Praja bangun dari tidurnya pagi itu dengan perasaan yang masih sangat buruk. Tidur dalam keadaan marah ternyata membuat urat-urat syarafnya merasa tegang dan sangat tak nyaman. Ia pun meregangkan otot-ototnya kemudian turun dari ranjang king Size miliknya.
Tanpa sengaja ekor matanya melihat Ardina, istri yang tidak diinginkannya itu sedang meringkuk di atas sofa dengan sangat nyenyak.
"Dasar perempuan murahan!" umpatnya seraya melanjutkan langkahnya ke dalam kamar mandi. Setelah membersihkan dirinya dengan mandi ia pun keluar dari sana dan langsung memakai pakaian kerjanya. Hari ini ia ada meeting penting yang harus ia hadiri.
Sekali lagi ia melihat kearah sofa kemudian segera berangkat.
"Praja, kamu tidak sarapan sayang?" tanya ibunya yang kebetulan sedang berada di depan rumah mengurusi bunga-bunga kesayangannya.
"Gak ma. Saya sedang buru-buru." Pria itu langsung mencium punggung tangan perempuan yang telah melahirkannya itu dan segera naik ke atas mobilnya. Dewinta maklum. Putra tunggalnya itu memang sangat disiplin dengan pekerjaan yang sedang ditekuninya dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang tersisa.
"Ardina gak ikut?!" tanya Dewinta dengan tatapan serius.
"Itu bukan urusan saya!" Praja menjawab seraya melajukan mobilnya meninggalkan rumah itu.
Dewinta tersenyum miring. Ia tahu kalau putranya itu sangat kesal pada Ardina karena pernikahan ini begitupun dengan dirinya sendiri. Niatnya untuk menjodohkan Praja dengan gadis lain kini harus dikubur dalam-dalam karena pernikahan yang tidak diinginkan ini.
Perempuan itu meninggalkan taman dan segera masuk ke dalam rumah. Ia harus melihat menantu barunya itu, apakah sudah bangun atau tidak.
Membuka pintu kamar sang putra, ia melihat Ardina sudah bangun dan sedang merapikan kamar tidur itu. Ia pun masuk dan menatap keadaan ranjang. Ia ingin tahu apakah terjadi sesuatu di ranjang itu semalam atau tidak.
"Mama, maaf aku gak lihat mama datang, udah lama ya?" ucap Ardina pada sang mama mertua saat ia berbalik dan melihat perempuan itu berdiri tak jauh dari dirinya.
"Nggak kok. Baru saja. Setelah membersihkan kamar ini kamu bersihkan kamar mama juga ya," jawab Dewinta dengan wajah datar.
"Ah iya ma. Saya akan ke kamar mama setelah ini selesai," ucap Ardina seraya melipat selimut yang dipakai oleh suaminya semalam. Dewinta tidak menjawab lagi tapi langsung meninggalkan kamar itu.
Ardina tersenyum, kalaupun suaminya marah padanya ia masih bersyukur karena mama mertuanya sepertinya tidak begitu kejam padanya. Ia yakin, ia akan meraih hati perempuan itu agar mau mendukungnya untuk mendapatkan hati sang suami.
Bantal dan selimut ia rapikan begitupun pakaian kotor yang telah dipakai oleh Praja. Setelah itu ia pun segera keluar dari kamar itu menuju kamar sang mama mertua.
"Assalamualaikum ma, bisa saya masuk?" ucap Ardina setelah pintu kamar itu terbuka.
"Waalaikumussalam, masuklah," jawab perempuan itu seraya membuka pintu untuk sang menantu.
Ardina pun masuk dan melihat kamar perempuan paruh baya itu dengan mata melotot kaget. Kamar itu seperti baru saja terkena gempa. Kekacauan terjadi di mana-mana.
Ardina menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia sungguh tidak percaya kalau rumah yang sangat besar, indah dan bersih dengan pembantu yang sangat banyak bisa meninggalkan satu kamar yang sangat hancur seperti ini.
"Duduklah, dan rapikan semua kekacauan ini. Mama lagi ada urusan di luar bersama dengan papa," titah Dewinta kemudian pergi meninggalkan ruangan kamar itu dengan senyum miring diwajahnya.
"Rasakan! Itu baru hukuman pertama untukmu gadis tidak tahu terimakasih!" ujarnya dengan perasaan yang sangat marah. Ia tidak suka gadis itu dan harus ia berikan pelajaran yang berharga padanya.
Ardina langsung duduk di lantai dan menatap tumpukan pakaian setinggi gunung di hadapannya. Kekacauan yang sepertinya sengaja diciptakan untuk memberinya banyak pekerjaan di rumah itu.
