Seorang pria tampak merenung menghadap kaca besar yang menyuguhkan hamparan langit luas di luar sana. Berharap hatinya bisa seluas langit tak bertepi untuk menerima kenyataan pahit yang baru diketahui.
Ernest tak pernah menduga jika wanita yang mati-matian dicintai ternyata telah bersuami. Mungkin jika orang lain yang menjadi suami Serena, dia akan memperjuangkan dengan merebut dari suaminya. Akan tetapi, permasalahan tidak sesederhana itu. Suami Serena adalah Arnold Smith—ayah kandungnya, yang itu artinya dia telah menjalin hubungan dengan ibu tirinya sendiri.
Tangan kekarnya mengepal kuat hingga urat-urat biru keunguan tercetak jelas. Rahangnya mengeras dengan tatapan menajam ke depan yang menandakan jika pria itu berada dalam puncak amarah.
''Kenapa kau tidak jujur sejak awal, Serena?"
''Apa kurangnya aku? Semua yang kupunya telah kuberikan padamu, aku mati-matian merubah diri hanya demi kamu. Tapi kenapa justru ini balasanmu?"
Sebelum bertemu dengan Serena, Ernest adalah seorang casanova. Hampir setiap malam dia bertandang ke club malam yang berakhir dengan menghabiskan malam bersama para wanita bayaran. Namun, setelah bertemu Serena, ia tidak lagi mengulangi kebiasaan buruknya. Dia lebih suka menghabiskan malam bersama kekasih hati.
Ya, sejauh itu hubungan mereka. Ernest sering menginap di apartemen kekasihnya. Dia tak pernah curiga, sebab setiap kali bertandang tidak pernah ada gelagat mencurigakan dari sang kekasih.
Serena terlalu cerdik merahasiakan statusnya. Sebagai seorang aktris, dia sangat lihai memainkan peran sebagai wanita lajang. Ketika sang suami berada di tempatnya, Serena selalu beralasan pada Ernest jika ada jadwal syuting keluar kota. Ketika Arnold tidak di tempat atau sedang ada urusan bisnis ke luar kota atau luar negeri, Serena akan meminta Ernest untuk menemani malam-malam dinginnya.
"Kau brengs*k, Serena! Akh!"
Prang!
Prang!
Prang!
Ernest tak bisa lagi menahan amarah terlalu lama, lalu melampiaskan kemarahan pada semua benda yang berada dalam jangkauannya. Bunyi hantaman benda keras terdengar sangat nyaring memenuhi ruangan itu. Nafasnya tampak memburu seperti seseorang yang selesai lari maraton berpuluh-puluh kilometer, tatapannya menajam ke depan bak tatapan mata elang yang tengah mengintai mangsanya.
''Ernest, aku—''
Serena menerobos masuk begitu saja. Namun, ucapannya menggantung saat melihat kondisi ruangan yang seperti kapal pecah.
Wanita itu terkesiap ketika melihat darah segar yang mengucur dari salah satu tangan kekasihnya.
''Ernest, tanganmu berdarah! Biar aku obati." Serena memekik terkejut, kemudian berinisiatif mencari kotak obat di sekitaran ruangan. Namun, kegiatannya terhenti ketika suara berat sang kekasih menginterupsi.
''Mau apa kau kemari?"
Serena seketika berbalik, lalu mendekati pria itu. Ernest yang mengetahui pergerakan wanita itu segera berteriak untuk mencegah.
''Jangan mendekat! Aku tidak sudi didekati wanita murahan sepertimu, bahkan berbagi udara satu ruangan denganmu pun aku tidak sudi."
Wanita itu mematung di tempat, hatinya bagai ditikam belati tajam mendengar hinaan itu. Kaca-kaca di area mata terlihat sangat nyata, sungguh jika berkedip sekali saja bisa dipastikan kristal bening itu akan lolos begitu saja membasahi pipinya.
''Katakan! Untuk apa kau datang kemari? Waktuku tidak banyak untuk meladeni wanita sepertimu," tuntut Ernest dengan nada meninggi
"A-aku minta maaf," ungkap Serena dengan suara bergetar, ''tap-tapi, a-aku bisa jelaskan semuanya. A-aku—''
''Cukup! Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Hubungan kita berakhir sejak malam itu."
Serena tersentak mendengar keputusan sang kekasih. Dia menggeleng kuat sebagai tanda tidak bisa menerima keputusan itu. Hatinya terlanjur terpaut dengan Ernest. Dirinya sudah terbiasa dengan kehadiran pria itu.
''Tidak! Aku tidak bisa menerima. Dengarkan penjelasanku dulu, Ernest! Please...," ucap Serena penuh permohonan.
''Kau ibu tiriku, tidak seharusnya kita menjalani hubungan ini, terlebih hubungan kita terlampau jauh. Ini salah, Rena!''
''Keputusanku sudah bulat! Bersedia atau tidak hubungan kita berakhir." Ernest mengakhiri keputusannya dengan tegas.
Serena menggeleng keras masih belum bisa menerima keputusan itu. Air mata yang sejak tadi berusaha ditahan pada akhirnya luluh juga. Dia bahkan rela merendahkan harga dirinya demi mempertahankan cintanya.
''Tolong, jangan lakukan ini padaku! Aku mencintaimu, Er. Aku menikah dengannya atas sebuah kesepakatan. Dia jarang bersamaku. Dia lebih sering menghabiskan waktu bersama istri tuanya. Aku mohon jangan lakukan ini!" Wanita itu mengiba dengan memeluk lutut sang kekasih.
Ernest yang mendengar semua itu bukan merasa iba, justru semakin muak. Dia berusaha keras melepas belitan tangan Serena. Namun, gagal. Serena justru semakin mengeratkan dekapannya.
''Lepaskan, Rena!''
''Tidak! Sampai kau menarik keputusanmu."
''Medina! Mario! Kemari!'' Ernest berteriak memanggil sekretaris dan asistennya.
Dua orang yang dipanggil tergopoh-gopoh untuk segera menghadap.
''Kami, Tuan," ucap keduanya bersamaan.
''Seret wanita ini, cepat!" teriak Ernest yang tidak bisa lagi menahan kemarahan.
Medina dan Mario segera melepas paksa tangan Serena yang memeluk kaki atasannya, lalu menyeret keluar tanpa memedulikan teriakan wanita itu. Serena berusaha memberontak, tetapi tenaganya tak sebanding dengan tenaga dua orang itu.
''Lepaskan aku!"
''Ernest! Jangan lakukan ini padaku!"
''Ernest! Dengarkan penjelasanku!''
''Aku tidak mencintainya! Aku mencintaimu!"
''Ernest!"
Ernest berusaha sekuat hati untuk mengabaikan teriakan wanita itu, hingga suara tersebut semakin lama semakin terdengar pelan, kemudian hilang ditelan dinding-dinding kokoh.
Sebenarnya, dia tidak tega memerlakukan Serena seperti itu. Dia juga tidak rela hubungan yang sudah terjalin selama hampir satu tahun harus berakhir seperti ini. Akan tetapi, dia harus mengambil keputusan. Hubungan ini salah, hubungan ini menyakiti banyak pihak, terutama ibunya. Sudah cukup sang ibu menderita akibat cinta terlarang sang ayah. Cukup ayahnya saja yang menyakiti, tetapi tidak dengan dirinya.
''Maafkan aku, Rena. Ini jalan terbaik untuk kita."
...----------------...
''Mama dengar wanita itu mendatangimu."
Perkataan Rosalind berhasil menghentikan langkah Ernest yang baru memasuki ruang utama. Dia hanya menghela nafas pelan, tak ada niatan untuk menanggapi sang ibu. Raganya lelah akibat pekerjaan yang menumpuk masih harus ditambah dengan permasalahan hati. Pria itu melenggang begitu saja menuju tangga yang akan membawanya ke kamar.
Rosalind mendengus kesal saat tak mendapat tanggapan apapun dari putranya. Akan tetapi, hatinya merasa puas setelah mendengar kehancuran hubungan Ernest dengan wanita itu.
Wanita paruh baya itu menaruh dendam kesumat pada sosok wanita bernama Serena Madison. Wanita yang telah merebut suaminya. Tentu saja, dia tidak akan tinggal diam, melihat putranya masuk dalam jerat wanita itu.
Seketika ingatannya mengembara pada peristiwa dua tahun lalu ketika Arnold—sang suami mengutarakan niatnya.
''Aku ingin menikah lagi dengan wanita pilihanku. Aku tidak meminta persetujuanmu, tapi memberitahumu. Kau setuju atau tidak, pernikahanku akan tetap terlaksana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Rice Btamban
hrs ht2 SM pelakor
2023-06-12
1