Pak Alam dan Mama Andin bergaya di depan cermin. Mereka sudah siap memakai baju baru dan berdandan. Sultan hanya bisa geleng kepala melihat kelakuan ke dua orang tuanya yang berpura-pura jadi orang kaya saat itu.
Mama Andin mengipasi wajahnya ala orang ningrat, sungguh pandai ia meniru sikap orang kaya. Memakai kebaya mahal lengkap dengan susuk konde menghiasi rambutnya, dengan tas di bincingnya nampak mahal tapi barang KW yang biasa di jual di pasar. Penampilannya sudah perpeck. Pak Alam juga tidak mau kalah ia jauh lebih Keren lagi dari Awan yang hanya tampak biasa saja.
"Awan. Ayo kamu sudah siap apa belum?" teriak Mama Andin.
Awan tersentak dari lamunannya yang saat itu ia tengah melamun kalau ia akan menikah dengan Senja. Itu karena efek melihat Ayah dan Mamanya memakai pakaian seperti itu ia pun menghayal kalau Senja juga ada di tengah-tengah Ayah dan Mamanya juga memakai kebaya pengantin.
"Kok melamun sih, bukannya buru-buru bersiap. Kayak kita dong Awan, jangan diam saja. Seharusnya kamu lebih semangat lagi dari kita karena sebentar lagi kamu akan jadi menantu orang kaya. Hidupmu akan berubah Awan semangatlah! jangan loyo kayak gini iya kan Yah," ujar Mama Andin menoleh ke arah suaminya yang sibuk mempoles-poles rambutnya dari tadi.
"Kalian sungguh keterlaluan, kenapa tidak mau mengerti perasaan Awan, Awan tidak mau menikah dengan anak Pak Agung Yah," lirih Awan.
"Jangan membantah dan turuti kemauan Ayah jika kamu tidak mau disebut anak durhaka," ucap Pak Alam memandang sinis ke arah Awan. Dengan terpaksanya Awan memakan baju batik yang biasa di pakainya saat ke undangan sebenarnya ia tidak mau tapi ia takut di katakan sebagai anak durhaka.
"Ya ampun Yah, Awan kok cuma pakai batik sih? Mana jas nya?" tanya Mama Andin histeris.
"Astaga! kita lupa membelikan Awan Ma. Bagaimana ini?" Pak Alam merasa panik karna sudah tidak punya uang lagi buat membeli baju untuk Awan.
"Ya sudahlah gak apa-apa biar aku tampil gini aja, buat apa juga pakai jas segala ini kan cuma makan malam bukan mau pesta ujar Awan penuh percaya diri dengan penampilannya.
"Ini gak lucu Awan, kamu kan yang mau menikah masa cuma pakai begituan pokok nya kamu harus pakai jas seperti Ayah biar tampak kompak dengan Ayahmu," timpal Mama Andin.
"Kemana lagi kita mau beli Ma, duit dari mana?"
"Tunggu bentar Mama mikir!" ujar Mama Andin mencari solusi.
"Hem, Mama lupa kalau di butik sebelah kampung kita ada tempat sewa baju. Mama kesana dulu ya Yah, ayo Awan kita pergi!" ajak Mama Andin langsung menarik tangan Awan.
"Gak mau Ma, Awan gak mau sewa baju hanya karena acara yang tidak penting ini," lirih Awan menolak.
"Kamu harus mau, ayo cepetan!" Mama Andin menyeret Awan.
"Aduh Mama lepas! ih bikin malu saja, dasar orang tua aneh kalian memaksa terus kerjaannya!" gerutu Awan.
"Jangan ngeyel kamu Awan, cepetan! ini perintah Mama mau jadi anak durhaka kamu! melawan terus?" cetus Mama Andin selalu mengancam lagi.
"Mama plis, Awan malu Ma, lihat kelakuan kalian yang berpura-pura jadi orang kaya itu," lirih Awan merasa jengkel.
"Awan ...!" bentak Mama Andin.
Sontak Awan kaget dan terdiam tiada pilihan lain lagi selain mengikuti kehendak Mamanya. Ia pun pergi ke butik ujung kampung mereka.
Beberapa saat kemudian mereka sudah kembali ke rumah. Pak Alam tampak tersenyum melihat anak dan istrinya sudah di depan rumah. Ia kagum melihat penampilan Awan yang di luar dugaan itu, ia tampak gagah perkasa memakai kemeja di lengkapi dengan jas persis CEO yang kaya raya yang sering ia lihat di film-film.
"Wah, Alam. Kamu tampan sekali, Ayah bangga padamu," puji Pak Alam sambil memperhatikan sekujur tubuh anaknya.