"Hum, baiklah. Anggap ini adalah sambutan selamat datang untukku sebagai menantu di rumah ini," ucap gadis itu untuk menghibur dirinya sendiri. untuk menghemat waktu Ia pun segera melipat pakaian-pakaian itu dan memasukkannya ke dalam lemari.
Krukk
Perutnya berbunyi menandakan bahwa ia sangat lapar sekarang. Jam di dinding kamar itu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
"Pantas saja, aku sudah sangat lapar, ini sudah siang banget," gumamnya seraya menatap seluruh ruangan kamar yang sudah hampir selesai ia bersihkan.
Gadis itu ingat kalau kemarin pun ia tidak sempat makan setelah acara pernikahan selesai dan pagi ini perutnya benar-benar sangat butuh untuk diisi. Ia pun keluar dari kamar itu untuk mencari makanan di dapur. Pokoknya ia harus mengisi tenaganya agar ia bisa menyelesaikan tugasnya membersihkan kamar yang sangat luas milik mertuanya itu.
"Eh nyonya muda, silahkan sarapan. Semuanya sudah siap di atas meja," sambut seorang perempuan paruh baya yang ia tahu adalah kepala pelayan di rumah besar itu.
"Terimakasih banyak ya Bu Ani. Saya memang sangat lapar," ucap Ardina seraya menarik kursi di depan meja makan itu.
Wajahnya tampak berbinar senang saat melihat begitu banyak menu makanan di atas meja. Tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung mengambil piring kemudian mengisinya dan makan dengan lahap. Tak perlu lagi ia menjaga image-nya di depan orang-orang seperti kebiasaannya selama ini jika berkunjung ke rumah itu.
"Wah makannya lahap sekali ya, padahal kamar mama belum bersih," tegur Dewinta yang tiba-tiba sudah berada di dalam ruangan makan itu.
"Mama pikir setelah kembali dari luar, kamar sudah bagus dan rapih, eh ini malah enak-enakan makannya." Dewinta kembali berucap dengan maksud menyindir.
"Eh mama. Maafkan saya, rencananya kamar Mama akan saya bersihkan lagi setelah makan. Saya lapar sekali ma." Ardina menjawab dengan wajah tak nyaman. Nafsu makannya tiba-tiba jadi hilang karena kedapatan makan saat mempunyai tugas.
"Keluarga ini adalah keluarga yang sangat disiplin. Tidak ada yang boleh makan atau bersantai seperti ini jika pekerjaan yang sedang dikerjakan itu belum selesai.
"Kamu lihat sendiri 'kan Praja saja tidak sempat makan di rumah karena lebih mementingkan pekerjaan daripada urusan yang lain tidak seperti kamu." Dewinta semakin berani menunjukkan rasa tak sukanya pada sang menantu. Andaikan Praja senang dengan pernikahan ini maka ia akan setuju saja, akan tetapi sepertinya putranya sendiri pun sangat tidak menginginkan pernikahan ini meskipun yang ia tahu Praja dan Ardina cukup akrab selama ini.
"Baiklah ma. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya yang belum selesai. Maafkan saya ma. Saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi." Ardina pun bangkit dari duduknya dan segera membawa piring kotor sisa makannya ke dalam dapur untuk dicucinya sendiri.
"Nyonya gak usah cuci piringnya. Disimpan saja." Bu Ani langsung melarang gadis cantik itu untuk mencuci piring kotor yang sedang dibawa oleh Ardina.
"Biarkan saja Bu Ani. Rumah ini bukan milik orang tuanya, jadi tak apa ia kerjakan sendiri." Dewinta langsung menimpali dari arah pintu dapur.
Deg
Hati Ardina merasakan sakit dengan kata-kata sang mertua. Ia tidak menyangka kalau ia juga sangat tidak diinginkan di rumah ini oleh perempuan paruh baya itu.
Dengan mata berkaca-kaca, ia pun mencuci piring-piring kotor itu kemudian melanjutkan pekerjaannya di kamar sang mertua.
Hari pertama pernikahan ini, ia lalui dengan kesedihan yang berlipat-lipat tetapi ia masih bersemangat karena ia sangat mencintai suaminya.
Ini adalah tes awal. Tak apa, yang penting aku bisa mendapatkan hati kak Praja
🌹🌹🌹
Hai readers tersayangnya othor, jangan lupa like dan komentar ya gaess.
Berikan Semangat untuk Ardina Rezky Sofyan agar ia bahagia meskipun sedih eh 🤭
Nikmati alurnya dan happy reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Normah Basir
lalui dengan sabar karena inilah yg kamu inginkan
2024-08-07
0
Dwi Sasa
next Thor
2023-09-01
0
kookv
dulu menyiksa Kaka tiri nya... dibalas ma ibu mertua ma suami sendiri....
2023-08-02
2