*Darah Pengantin Pendekar (DPP)*
Serangan Kelompok Ular Pembunuh ke pesta pernikahan Rugi Sabuntel tidak hanya membuat para tamu dan warga panik, tetapi juga membuat mempelai lelaki dan para pendekar marah.
Para centeng dan pendekar anak buah Demang Segara Gara segera turun tangan menghadang para penyerang berkuda, yang jumlahnya mungkin sampai dua puluh orang. Namun, Demang Segara Gara tidak memiliki pendekar sebanyak itu. Mereka kalah jumlah.
Ki Robek dan Bendong juga turun tangan sebagai orang berkesaktian. Sementara Rugi Sabuntel sudah berhadapan dengan Ketua Kelompok Ular Pembunuh, Gurat Satria.
“Blikik, jaga ibuku!” teriak Rugi Sabuntel yang memendam kemarahan.
“Baik!” teriak Blikik, lalu menarik gadis selingkuhannya untuk berkumpul bersama Mak June, ibu Rugi Sabuntel.
Sebagai pendekar yang memiliki kehormatan dan harga diri, Rugi Sabuntel wajib marah karena pesta pernikahannya dihancurkan oleh orang-orang yang dia tidak memiliki masalah dengan mereka.
“Hiat!” pekik Rugi Sabuntel sambil melompat maju ke depan kuda yang ditunggangi oleh Gurat Satria sampai ke depan pelaminan.
Baks!
Pukulan telapak tangan kanan Rugi Sabuntel menghantam keras dada kuda, sampai-sampai sang kuda jatuh terduduk ke belakang seperti anak baik. Terduduknya sang kuda membuat Gurat Satria melompat dari kudanya. Sementara si kuda kemudian jatuh tertidur untuk mati dengan tenang.
“Sekarang aku adalah suami Rambati. Walaupun sebelumnya kau adalah kekasih istriku, tidak akan aku biarkan kau membawa milikku dan kalian harus membayar karena telah menghancurkan hari bahagiaku!” seru Rugi Sabuntel yang membuat Rambati tersenyum.
Mendengar kata-kata kelelakian suaminya, Rambati merasa bahagia di dalam hatinya.
“Jika begitu, kau harus mati, Kisanak!” seru Gurat Satria pula.
Lelaki perkasa itu lalu melompat maju ke hadapan Rugi Sabuntel dan pertarungan tangan kosong pun berlangsung sengit.
Rambati hanya berdiri di pelaminan menonton pertarungan serius antara suaminya dan mantan kekasihnya. Dia tidak peduli dengan kondisi yang lain.
Di sisi lain, Ki Robek dikeroyok oleh lima orang pendekar berpedang yang merupakan anggota Kelompok Ular Pembunuh.
Dikeroyok oleh lima orang pendekar berpedang tidak membuat Ki Robek kewalahan. Sebagai pendekar sakti, itu bukan masalah baginya. Namun, kelima pengeroyoknya juga bukan pendekar kebanyakan. Mereka juga sulit ditumbangkan, sehingga pertarungan itu cukup menguras waktu dan harus fokus.
Bendong tidak bernasib baik, dia dikeroyok oleh dua orang pendekar yang tingkat ilmu kanuragannya di atas dirinya.
Dak!
Satu tendangan berhasil menusuk perut Bendong, memaksanya terjajar dua tindak.
Bset!
“Akk!” jerit Bendong saat satu pedang menyusulnya dengn cepat. Meski dia sudah berusaha menghindar, tetapi pinggang kirinya tetap terkena irisan.
Set! Treng!
Sebelum serangan pedang lain datang memburunya, Bendong cepat melesatkan dua bilah pisau terbang kepada lawannya yang hendak maju menyerang lagi.
Namun, dengan tangkas, lawan Bendong menangkis kedua pisau dengan sisi lebar pedang.
Perlu diketahui sebelumnya, Bendong memiliki tangan kiri yang lumpuh, tidak berfungsi. Jadi dia hanya bisa bertarung dengan dua kaki dan satu tangan.
Set! Tseb!
“Aak!” jerit salah satu pengeroyok Bendong saat satu pisau terbang yang berbeda melesat dari samping dan menancap di lengan kanannya.
Kedua lawan Bendong terkejut dan menengok ke samping. Seorang wanita cantik berpakaian pendekar warna merah muda telah berkelebat ke hadapan kedua lelaki berpedang itu. Wanita berusia kepala tiga itu adalah Ageng, salah satu pendekar anak buah Demang Segara Gara. Dia salah satu wanita yang menderita patah hati atas pernikahan Rugi Sabuntel.
Ageng langsung bertarung dua lawan satu. Dan ternyata dia bisa mengimbangi keroyokan itu, apalagi satu lawannya sudah terluka pada tangannya. Bermodalkan dua pisau tebal, Ageng bisa menghadapi pedang kedua lawannya.
Sambil menahan lukanya, Bendong berusaha kembali bertarung dengan tangan kanan yang juga bermodal pisau. Maka, terjadilah duet antara Ageng dan Bendong.
Pertarungan tersebar di beberapa titik.
Demang Segara Gara pun harus bertarung dengan senjata kerisnya. Dia bertarung dalam lindungan Takar Talas, salah satu pendekar andalannya. Mereka berdua dikeroyok oleh tujuh pendekar anggota Kelompok Ular Pembunuh.
Penumpukan pendekar pembunuh itu terjadi karena target bunuh mereka sebenarnya adalah Demang Segara Gara. Pengeroyokan itu membuat sang demang dan Takar Talas terdesak.
Takar Talas yang berani pasang badan sudah menderita luka sayatan dalam waktu yang cepat.
Sementara itu, ibu dan anak, Nyai Demang dan Campani, memilih bersembunyi sambil menangis melihat kondisi Demang Segara Gara.
Nyai Demang melihat di sisi lain, Rugi Sabuntel pun sedang sibuk bertarung. Demikian pula dengan Ki Robek. Para centeng malah berguguran satu demi satu karena memang para penyerang itu bukanlah lawan mereka.
Gurat Satria cukup terkejut mendapati kenyataan bahwa Rugi Sabuntel ternyata lawan yang tangguh.
Bak! Buk!
“Hukh!” keluh Gurat Satria saat satu tendangan kilat Rugi Sabuntel menghantam dadanya, membuatnya terdorong nyaris jatuh.
Namun, Rugi Sabuntel maju dengan cepat dan menghantamkan lagi satu tinju kerasnya yang tadi bisa membunuh seekor kuda. Gurat Satria kali ini jatuh terjengkang. Masih untung dia bisa menahan dengan tenaga dalam tinju Rugi, sehingga tulang-tulang dadanya tidak sampai berpatahan.
Ada rembesan darah yang keluar dari celah bibir Gurat Satria. Luka itupun membuat ketua pembunuh kian marah.
Rambati tersenyum melihat keunggulan Rugi Sabuntel. Namun, senyum yang tertangkap mata oleh Gurat Satria itu, justru sangat menyakitkan sang mantan kekasih.
Gurat Satria yang belum mencabut pedangnya, lalu melakukan gerakan bertenaga dalam tinggi. Tidak berapa lama kemudian, dia mencabut pedangnya dari punggung dengan gerakan yang berat.
Bisa dilihat pamor pedang yang memancarkan sinar hijau dan mengeluarkan garis-garis listrik warna kuning yang liar. Gurat Satria menatap tajam kepada Rugi Sabuntel.
“Pedang Petir Naga,” ucap Rambati tegang. Lalu teriaknya kepada suaminya, “Kakang Rugi, hati-hati dengan pedang itu!”
Rugi Sabuntel yang berdiri menunggu lawannya mencabut secara penuh pedangnya, jadi melirik sejenak kepada istrinya. Dia mengangguk mengiyakan.
“Syukurlah, Rambati mengkhawatirkanku,” ucap Rugi Sabuntel di dalam hati. Ada setitik kebahagiaan di dalam hatinya.
“Heaaa!” teriak Gurat Satria sambil mengangkat tinggi pedangnya yang bersinar hijau dengan jilatan-jilatan listrik warna kuning. Senjata pusaka yang bernama Pedang Petir Naga itu terlihat menyeramkan.
Aura kuat yang disebarkan oleh pedang itu sukses membuat Rugi Sabuntel tegang juga. Tegang itu tidak ada hubungannya dengan malam pertamanya yang terganggu.
Tiba-tiba ada seekor kuda yang datang mendekat ke pelaminan. Kuda yang ditunggangi oleh Toreh itu berhenti di depan Rambati yang berdiri di pelaminan.
“Ayah,” ucap Rambati menyebut.
“Ayo kita pulang!” kata Toreh sambil mengulurkan tangan besarnya kepada Rambati.
“Rambati!” panggil Rugi Sabuntel saat melihat istrinya menyambut tangan Toreh dan melompat naik ke punggung kuda, tepatnya di belakang ayahnya.
Seketika itu juga, hancurlah perasaan Rugi Sabuntel.
“Rambatiii!” teriak Rugi Sabuntel sambil bergerak hendak melompat menggagalkan penculikan Toreh terhadap anaknya.
Zeerrzz!
Namun, Rugi Sabuntel harus menahan langkahnya karena Gurat Satria telah menusukkan pedangnya ke arahnya dari jarak jauh.
Satu sinar hijau panjang yang disertai lidah-lidah listrik sinar kuning melesat menyerang Rugi Sabuntel dari samping. Rugi terpaksa harus menahan gerakannya agar tidak terkena sinar hijau.
Selain meledakkan benda yang dikenai, sinar hijau juga membakar.
“Rambatiii!” teriak Rugi Sabuntel kencang seiring kuda yang membawa istrinya pergi menjauh.
Namun, pada saat itu, Rambati menengok ke belakang dan tersenyum kepada suaminya yang sedang dilanda broken heart.
Untuk mencegah Rugi Sabuntel mengejar Toreh yang membawa putrinya meninggalkan tempat itu, Gurat Satria merangsek maju menyerang Rugi Sabuntel dengan tebasan-tebasan pedangnya.
Rugi Sabuntel diserang dengan permainan pedang yang cepat, selain bermaksud membunuh, juga agar pendekar gendut itu tidak berkesempatan kabur.
Pedang pusaka yang bersinar dan mengandung listrik, membuat Rugi Sabuntel tidak bisa berbuat banyak selain menghindar dengan kecepatan gerak yang tinggi. Dia tidak mau ambil risiko yang nantinya justru mencelakainya.
“Aaa...!”
Tiba-tiba terdengar suara jeritan histeris wanita dari sisi teras rumah Demang Segara Gara. Itu adalah jeritan dan raungan tangis Nyai Demang.
“Ayaaah!” teriak kencang Campani pula, tapi tidak jelas terlihat oleh Rugi Sabuntel.
Rugi Sabuntel cepat melompat mundur saat sabetan pedang bersinar hijau mengincar lehernya. Gurat Satria cepat mengejar Rugi Sabuntel. Dia sangat ingin pendekar gendut itu mati.
“Ketua! Demang sudah mati! Munduuur!” teriak Gamak Pera dari sisi luar pusat pesta yang sudah berantakan.
Mendengar teriakan itu, Gurat Satria cepat berpikir dan memutuskan sikap. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Idrus Salam
Ketika dihadapkan dengan pertarungan yang bersenjatakan pusaka, Rugi Sabuntel nampak keteteran. Rugi harus punya "piandel" senjata yang dapat melindungi dan menambah kesaktiannya.
2024-12-28
0
Elisabeth Ratna Susanti
seru banget padahal masih di bab2 awal 😍
2023-09-16
0
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT
rambati di bawa ayahnya. apa rugi bisa menemukannya nanti
2023-08-31
1