Sudah dua bulan pernikahan ini terjadi, tapi Praja Wijaya belum juga menunjukkan kalau ia bisa menerima status mereka. Hubungan yang dipaksakan ini sepertinya memang harus dijalani oleh Ardina dengan sabar.
Setiap saat hanya wajah dingin dan tatapan tak suka dari suaminya yang ia dapatkan. Menangis adalah caranya melepaskan rasa sakit hati yang ia rasakan. Apalagi mama mertuanya juga semakin menunjukkan sikap penolakan yang sangat jelas padanya.
Ia dijadikan pembantu padahal ada banyak pekerja yang digaji sangat tinggi di rumah itu. Ia pun tidak boleh makan kalau belum melakukan perintah sang mama mertua. Ia baru ikut makan bersama jika papa mertuanya ada di rumah karena hanya pria itu yang menunjukkan wajah bersahabat padanya.
Dan begitu hebatnya ia karena tidak pernah menceritakan ini pada Asna, ibu kandungnya. Ia bertekad untuk bersabar dan bisa meraih hati semua orang di rumah itu.
"Jangan bersedih ya Din. Tinggal di rumah orang yang tidak menginginkanmu itu ya seperti ini. Kamu harus kuat atau menyerah. Syukur-syukur sih saya masih mau satu atap denganmu." Dewinta berucap seraya melempar beberapa pakaian kotor di wajah perempuan cantik itu.
Ardina terdiam. Ia tidak ingin melawan, ia cukup tahu diri. Semua ini karena kesalahannya sendiri yang ingin mendapatkan hati dan tubuh Praja Wijaya.
"Lagian kenapa sih kamu itu rakus banget. Putraku sudah banyak membantumu tapi apa yang kamu lakukan padanya hah?"
"Saya mencintai kak Praja ma. Dan ingin jadi istrinya." Ardina menjawab dengan wajah menunduk. Meskipun semua orang mengecamnya ia tetap ingin mengatakan alasannya kalau ia rela melakukan ini semua atas nama cinta yang mungkin belum berbalas.
"Tapi gak gini caranya. Kamu mempermalukannya di depan umum. Kamu benar-benar tidak tahu malu. Entah kenapa kamu itu berbeda sekali dengan Prilya. Saudara tirimu sangat baik hati dan juga mampu menjaga dirinya sedangkan kamu? Jauh banget. Hum, sayangnya Prilya bukan jodoh putraku."
Ardina kembali diam. Hatinya kembali sangat sakit. Prilya kembali dibandingkan lagi dengannya dan itu adalah hal yang sangat menyakitkan. Ia pun menundukkan wajahnya menangis. Ia segera membawa pakaian kotor mertuanya itu ke belakang atau ia akan mendapatkan lagi kata-kata yang lebih menyakitkan dari ini semua.
"Nyonya, jangan menangis," ucap Ibu Ani seraya meraih pakaian kotor itu dan memasukkannya ke dalam mesin cuci. Ardina tersenyum seraya menyusut airmatanya. Hanya perempuan itu dan papa mertuanya yang baik padanya di rumah ini.
"Saya tidak menangis kok Bu Ani. Air mata ini saja yang selalu ingin keluar hehehe," jawabnya terkekeh berusaha untuk mempert
"Keluarga ini semuanya baik kok. Gak usah pedulikan kata-kata nyonya besar, ibu mertua emang biasa seperti itu, tapi aslinya Nyonya Dewi itu baik kok." Bu Ani tersenyum menghibur.
"Iya Bu Ani. Terimakasih banyak, untungnya Bu Ani sangat baik padaku. Andaikan tidak, saya mungkin sudah lama pergi dari rumah ini."
"Eh jangan berkata seperti itu Nyonya, yang penting tuan muda Praja sangat mencintaimu pasti semuanya baik-baik saja." Perempuan itu menatap Ardina dengan tatapan serius. Ardina langsung menundukkan wajahnya. Ia juga berharap semua itu benar adanya.
"Nyonya?" Bu Ani memanggil namanya agar perempuan itu mengangkat wajahnya.
"Saya sangat berharap itu benar Bu Ani. Ah Iya, saya belum menyiapkan pakaian kak Praja. Saya kembali ke kamar dulu ya Bu An," ucap Ardina untuk menghindari percakapan yang lebih serius dengan perempuan paruh baya itu.