"Iya dong, siapa dulu Mamanya," sambung Mama Andin tidak mau kalah ikut menyombongkan diri.
"Hem, Ayahnya aja tampan apalagi anaknya," Pak Alam menimpali ikut membanggakan dirinya.
"Yuk, kita berangkat ini baru kompak. Mana Taksi yang kau pesan kenapa belum sampai?" tanya Mama Andin pada suaminya.
"Sudah di perjalanan kok Ma, ayo Awan kita tunggu Taksi di depan aja."
Awan menarik napas dalam dan menghembuskannya secara kasar, ia hanya bisa menurut dan ikut apapun kemauan Ayah dan Mamanya. "Nasib, nasib kenapa aku punya orang tua seaneh begini Tuhan?" lirih Awan dalam hatinya.
Pak Awan menelpon sahabatnya kalau mereka akan segera tiba di rumahnya.
Di tempat lain Mama Lita dan Pak Agung tengah sibuk mempersiapkan diri mereka juga untuk menyambut kedatangan calon besan yang merupakan sahabatnya itu. Mereka juga sudah siap dengan jamuan untuk keluarga Pak Alam.
Senja yang sedang meratapi nasibnya masih di kamar enggan untuk keluar sejak semalam. Air matanya terus saja mengalir karena ia tidak mau di jodohkan dengan sahabat Papanya karena ia sudah punya pacar dan ia sangat mencintai pacarnya.
Terdengar suara Mama Lita terus memanggilnya dan merayu-rayunya agar mau keluar. Tapi, Senja tetap tidak mau keluar.
Azan telah berkumandang berarti sebentar lagi malam akan tiba. Saat itulah keluarga Pak Alam akan datang. Mereka sudah tampak tidak sabar untuk segera datang dan bertemu calon besan. Lain halnya dengan Awan yang tampak tidak tenang ia tampak murung, mau melawan tiada berdaya kemauan orang tuanya harus dituruti. Tidak lama kemudian, mereka pun telah sampai depan rumah Pak Agung.
"Yah, apa ini benar alamat rumahnya? gimana kalau kita nyasar, kita tidak punya ongkos lagi buat bayar Taksi lho," ujar Mama Andin setengah berbisik pada suaminya.
"Iya, benaran kok ini rumahnya. Ayah gak mungkin salah," sahut Pak Alam menyakinkan istrinya.
"Hah, berlagak seperti orang kaya, ongkos Taksi saja tidak punya gimana sih kalian!" ledek Awan sambil tertawa.
"Hus ... diam kamu Awan!" bentak Mama Andin.
"Ntar kedengaran Pak Agung dan keluarganya bisa malu kita. Asal bicara saja moncongmu itu, Mama sodok baru tau rasa," omel Mama Andin merasa geram pada Awan yang meledek.
Awan menelan liur dan membuang muka malasnya. Ia merasa malu punya ayah dan ibu seorang penipu.
"Permisi, Assalamualaikum Agung ...! kami sudah datang," seru Pak Alam.
Mama Andin tampak tersenyum. Berharap akan segera di bukakan pintu tapi lama mereka menunggu dan telah memanggil bahkan menggedor juga. Tapi, tidak juga di bukakan pintu. Ia pun memasang wajah cemberut dan kecewa.
"Dasar kampungan kalian! gaya orang kaya tapi, tidak tau cara bertamu di rumah orang kaya. Sekeras apapun kalian berteriak tidak akan ada yang mendengar," Awan segera memencet Bel yang terpasang di dinding rumah mewah itu.
Beberapa saat kemudian, seseorang pun membuka pintu untuk mereka.
"Mari silahkan masuk Pak, Buk, Aden," ucap seseorang yang mungkin itu ART di rumah itu, ia mempersilahkan mereka semua masuk.
Mama Andin dan Pak Alam bergandengan tangan mereka mengikuti perempuan setengah baya itu. Mereka di suruh duduk di ruang tamu dulu sambil menunggu Pak Agung dan Bu Lita yang masih di dalam.
"Tuan dan Nyonya masih di dalam Ibu dan Bapak menunggu saja dulu di sini sambil minum," ujar perempuan setengah baya itu. Lupaya di meja sudah tersedia minuman untuk mereka. Mereka pun di suguhkan minuman oleh perempuan setengah baya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
🤗🤗
semangat mak
2023-08-26
0
Suga-ai✓
jujur lah ngapain bohong
2023-08-24
0
💜Bening🍆
jiaahh cm bisa begaya tampilan org kaya tp ttp jiwa asli org biasa ttp gk bisa di tinggal ..🤭
2023-08-24
0