DPP 2: Di Mana Rambati

*Darah Pengantin Pendekar (DPP)*

 

Setelah meninggalkan kediaman rumah Adipati Bawel Semara dengan membawa sebuah misi yang sudah dibayar separuh harga, Gurat Satria, Toreh, Gamak Pera, dan Kin Anti langsung menuju pulang.

Setelah berkuda cukup jauh, tibalah keempat pemimpin Kelompok Ular Pembunuh di sebuah kawasan hutan, tapi ada sebuah permukiman mewah di dalamnya.

Disebut mewah karena rumah-rumah panggungnya yang terbuat dari kayu, memiliki gaya ornamen seni dengan banyaknya ukiran-ukiran pada tiang, pintu, dinding hingga tangga yang rata-rata setinggi dada.

Banyak pula karya-karya pahatan patung kayu berseni yang menjadi hiasan-hiasan di depan hingga dalam rumah. Saking tingginya jiwa seni si pemahat, batang-batang pohon besar yang masih tumbuh di sekitar juga dipahati demi mengindahkan perkampungan dalam hutan itu.

Jumlah rumah yang tersedia di lingkungan itu sebanyak bisa menampung empat puluhan orang plus anak-anak kecil.

Kampung itu diberi nama Kampung Ular. Diberi nama itu karena yang tinggal di kampung tengah hutan tersebut adalah anggota Kelompok Ular Pembunuh dan anak istrinya. Namun, bukan berarti kampung itu banyak ularnya, perkara ular sama dengan tempat yang lain pada bagian hutan. Ular-ular adalah bagian dari habitat hutan, bukan ular yang dipelihara.

Gurat Satria dan ketiga rekannya akhirnya memasuki gapura kampung yang besar dan terbuat dari kayu kokoh berukir indah dengan selera seni yang tinggi.

“Ketua pulang! Ketua pulang!” teriak seorang warga sambil menjulurkan wajahnya ke utara, timur dan barat saat berteriak memberi kabar bagi orang sekampung.

Teriakan itu ternyata sukses membuat warga bermunculan. Semua kaum lelaki dewasanya dan sebagian kaum wanitanya berpakaian ala-ala pendekar.

Beberapa warga segera menyambut memegang tali kendali pada kepala kuda dan menuntunnya.

Orang yang lebih dulu turun dari kuda adalah Kin Anti. Wanita itu berjalan cepat kepada seorang pemuda tampan yang usianya bahkan lebih muda dari Gamak Pera, yakni dua puluh tiga tahun. Meski si pemuda jauh lebih muda, tetapi itu adalah suami Kin Anti. Sepertinya wanita itu suka dengan berondong mengkel.

Kin Anti dan suaminya yang bernama Janur Wilis berpelukan sebagai pelepas rindu, tapi tidak berciuman. Keduanya masih memiliki rasa malu karena disaksikan banyak orang. Namun, setelah berpelukan, dengan senyum yang selalu mengembang, mereka pergi dan masuk ke sebuah rumah. Di dalam sana, semuanya pun dilepas, tidak peduli bahwa si wanita dalam kondisi bau kecut setelah perjalanan jauh.

Sementara Gamak Pera disambut oleh seorang gadis yang cantik. Yaaa, pokoknya cantik. Titik. Jangan protes kalau gadis itu cantik. Status hubungan keduanya baru ikatan tanpa dokumen alias hubungan kekasih.

Sementara Toreh, seharusnya dia disambut oleh putri gadisnya yang bernama Rambati. Namun, gadis cantik yang menjadi kembangnya Kampung Ular tersebut tidak terlihat daun telinganya. Karena itulah, Toreh mencari-cari keberadaan putrinya yang berujung dengan tanda tanya.

Perasaan yang sama dialami oleh Gurat Satria. Seharusnya dia disambut oleh Rambati, putrinya Toreh karena gadis itu adalah kekasihnya.

“Ke mana Rambati, Kakang?” tanya Gurat Satria.

“Aku juga tidak tahu,” jawab Toreh yang sudah turun dari kuda dan membiarkan kudanya dibawa oleh seorang anggota Kelompok Ular Pembunuh.

