidak suka yang ditampakkan oleh laki-laki itu.
Kami kembali melakukan kegiatan makan siang untuk membicarakan perjodohanku dengan Timothee. Kali ini aku tidak akan membantah dengan mengatakan: “aku tidak ingin menikah,” atau sejenisnya.
Aku sadar bahwa sekalipun aku menolak perjodohan saat ini, itu tidak akan berarti apa-apa. Aku hanya akan mendapatkan rasa sakit dan kecewa sementara perjodohan kami akan tetap berlangsung.
“Timothee benar-benar tampan bukan?” goda Ayahku.
Aku tidak menjawab apa-apa. Aku hanya menunduk.
“Dia tampaknya malu-malu.”
Semakin banyak Ayahku berbicara, semakin sakit kurasakan di dalam rongga dadaku. Rasa kecewa yang tidak terlukiskan ada di dalam benakku saat ini. Ini bahkan terasa lebih menyakitkan dibandingkan ketika aku dikhianati oleh Timothee, Lucy dan ibunya. Bahkan lebih menyakitkan dibandingkan dengan saat-saat kematianku.
Penglihatanku mulai buram karena air mata, tapi aku ingin menahannya. Aku tidak boleh menangis di sini. Ayahku pasti tidak akan memaafkanku jika aku sedikit saja mencoreng nama baiknya di sini.
Lantas siapa lagi yang bisa kujadikan sandaran saat ini? Tidakkah takdir terlalu kejam denganku?
Ketika aku kembali mengangkat wajahku, aku bisa melihat senyum meremehkan yang dilemparkan Timothee padaku. Aku benar-benar merasa terhina, tapi aku tidak sanggup berbuat apa-apa.
Aku mulai ragu dengan niatku untuk membalas dendam. Sekedar melepaskan diri dari perjodohan yang mengikatku saja aku kesulitan apalagi untuk balas dendam.
Lantas apakah aku menyerah? Tidak. Aku sama sekali tidak ada niatan untuk menyerah. Aku hanya harus mencari cara lain untuk membebaskan diri dari perjodohan sialan ini. Aku sudah membulatkan tekadku sejak awal untuk balas dendam, aku tidak bisa mundur. Hanya kematian yang akan kutemui jika aku mundur dari tujuan awalku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments