Ardina memijit kepalanya yang terasa sangat sakit. Sebiji obat anti sakit telah ia minum untuk meredakannya tapi sepertinya ia belum juga merasa baikan. Bu Ani yang datang untuk melihatnya telah memberikannya segelas susu hangat dan juga beberapa potong kue yang sudah ia siapkan untuk acara makan malam yang katanya sangat istimewa ini.
"Nyonya, susunya diminum dulu ya," ucap perempuan paruh baya itu dengan penuh perhatian.
"Aku merasa sangat mual bu. Aku takut kalau aku akan muntah kalau minum susunya." Ardina menutup matanya karena merasa kepalanya sangat berat.
"Apa saya harus memanggil dokter Nyonya?" tanya Bu Ani dengan wajah yang sangat khawatir. Ardina menggeleng lemah.
"Tidak perlu Bu. Aku mungkin cuma perlu tidur sedikit. Akhir-akhir ini aku merasa sangat lelah dan aku mungkin hanya kekurangan tekanan darah saja," ujar Ardina seraya membaringkan tubuhnya di atas sofa yang selama ini ia tempati untuk tidur. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit dan ia sudah meminta izin kepada mama mertuanya kalau ia tidak bisa keluar dari kamar untuk menyiapkan makan malam.
"Tidurnya di atas ranjang saja ya Nya," ujar Bu Ani masih dengan wajah khawatirnya. Sungguh, ia sangat kasihan pada Ardina. Perempuan itu mungkin sudah lama sakit karena hanya tidur di atas sofa yang meskipun empuk tapi ukurannya yang tidak sebesar ranjang tidak membuat orang bisa tidur dengan nyaman.
"Nyonya pindah tempat istirahat ya," ucap perempuan itu lagi memberikan saran.
"Badan nyonya bisa tambah sakit kalau tidurnya di sini," lanjut perempuan paruh baya itu seraya berusaha memapah Ardina untuk berpindah tempat.
Ardina tidak punya tenaga untuk menolak. Ia hanya menurut saja. Tubuhnya benar-benar tak bisa lagi bertahan. Selama beberapa hari ini ia berusaha menyenangkan hati mertuanya dengan melakukan segala perintahnya.
Menata dan merawat taman kesukaan perempuan yang telah melahirkan suaminya itu ia lakukan agar supaya Dewinta memberinya nilai terbaik sebagai menantu. Ia berharap bisa memenangkan hati perempuan itu dan mungkin bisa membujuk putranya untuk memaafkan dan menerimanya.
Setelah dari taman ia akan menemani kemana saja perempuan itu ingin pergi setiap hari belum lagi pekerjaan lain yang harus ia lakukan di rumah. Dan sekarang tubuhnya sudah tak kuat. Ia drop. Bukan hanya ia butuh nutrisi untuk tubuhnya tapi ia juga butuh nutrisi untuk hatinya.
"Tidurlah nyonya. Setelah istirahat insya Allah Nyonya akan baik-baik saja." Bu Ani menutupi tubuh Ardina dengan selimut. Tanpa sadar ia menetaskan airmatanya. Entah kenapa ia begitu kasihan pada perempuan cantik itu.
"Terimakasih banyak Bu Ani. Aku tidur ya," ucap Ardina seraya menutup matanya.
"Iya nyonya," ucap kepala pelayan itu tersenyum. Ia pun membereskan semua makanan dan minuman yang ia bawa dan menyimpannya dengan rapih diatas meja. Setelah itu ia pun keluar dari kamar itu untuk melayani tamu-tamu yang datang pada malam istimewa itu.
Acara ulangtahun Praja Wijaya dihadiri oleh banyak anggota keluarga dekat. Mereka semua datang untuk merayakan dan memberi selamat pada pewaris keluarga Wijaya.
Makan malam itu berlangsung dengan sangat meriah. Ada seorang tamu spesial yang diundang khusus oleh Dewinta, siapa lagi kalau bukan seorang gadis cantik yang ia siapkan untuk Praja Wijaya.
"Kamu ingat Yusta Yusuf gak sayang?" tanya Dewinta pada Praja yang sedari tadi hanya sibuk mengaduk-aduk makanan diatas piringnya tanpa memakannya. Sedari tadi pria itu merasa ada yang kurang di meja makan itu tapi ia tidak tahu apa.
"Praja, kamu dengar mama gak sih?" Dewinta tampak kesal karena sang putra tidak memperhatikan perkataannya. Ia yang ingin memperkenalkan seorang gadis yang mungkin bisa menggantikan Prilya dan juga Ardina sebagai pendamping putranya.
"Iya ma. Maaf, tadi mama ngomong apa?" tanya pria itu berusaha untuk berkonsentrasi lagi. Entah kenapa ia sangat tidak menikmati pesta itu.
"Ini nih Yusta Yusuf. Apa kamu masih ingat teman sewaktu kamu masih kecil?" tanya Dewinta dengan senyum diwajahnya.
"Oh, Yusta, ingat lah ma, anaknya om Yusuf 'kan?" ucap Praja seraya menatap wajah sang mama.
"Nah baguslah kalau kamu ingat. nih orangnya ada di sini." Dewinta tersenyum lebar seraya menunjuk gadis cantik yang sedang duduk di sampingnya.
"Oh," ucap Praja singkat. Dewinta nampak kembali kesal karena putranya hanya menjawab dengan sangat singkat seperti itu. Tak ada ekspresi tertarik yang ditunjukkan oleh pria itu.
"Kamu ini gimana sih, lihat Yusta dong. Masak cuma gitu aja sih responnya." Dewinta menggerutu kesal.
Bu Ani yang melayani acara makan malam istimewa itu hanya bisa menarik nafas beratnya. Ia merasa bahwa sebuah hal besar akan terjadi malam itu jika Nyonya besar memaksakan kehendaknya untuk mencarikan jodoh untuk sang putra.
"Mama, udah dong. Acara makan malamnya nanti tidak menarik lagi kalau mama menunjukkan sifat yang seperti itu." Alif Wijaya menegur sang istri karena sudah bisa mencium aroma yang akan merusak acara makan malam itu.
"Papa, Yusta ini adalah calon menantu yang paling cocok berada di rumah ini." Dewinta berucap seraya menggenggam tangan gadis itu.
"Ardina kemana ya, kok gak muncul? Bukannya ia adalah istri sah dari putra kita?" Alif Wijaya berusaha mengalihkan pembicaraan agar suasana kembali kondusif lagi.
"Nyonya Ardina lagi kurang sehat tuan. Maaf, saya yang menjawab." Bu Ani menundukkan wajahnya dengan hormat. Sedangkan Praja Wijaya merasakan hatinya langsung khawatir tapi ia berusaha untuk santai dan tidak terpengaruh dengan perkataan Bu Ani.
"Oh, tapi udah diminumkan obat belum Bu?" tanya Alif Wijaya khawatir.
"Alhamdulillah sudah tuan. Sekarang Nyonya muda sedang istirahat." Bu Ani menjawab dengan senyum diwajahnya. Ia senang karena ada yang peduli pada perempuan itu meskipun hanya satu orang.
"Ardina tuh cuma malas saja Pa. Dia kan gak mau melayani kita semua disini," timpal Dewinta dengan tatapan ia arahkan pada Praja sang putra.
"Nah sekarang selesaikan makannya trus kita potong kuenya. Gimana?" lanjut perempuan itu lagi yang disambut baik oleh semua keluarga yang lain.
Semua orang pun melanjutkan makan malam itu kemudian berkumpul di ruang keluarga. Kue ulang tahun besar sudah siap diatas meja.
Musik ulang tahun berbunyi layaknya Praja Wijaya adalah seorang anak kecil yang akan meniup lilin. Semua orang bernyanyi dan menantikan kue pertama diberikan itu untuk siapa.
Praja Wijaya yang bisa melihat kalau Ardina ada diujung ruangan sedang melihat mereka semua langsung saja memberikan potongan kue itu pada Yusta Yusuf untuk membuat istrinya sakit hati dan cemburu.
Ardina yang belum sehat betul tapi karena ingin memberikan sebuah kado dan ucapan pada suaminya akhirnya kembali ke kamar dengan hati yang sangat sakit. Ia menyerah. Tak ada lagi yang ingin ia pertahankan dalam hubungan itu.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Ada bunga, ada kopi bolehlah untuk penyemangat 🤭
Nikmati alurnya dan happy reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Normah Basir
ardina itulah klau perasaan terlalu dipaksakan ,laki2 suka wanita punya harga diri
2024-08-07
0
RahaYulia
WAW situasi yang menyayat😭😭😭
2023-07-09
0
Uya Suriya
namanya yusta....pasti banyak dusta...!!!!!
2023-06-09
2