Chapter 3

Aku menatap pantulan bayanganku di depan cermin. Tidak ada bekas tamparan di pipiku. Sudut bibirku juga tidak terluka. Seakan-akan semua itu hanya sekedar mimpi buruk semata. Tapi rasa sakit dan kecewanya begitu nyata untuk sekedar mimpi.

Kuusap pipiku yang kuyakini memerah dan bengkak karena bekas tamparan dari Ayahku. Lalu beralih ke sudut bibirku yang seharusnya terluka.

“Aku tidak pernah membayangkan Ayah akan menamparku seperti itu. Ternyata di matanya aku tidaklah lebih dari sekedar alat semata.”

Kuraih ponselku yang terletak di atas nakas. Aku benar-benar yakin bahwa waktu telah berputar dua kali setelah aku mengecek tanggal hari ini.

“Berarti aku masih harus menyelesaikan kuliahku saat ini.”

Senyuman miris terukir di wajahku. Aku ingat di masa-masa ini aku memiliki cukup banyak teman. Tapi suatu hari mereka justru berbalik menjadi musuhku hanya karena kesalahpahaman tentangku dan rumor buruk yang beredar tentangku. Aku tidak tahu siapa dalang di balik rumor itu sampai aku lulus dari bangku kuliah.

Drrtt... Drrtt...

Getaran dari ponselku menyadarkanku dari lamuanku. Tertera nama Giovano di sana.

“Halo.”

“Kamu di mana? Kamu tidak masuk hari ini?”

“Hah?”

“Hari ini ada kuis.”

Aku terdiam sejenak. Jika ini adalah kuis yang kuhindari karena ingin lebih dekat dengan Timothee sesuai rencana Ayah, maka ini adalah hari di mana rumor buruk dan tidak berdasar tentangku mulai menyebar di kampus.

“Alicia! Kamu tidak ada rencana apa-apa kan hari ini? Lebih baik kamu menghabiskan waktumu dengan Timothee hari ini agar kalian lebih cepat akrab.”

Sesuai dugaanku, Ayahku muncul dari balik pintu kamarku. Ia bahkan tidak mengetuk sama seperti ibu Lucy.

“Aku akan ke sana segera. Kuisnya sudah dimulai?”

“Okay. Belum, kuisnya belum dimulai. Pak Jordan juga belum datang pagi ini.”

Sambungan telepon terputus begitu aku selesai berbicara dengan Giovano.

“Hari ini aku ada kuis, Ayah.”

“Kalau begitu biarkan Timothee mengantarmu sampai ke kampus.”

Tidak ada bantahan yang terlontar dari mulutku. Sia-sia saja jika aku menolak saran dari Ayahku. Aku takut dia akan kembali meledak dan memukuliku.

“Baik, Ayah.”

***

“Terima kasih sudah mengantarku.”

“Iya. Kalau sudah selesai kabarin ya! Kamu nggak ada rencana apa-apa kan hari ini?”

“Iya. Sepertinya aku belum ada rencana apa-apa hari ini.”

Aku meninggalkan Timothee dan mobilnya di parkiran. Aku segera masuk ke gedung fakultasku.

Meskipun laki-laki itu tampak tidak menyukai perjodohan ini, ia tetap melakukan perannya dengan baik. Sayangnya semua kepalsuannya itu terlalu tampak untuk mataku saat ini yang seperti sudah mendapat pencerahan.

***

“Alicia!”

Giovano menyambutku begitu aku memasuki ruang kelas.

“Kukira kamu tidak akan masuk hari ini. Bisa gawat. Kamu nanti harus mengulang mata kuliah ini tahun depan.”

Tampaknya Tuhan sedang berpihak padaku kali ini. Belum lama setelah aku masuk, Pak Alexander Jordan masuk ke dalam ruang kelas.

Aku tersenyum melihat laki-laki yang berbeda delapan tahun denganku itu. Ia adalah kakak dari Timothee Jordan yang selalu memberikan rasa rendah diri pada tunanganku.  Laki-laki kebanggaan keluarga Jordan.

Solusi untuk balas dendamku kini ada tepat di depan kedua mataku saat ini. Solusi balas dendam yang pantas untuk tunanganku yang brengsek dan selingkuhannya.

Senyuman centil terukir di wajahku ketika Alexander menatap ke arahku. Meskipun ia membalas senyumanku dengan sorotan tajam penuh intimidasi, senyuman centil yang kuberikan padanya tidak luntur.

“Sesuai janji saya sebelumnya, hari ini kuis.”

Aku bisa mendengar suara d3sahan pasrah dari sekelilingku. Mereka mulai merapikan buku-buku mereka dan hanya membiarkan satu pulpen di atas meja mereka.

***

Di kehidupanku sebelumnya, Alexander Jordan adalah pewaris terkuat dari keluarga Jordan. Timothee selalu memiliki inferior kompleks terhadap kakaknya karena tidak pernah bisa menjadi pewaris dari JJ Group yang dikelola oleh keluarganya.

Alexander Jordan sebenarnya sudah memiliki tunangan, tapi sebelum mereka menikah, pertunangan mereka dibatalkan. Aku tidak tahu alasan di baliknya karena tidak pernah diungkap oleh media dan tidak pernah bocor ke publik.

Sampai di hari di mana kematian menghampiriku, ia belum kunjung menikah. Itu adalah peluang yang sangat bagus untukku di kehidupan kali ini. Setidaknya aku tidak perlu bertingkah murahan seperti Lucy yang merebut tunangan orang lain. Meskipun aku tidak yakin bahwa jalan yang kutempuh untuk mendapatkan laki-laki itu benar-benar suci dan bersih. Lagi pula niatku memang adalah balas dendam, bukan berniat menjadi sosok yang suci dan bersih.

“Kelas hari ini selesai.”

Laki-laki itu melangkahkan kedua kakinya keluar dari dalam kelas. Ketegasan dan wibawanya sebagai dosen mengikuti tiap langkah kakinya.

Terkadang aku bertanya-tanya alasan ia memilih menjadi dosen di kampus ini, padahal ia memiliki masa depan yang terjamin. Di sisi lain aku juga bersyukur, karena posisinya sebagai dosen di fakultasku membuatku lebih mudah untuk bertemu dengannya.

“Dewi Fortuna tampaknya sedang berpihak padaku.”

***

“Kamu selesai lebih lambat dari yang kubayangkan.”

Aku melirik malas ke arah Timothee yang duduk di balik kemudi. Aku ingin menghindari pertemuan dengannya, tapi aku harus memiliki alasan yang bagus untuk itu.

Sudut mataku menangkap siluet laki-laki yang kukenali. Senyuman mengembang di wajahku begitu aku tahu ia adalah Alexander.

“Tunggu sebentar!” Gerakan tanganku menghentikan pergerakan Timothee yang akan menyalakan mesin mobilnya.

“Aku punya sesuatu untuk dikerjakan hari ini. Tampaknya aku tidak bisa pulang denganmu hari ini.”

Sekilas, aku bisa melihat raut tidak suka yang ditampakkan oleh Timothee. Tapi ia langsung menghilangkan ekspresi itu dan menggantinya dengan senyuman ramah yang selalu menipuku selama ini.

“Apa  sepenting itu?”

“Iya,” jawabku mantap.

“Aku tidak masalah menunggumu sampai selesai.”

“Jangan!”

Ia terkejut dengan suaraku yang tiba-tiba meninggi.

“Aku akan sangat merepotkanmu. Aku mungkin selesai lebih lama dari yang kamu bayangkan. Aku akan meminta sopir di rumahku untuk menjemputku.”

“Jangan khawatir. Aku tidak masalah. Lagi pula kamu adalah tunanganku. Sudah sewajarnya aku berbuat demikian.”

‘Iya, tapi kau tetap membunuhku di masa depan,’ batinku.

Rasa panik menyergapku begitu melihat Alexander masuk ke dalam mobilnya. Ia melajukan mobilnya keluar dari parkiran fakultasku tanpa sempat aku cegah.

Aku menghela nafas kasar begitu kesempatan yang kuharapkan lenyap di depan kedua mataku.

“Apa urusanmu itu dengan kakakku?”

“Iya.”

Jawaban yang keluar dari mulutku tanpa kusadari membuat Timothee memicingkan matanya penuh curiga ke arahku. Aku bisa melihat genggamannya pada kemudi mengeras.

“Dia dosen di fakultasku. Tentu aku memiliki urusan dengannya terkait mata kuliah yang ia ajar.”

Ekspresinya mulai melembut. Genggaman tangannya di kemudi juga mulai mengendur.

“Tapi dia sudah pergi. Itu artinya kamu sudah tidak ada urusan lain setelah ini bukan?”

Tidak ada bantahan yang keluar dari mulutku. Lagi pula aku memang tidak memiliki urusan lain selain menemui kakaknya. Tentunya itu bukan karena masalah akademik milikku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!