“Rambati sudah beberapa hari ini pergi dan belum kembali,” kata seorang lelaki seusia Gurat Satria. Lelaki berambut pendek berikat kepala putih itu menyandang pedang di pinggang kanan. Dia salah satu tokoh dalam kelompok tersebut. Dia bernama Ronggolate.

“Ke mana?” tanya Toreh.

“Menonton pertandingan pendekar di Kademangan Butogilo,” jawab Ronggolate.

“Ada-ada saja, padahal besok pagi kita akan pergi menyerang ke Kademangan Butogilo,” kata Toreh.

Gurat Satria memberikan peti uang yang berat kepada Ronggolate yang menahan dengan kedua tangannya.

“Bagikan dan beri tahu bahwa besok pagi kita akan menyerang ke Kademangan Butogilo!” kata Gurat Satria.

“Baik,” ucap Ronggolate.

“Panggilkan Candara untuk mengurut-urutku. Aku perlu melenturkan otot sebelum pekerjaan besok,” kata Gurat Satria.

“Baik,” ucap Ronggolate.

Lelaki itu lalu pergi dengan membawa peti berisi uang. Toreh berjalan mengiringi Ronggolate.

“Jadi Rambati pergi ke Kademangan Butogilo sudah beberapa hari dan tidak pulang-pulang?” tanya Toreh lagi. Sebagai orangtua tunggal dari putrinya jelas Toreh merasa khawatir, meski putrinya itu tergolong pendekar wanita sakti.

“Iya, sudah hampir sepekan,” jawab Ronggolate. “Tapi Kulum Ratih sudah menyusulnya dua hari yang lalu ke sana.”

“Tidak biasanya dia pergi-pergi seperti itu,” ucap Toreh.

“Sebelumnya dia pernah pergi ke Kademangan Butogilo juga, tapi hanya sehari. Sepertinya ada yang dia sembunyikan. Karenanya aku menyuruh Kulum Ratih untuk menyusulnya,” kata Ronggolate. “Kenapa Rok Gebrak dan Rok Gandir tidak pulang bersama kalian, Kakang?”

“Mereka akan menyusul dengan mengawal harta yang kita dapat dari Kerajaan Kutan. Kita harus menunggu Menteri Gewodadi menyiapkan pembayaran kita, sedangkan kami harus segera memenuhi panggilan Adipati Bawel Semara. Jadi kami pulang lebih dulu dan mereka berdua yang akan mengawal harta kita,” jelas Toreh.

“Apakah bayaran ini sudah semuanya?” tanya Ronggolate.

“Ini baru separuhnya,” jawab Toreh.

Ternyata di belakang mereka berdua ada banyak warga atau anggota kelompok yang mengikuti dengan sabar, bahkan anak-anak. Itu biasa terjadi jika Ronggolate sedang membawa sesuatu yang diduga uang banyak.

Hingga akhirnya, Ronggolate berhenti dan naik di sebuah panggung papan beratap seperti sebuah gazebo sederhana tanpa dinding. Tiang panggung itu penuh oleh ukiran indah. Di situ Ronggolate naik dan meletakkan peti kayunya.

Sementara Toreh sudah pergi pulang ke rumahnya.

Warga Kampung UIar berkerumun seperti warga yang ingin berebut mendapatkan pembagian santunan orang miskin. Namun, tidak ada dorong-dorongan atau desak-desakan. Meski berkerumun, tetapi tenang dan tertib, juga tidak berisik. Karena hal seperti itu sudah biasa bagi mereka, yaitu pembagian kepeng.

Sreert!

Ronggolate menuangkan semua kepeng yang ada di dalam peti kayu di lantai papan.

“Waaah! Hahaha!” pukau para warga Kampung Ular itu lalu tertawa senang berjemaah.

Kelompok Ular Pembunuh merupakan komunitas yang unik. Meski mereka kelompok pembunuh bayaran, tetapi mereka memiliki kekuatan sosial yang tinggi. Harta hasil dari kerja membunuh orang itu tidak dimonopoli oleh ketua atau tokoh-tokoh dalam kelompok, tetapi dibagi untuk semua, baik yang pembunuh atau sekedar pelengkap di Kampung Ular. Namun, jika ada lebih sekepeng dua kepeng bagi pemimpin atau yang bekerja membunuh, bisa dimaklumi dan hal yang wajar.

Rasa saling percaya kepada sesama anggota kelompok tinggi. Karenanya, tidak ada yang menaruh curiga jika hanya ada dua anggota yang ditugaskan mengawal harta pembayaran jasa membunuh. Itu karena tingginya rasa percaya mereka. Meski demikian, hukuman bagi seorang pengkhianat tidak ada toleransi, yaitu hukuman mati tanpa pandang bulu.

Dua orang anggota ikut naik membantu Ronggolate untuk menghitung kepeng. Satu per satu warga dibagikan sejumlah kepeng. Mereka menerima dengan suka hati. Namun, meski sudah dapat, mereka tidak langsung pergi. Itu karena sering ada putaran kedua. Meski tidak dicatat atau ditandai yang sudah menerima, tidak ada yang berani berlaku curang dalam menerima pembagian.

“Candara, setelah ini, Ketua minta diurut,” ujar Ronggolate kepada seorang wanita muda berwajah cantik yang diberinya segenggam kepeng.

“Baik,” jawab wanita berusia kepala tiga minus dua tahun itu.

Candara dipanggil untuk mengurut Gurat Satria bukan karena dia cantik, tetapi karena dia memang berkeahlian dalam hal itu.

Drap drap drap!

Di saat itu, ada seekor kuda yang berlari memasuki Kampung Ular. Orang yang menungganginya adalah seorang perempuan berusia kepala tiga lebih tiga tahun. Dia menyandang pedang di punggungnya. Wajahnya akan mudah diingat karena satu alis kirinya putus di tengah. Entah apa penyebabnya?

Karena warga sedang sibuk urusan pembagian jatah kepeng, tidak ada orang yang mempedulikan kedatangannya karena dia juga orang Kampung Ular.

Wanita itu menghentikan kudanya di depan sebuah rumah karena dia melihat tanda bahwa Ketua sudah pulang dari Kerajaan Pajangan.

“Kakang Toreh! Apakah kau di dalam?” teriak wanita itu di depan pintu yang terbuka.

“Ya!” sahut Toreh dari dalam.

Tidak berapa lama, dari dalam rumah keluar Toreh dengan tubuh bertelanjang dada, tapi sudah bersih dari keringat dan wajahnya pun sudah cerah. Sepertinya Toreh baru saja membersihkan wajahnya dengan sabun wajah khusus bapak-bapak. Dia memang seorang duda, jadi tidak ada istri yang bisa disuruh untuk mencucikan wajahnya.

“Kau sudah pulang, Kulum Ratih. Di mana Rambati?” tanya Toreh langsung menanyakan putrinya.

Kulum Ratih adalah orang yang katanya pergi menyusul Rambati ke Kademangan Butogilo.

“Rambati hari ini menikah dengan seorang pendekar di Kademangan Butogilo,” jawab Kulum Ratih.

“Apa?!” pekik Toreh, serius terkejut. (RH)

Terpopuler

Comments

🍒⃞⃟•§¢•🎀CantikaSaviraᴳᴿ🐅

🍒⃞⃟•§¢•🎀CantikaSaviraᴳᴿ🐅

seorang pembunuh tapi masih mempunyai jiwa sosial🤧

2024-03-30

0

ˢ⍣⃟ₛ Sergio Barca Sjrozn

ˢ⍣⃟ₛ Sergio Barca Sjrozn

waduhh, ternyata nikahh

2024-03-27

1

ˢ⍣⃟ₛ Sergio Barca Sjrozn

ˢ⍣⃟ₛ Sergio Barca Sjrozn

gembading y om🤣🤣

2024-03-27

0

lihat semua
Episodes
1 DPP 1: Kelompok Ular Pembunuh
2 DPP 2: Di Mana Rambati
3 DPP 3: Pernikahan Rugi Sabuntel
4 DPP 4: Pesta yang Hancur
5 DPP 5: Duka Keluarga Demang
6 DPP 6: Pembicaraan Enam Mata
7 DPP 7: Pilihan Rambati
8 DPP 8: Pusaka Untuk Rugi
9 DPP 9: Identitas Nyi Unyu
10 DPP 10: Wasiat Demang
11 DPP 11: Rencana Licik Adipati
12 DPP 12: Pertarungan Pinggir Rawa
13 DPP 13: Telapak Lahar VS Tapak Jejak
14 DPP 14: Menyiksa Musuh
15 DPP 15: Dua Rok
16 DPP 16: Jajal Keris Pusaka
17 DPP 17: Membunuh Dua Rok
18 DPP 18: Tawaran untuk Karani
19 DPP 19: Geger di Kampung Ular
20 DPP 20: Tawar-menawar
21 DPP 21: Pertarungan Awal
22 DPP 22: Rugi-Rambati Bersatu
23 DPP 23: Mengeroyok Rugi
24 DPP 24: Pendaratan Dewa Goyang
25 DPP 25: Adu Dua Pusaka
26 DPP 26: Perawatan Nyi Unyu
27 DPP 27: Di Gubuk Reot
28 DPP 28: Membakar Gudang Jagung
29 DPP 29: Pengakuan Pembakar Gudang
30 DPP 30: Penjelasan Rambati
31 DPP 31: Lepas Rindu
32 DPP 32: Dendam Gura Kawini
33 DPP 33: Bertarung Sampai Mati
34 DPP 34: Tangis Sang Pendekar
35 DPP 35: Hukuman Kupu-Kupu Petir
36 DPP 36: Lilis Angir Selingkuh
37 DPP 37: Rencana Adipati Bawel
38 DPP 38: Kabar Duka
39 DPP 39: Pasukan Kadipaten Menyerang
40 DPP 40: Mengalahkan Penyerang
41 DPP 41: Bersiap Berangkat
42 DPP 42: Adipati Marah-Marah
43 DPP 43: Pilihan Adipati Bawel
44 DPP 44: Janda Rasa Gadis
45 Rilis versi video
Episodes

Updated 45 Episodes

1
DPP 1: Kelompok Ular Pembunuh
2
DPP 2: Di Mana Rambati
3
DPP 3: Pernikahan Rugi Sabuntel
4
DPP 4: Pesta yang Hancur
5
DPP 5: Duka Keluarga Demang
6
DPP 6: Pembicaraan Enam Mata
7
DPP 7: Pilihan Rambati
8
DPP 8: Pusaka Untuk Rugi
9
DPP 9: Identitas Nyi Unyu
10
DPP 10: Wasiat Demang
11
DPP 11: Rencana Licik Adipati
12
DPP 12: Pertarungan Pinggir Rawa
13
DPP 13: Telapak Lahar VS Tapak Jejak
14
DPP 14: Menyiksa Musuh
15
DPP 15: Dua Rok
16
DPP 16: Jajal Keris Pusaka
17
DPP 17: Membunuh Dua Rok
18
DPP 18: Tawaran untuk Karani
19
DPP 19: Geger di Kampung Ular
20
DPP 20: Tawar-menawar
21
DPP 21: Pertarungan Awal
22
DPP 22: Rugi-Rambati Bersatu
23
DPP 23: Mengeroyok Rugi
24
DPP 24: Pendaratan Dewa Goyang
25
DPP 25: Adu Dua Pusaka
26
DPP 26: Perawatan Nyi Unyu
27
DPP 27: Di Gubuk Reot
28
DPP 28: Membakar Gudang Jagung
29
DPP 29: Pengakuan Pembakar Gudang
30
DPP 30: Penjelasan Rambati
31
DPP 31: Lepas Rindu
32
DPP 32: Dendam Gura Kawini
33
DPP 33: Bertarung Sampai Mati
34
DPP 34: Tangis Sang Pendekar
35
DPP 35: Hukuman Kupu-Kupu Petir
36
DPP 36: Lilis Angir Selingkuh
37
DPP 37: Rencana Adipati Bawel
38
DPP 38: Kabar Duka
39
DPP 39: Pasukan Kadipaten Menyerang
40
DPP 40: Mengalahkan Penyerang
41
DPP 41: Bersiap Berangkat
42
DPP 42: Adipati Marah-Marah
43
DPP 43: Pilihan Adipati Bawel
44
DPP 44: Janda Rasa Gadis
45
Rilis versi video

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!