"Ah iya silahkan nyonya. Biar Mbak Siti yang melanjutkan cucian ini."
"Terimakasih banyak Bu An," ucapnya dengan senyum diwajahnya. Ia pun segera pergi dari tempat itu menuju kamarnya untuk mempersiapkan pakaian yang akan dipakai oleh suaminya.
Bu Ani hanya menarik nafas dalam-dalam ikut trenyuh dengan apa yang dialami oleh perempuan itu. Ia tahu betul bahwa hubungan suami istri itu juga sangat tidak harmonis sejak hari pertama pernikahan. Akan tetapi ia berusaha untuk tidak tahu dan selalu memberikan hiburan kepada Ardina karena ia menganggap bahwa perempuan itu seperti anaknya sendiri.
Ingin ia mengatakan untuk mundur saja dan mencari kebahagiaan sendiri tapi perempuan itu masih sangat gigih bertahan ditengah penderitaan ini.
Ardina meletakkan setelan jas suaminya di atas ranjang sembari menunggu pria itu keluar dari kamar mandi. Ia tak pernah lelah menyiapkan semua perlengkapan Praja Wijaya meskipun tak pernah pria itu menggunakan atau memakai apa yang ia siapkan.
Perempuan itu duduk dengan tenang seraya menggulir layar handphonenya, ia ingin mendengar kabar dari grup chat perusahaan yang sudah tiga bulan ini tidak ia datangi.
Perempuan itu tersentak kaget karena tiba-tiba saja pakaian yang siapkan tadi melayang di atas kepalanya.
"Aku sudah bilang untuk tidak menyentuh pakaianku, kamu tidak mengerti ya?!" ujar Praja Wijaya dengan tatapan tajam pada Ardina.
"Kak, aku istrimu. Itu adalah kewajibanku melayanimu," ucap Ardina seraya meraih setelan pakaian itu dari atas kepalanya.
"Cih! Istri! Jangan bikin aku semakin muak padamu ya! Kamu tahu betul kalau kamu mendapatkan status itu karena terpaksa! Kamu mendapatkan itu secara kotor! Sampai sekarang aku masih belum bisa mengangkat wajahku di depan orang-orang karena perbuatanmu itu!"
"Kak, hentikan! Aku mengaku kalau aku bersalah. Aku sengaja menjebakmu waktu itu karena aku tidak bisa menahan rasa cintaku padamu, hiks." Ardina menutup kupingnya. Ia tak sanggup menerima lagi cacian dari suaminya.
"Perempuan murahan! Tidak bisa menjaga kehormatan dirinya sendiri hanya karena alasan cinta. Kamu tahu? Dengan perbuatanmu waktu itu semua orang menganggap aku ini Laki-laki kotor! Laki-laki yang suka tidur dengan perempuan. Lihat tatapan Prilya padaku waktu itu? Dia pasti menganggap aku ini apa?!"
"Kak, kenapa selalu perasaan kak Prilya yang kamu pikirkan. Ia tidak mencintaimu. Ia sudah punya suami dan keluarga bahagia. Lalu apa salahnya aku memperjuangkan cintaku sendiri?!"
"Lalu bagaimana jika itu orang lain? Dan tidak mau bertanggung jawab padamu hah?!" Praja Wijaya menunjuk wajah Ardina dengan tatapan tajam. "Mungkin kamu akan menjual dirimu di jalanan. Sungguh, aku tidak menyangka kalau kamu seburuk ini. Kebaikanku padamu kamu balas dengan sangat kejam seperti ini."
"Kak, hanya padamu aku berani menyerahkan diriku. Itu karena aku sangat mencintaimu. Jadi kumohon buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.
"Maafkan aku Din, tapi sayangnya namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati kesalahanmu ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih. Ia pun pergi dari hadapan suaminya menuju kamar mandi. Ia ingin menumpahkan perasaan sedihnya di sana. Sedangkan Praja Wijaya hanya bisa mendengus kesal. Entah kenapa ia begitu benci pada istrinya itu.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Khairul Azam
ya bener sih dibilang murahan menjijikan perempuan seperti itu
2025-04-18
0
Normah Basir
berkedok cinta, tp menghalalkan segala cara,walaupun niatnya baik tp terkesan dipaksakan maka hasilnya juga kurang baik ardina
2024-08-07
0
Eri Fitri
km sih jd wnita murahn bgt, cinta sih cinta lpa kodrat lo wnita
2023-09-10
0