Ucapan itu bagaikan petir yang menyambar Rosalind di siang bolong. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba sang suami berkata seperti itu, bahkan di saat pernikahan mereka terbilang baik-baik saja. Tidak ada masalah berarti di antara keduanya, bertengkar pun tidak.
''Jadi ini alasanmu memintaku datang ke sini?" tanya Rosalind kala itu dengan menahan geram.
Beberapa menit sebelumnya, sang suami menghubungi memintanya untuk datang ke kantor karena ingin membicarakan hal penting. Dia mengira ada masalah serius mengenai perusahaan ternyata masalah seperti ini.
''Ya."
Rosalind mengepalkan tangan kuat disertai rahang mengetat saat mendengar jawaban mantap sang suami. Wanita mana yang rela berbagi suami, hanya wanita bod*h yang mau menerima poligami dengan sukarela.
''Apa kurangnya aku, Arnold? Sampai kau tega melakukan ini. Aku berusaha keras menjadi yang terbaik untukmu. Aku selalu menuruti keinginanmu. Semua milikku telah ‘ku korbankan, tapi ini balasanmu!"
''Kalau begitu aku yang akan mundur. Sampai kapanpun juga aku tidak sudi harus berbagi suami dengan wanita lain," ujar Rosalind.
Dia sudah berdiri untuk beranjak. Namun, langkahnya harus terhenti ketika tanpa sengaja berpapasan dengan seorang wanita muda yang bisa dibilang sangat cantik dengan pakaian yang terkesan seksi, hendak memasuki ruangan suaminya.
''Dia Serena Madison—calon istriku, Ros. Terimalah dia sebagai madumu!" Suara Arnold terdengar santai, tetapi mampu menusuk pendengaran Rosalind.
''Terserah! Aku tidak akan mencampuri urusanmu, Arnold. Aku akan mundur karena aku tidak akan pernah sudi berbagi dengan wanita lain." Rosalind berucap penuh penekanan dengan menatap tajam wanita di depannya.
''Oke, tidak apa-apa. Tapi, jangan salahkan aku! Jika semua asetmu akan ‘ku sita. Kau keluar rumah cukup membawa diri."
Rosalind terbelalak mendengarnya. Sudah tentu, dia tidak akan rela kehilangan semua kemewahan yang didapat. Saat itu pula dia bertekad akan menghancurkan pernikahan suami dan madunya.
Rosalind bisa melihat dengan jelas ketika suaminya menyambut gembira kedatangan wanita itu. Dia bahkan mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh si empunya, lalu membawa wanita itu dalam dekapannya. Kedua insan itu menunjukkan kemesraan selayaknya dunia milik berdua tanpa memikirkan perasaan Rosalind yang merasa tercabik-cabik melihat hal itu.
''Aku harap kelak kalian bisa akur. Tenang saja, aku akan bersikap adil pada kalian."
Amarah Rosalind kembali memuncak ketika mengingat semua itu.
''Satu langkah lagi sumpahku terwujud."
Wanita itu menyeringai sinis. Dia segera meraih ponsel untuk menghubungi sang suami berniat melaporkan kelakuan madunya.
''Arnold, simpananmu menggoda putra kita."
...----------------...
"Serena, keluar kamu!''
"Serena!"
Arnold berteriak seperti orang kesetanan ketika memasuki unit mewah tempat tinggal istri keduanya. Mata yang memerah menunjukkan bahwa pria berusia 50 tahunan itu berada dalam puncak amarah. Dia bahkan membuka kasar setiap pintu ruangan yang ada di unit tersebut. Teriakannya terus menggema ke seluruh ruangan. Namun, dirinya tidak mendapat sahutan sama sekali.
''Serena! Keluar kamu!"
Sedangkan wanita yang dicari tengah berada di dalam kamar mandi, sibuk memanjakan diri dengan berendam air hangat. Aroma terapi yang ia gunakan mampu mengurai penat di kepala akibat masalah yang menimpa. Telinganya pun sengaja disumpal menggunakan headset. Matanya terpejam guna menikmati musik klasik yang didengar.
Arnold terus mencari di setiap sudut ruangan dengan terus berteriak seperti orang gila. Laporan yang didapat dari Rosalind berhasil memantik emosinya. Dia bahkan rela meninggalkan bisnisnya yang bermasalah di negara tetangga, demi mendengar kebenaran berita ini secara langsung.
Tak puas mencari di lantai bawah, pria paruh baya itu bergegas menuju lantai atas menuju kamar pribadi sang istri berada. Arnold memasuki kamar masih dengan amarah yang sama. Dia membuka kasar pintu kamar sambil meneriaki nama Serena. Dia mencari ke semua tempat yang ada di kamar luas itu. Hasilnya masih sama, Arnold tak bisa menemukan keberadaan sang istri. Berbagai prasangka buruk menelusup begitu saja ke dalam pikirannya.
''Kemana kau, Serena?! Awas sampai kau berani macam-macam!"
Netra tuanya melirik pintu kamar mandi yang tertutup. Dengan pelan, dia mendekat ke arah pintu tersebut, lalu menempelkan telinga pada daun pintu untuk mendengar suara-suara yang ada di dalam sana, tetapi nihil. Dia tidak bisa mendengar apapun.
Tangan Arnold tergerak untuk menarik gagang pintu, kemudian membukanya secara perlahan. Dia bisa melihat dengan jelas Serena yang tengah berendam dengan mata terpejam. Bohong, jika dia tidak tertarik untuk tidak menyentuh, tetapi ada masalah yang lebih penting dari sekedar hasrat.
''Sejak tadi aku mencari ternyata kau di sini."
Serena membuka kedua matanya saat mendengar suara berat sang suami. Dia masih belum mempercayai sosok yang beberapa hari lalu meminta izin ke luar negeri untuk urusan bisnis, sekarang berada di hadapannya.
''Hon-honey! Kau sudah pulang?" tanyanya dengan nada terkejut.
''Yeah, it's me. Why are you surprised like that?"
(Ya, ini aku. Kenapa kamu terkejut seperti itu?)
"Nothing, a-aku bahagia kau kembali secepat ini, sebab waktu itu kau bilang sekitar dua mingguan di sana, sedangkan ini baru tiga hari." Serena segera mengubah ekspresi wajahnya sebiasa mungkin.
"Bibirmu sangat manis, Sayang. Akan lebih manis jika tidak berdusta." Arnold berucap pelan penuh penekanan tepat di depan wajah Serena. Tangan kekarnya tergerak mengusap lembut area wajah tanpa polesan itu.
Wanita itu meneguk ludah kasar. Dia takut Arnold mengetahui hubungan gelapnya.
"Ti-tidak! Aku ... Aku bahagia."
''Jangan bohong!"
Arnold mencengkeram rahang sang istri menggunakan satu tangannya. Pancaran matanya menggambarkan amarah yang nyata.
Serena memekik menahan sakit. Tangan yang sejak tadi berada di dalam air seketika keluar berusaha untuk melepaskan tangan sang suami.
''Sakit ... Lepaskan! Apa maksudmu, Honey?" tanyanya merintih dengan suara tertahan.
''Sakit ini tidak sebanding dengan sakit hatiku, Serena Madison." Arnold berteriak seraya menghempaskan kasar wajah itu.
''Apa kurangnya aku? Sampai kau tega berkhianat di belakangku. Apa kemewahan yang kuberi, kurang? Jawab!"
Serena segera bangkit dari bath-up, lalu menyambar kasar bathrobe yang ada di dekatnya.
''Kau bicara apa, Honey? A-aku tidak melakukan apa-apa. Ke-kenapa kau menuduhku seperti itu?" Wanita itu berusaha berkelit demi menghindari amukan pria itu.
Seketika, Arnold melayangkan tatapan tajamnya. Serena masih mengira jika suaminya belum mengetahui mengenai rahasia perselingkuhannya.
''Lalu apa ini?"
Pria itu melempar beberapa lembar foto ke wajah Serena. Matanya terbelalak sempurna berbagai pose kemesraan dirinya dengan Ernest tergambar jelas di foto tersebut, bahkan pose mesra yang berada di atas tempat tidur dengan tubuh tertutup selimut tebal juga ada di sana.
Kini, untuk mengelak pun percuma. Semua bukti sudah ada di tangan suaminya.
''Aku tidak percaya kau bisa semurahan itu. Tega-teganya, kau menggoda putraku yang tidak lain anak tirimu sendiri. Apa semua kemewahan dan ketenaran yang ‘ku janjikan masih kurang, Serena? Jawab!"
"Aku tidak menggodanya! Aku tidak tahu jika itu putramu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Rice Btamban
tetap semangat
2023-06-12
1
Mari ani
aku mampir Kak
2023-06-03
1