*Darah Pengantin Pendekar (DPP)*
Gurat Satria memutuskan untuk mundur. Niatnya untuk membunuh Rugi Sabuntel harus dia batalkan, toh tujuan utama membunuh Demang Segara Gara sudah tercapai dan Rambati sudah dibawa pulang oleh Toreh.
Para pendekar anggota Kelompok Ular Pembunuh semuanya bergerak mundur, termasuk mereka yang terluka. Mereka menaiki kuda-kudanya kembali dan meninggalkan tempat pesta pernikahan itu.
Gurat Satria berkelebat mundur. Rugi Sabuntel yang diliputi kemarahan, cepat berlari mengejar lalu melompat dan berlari di udara.
Namun, anggota pembunuh yang bernama Ronggolate telah memberi tumpangan kuda bagi Gurat Satria.
“Rugiii!” teriak Nyai Demang histeris.
Panggilan itu membuat Rugi Sabuntel menghentikan pengejarannya. Dia menengok ke arah teras rumah Demang Segara Gara. Tangisan Nyai Demang dan Campani yang histeris menunjukkan bahwa sesuatu telah terjadi terhadap Demang Segara Gara.
Sangat jelas tadi Rugi mendengar teriakan salah satu dari pengacau itu bahwa Demang sudah dibunuh.
Rugi pun memutuskan untuk memastikan keadaan demang baik hati itu. Toh Rambati tidak akan celaka di tangan orang-orang yang dikenalnya. Mungkin kondisi yang paling buruk adalah Rambati dinikahi paksa oleh mantan kekasihnya. Memastikan kondisi Demang Segara Gara dan istrinya jauh lebih penting saat ini. Itu menurut pikiran Rugi Sabuntel.
Rugi Sabuntel segera berlari ke teras rumah. Setibanya di sana, dia melihat Campani menangisi mayat lelaki yang bersimbah darah karena menderita dua tusukan pedang yang dalam.
“Ayaaah!” ratap Campani menangisi ayahnya.
Ya, Demang Segara Gara telah tewas dibunuh.
Sementara Nyai Demang menangis meraung duduk memegangi tiang rumah. Dia tidak kuasa mendekati mayat suaminya. Perasaan dan semua persendiannya terasa lemas. Namun, ketika Nyai Demang melihat Rugi yang tadi dipanggilnya dengan kencang telah tiba di tempat itu, dia segera bangun berdiri.
“Rugiii!” sebut Nyai Demang yang bersimbah air mata sambil menghamburkan diri kepada Rugi Sabuntel yang masih berpakaian pengantin.
Rugi Sabuntel terkejut, tapi tidak bisa menolak pelukan berderai air mata dari majikan perempuannya. Nyai Demang benar-benar memeluk erat Rugi sambil meluapkan tangisannya.
Rugi Sabuntel dengan canggung sedikit balas memeluk wanita cantik bertubuh harum itu, bahkan menepak-nepak halus bahunya agar bisa merasa sedikit lebih nyaman. Entah, dia senang atau ikut sedih?
Pemandangan itu jelas terlihat tidak pantas. Seharusnya Nyai Demang meratap sambil memeluk mayat suaminya, sebagaimana yang dilakukan oleh putrinya. Namun, orang-orang yang melihat mencoba memaklumi keguncangan hati dan jiwa yang dialami oleh Nyai Demang.
Tidak jauh dari mayat Demang Segara Gara, ada pula mayat Takar Talas, pelindung sang demang. Dia mati dalam kondisi lebih mengenaskan.
“Rugiii! Gusti Demang mati dibunuh. Hiks hik hiks!” ratap Nyai Demang.
“Iya, Nyai. Aku melihatnya,” ucap Rugi Sabuntel sambil memandang kepada gurunya dan warga yang kini berkumpul karena para pembunuh itu sudah pergi.
“Kau harus selalu ada di dekatku, Rugi. Aku takut dibunuh juga,” kata Nyai Demang.
“Iya, Nyai. Aku akan selalu di dekat Nyai dan akan melindungi Nyai,” kata Rugi Sabuntel demi membuat tenang wanita jelita itu. “Sekarang, mari kita urus Gusti Demang agar bisa dikuburkan dengan baik.”
“Iya,” ucap Nyai Demang.
Ageng yang memendam rasa cemburu melihat Rugi dipeluk lama oleh Nyai Demang, menghampiri majikannya.
“Nyai,” sebut Ageng.
Nyai Demang yang masih terisak menoleh kepada Ageng.
“Mari, biar aku antar Nyai Demang istirahat di kamar,” ajak Ageng.
Nyai Demang bersedia diantar ke kamar, tetapi Rugi Sabuntel harus ikut dengan dalih bahwa Nyai Demang takut dibunuh oleh seseorang.
Mau tidak mau, Rugi Sabuntel menurut, meski hatinya tidak tenang karena istrinya pergi dan menghilang. Hal yang paling mengganggu pikiran Rugi adalah senyuman yang diperlihatkan Rambati kepadanya. Dia tidak tahu makna dari senyum itu. Namun, seolah-olah itu senyuman kebahagiaan karena telah lepas dari Rugi.
Rugi tidak mau meyakini itu karena sebelumnya Rambati menunjukkan rasa peduli kepadanya.
Campani pun dibujuk agar mau melepas jenazah ayahnya.
Bukan hanya Demang Segara Gara dan Takar Talas yang mati dibunuh, tetapi ada lebih sepuluh centeng yang juga tewas. Pendekar anak buah Demang tinggallah Ageng yang masih hidup dan beberapa centeng yang terluka.
Pernikahan Rugi Sabuntel yang seharusnya membahagiakan semua orang, dalam sekejap berubah menjadi rumah duka.
Jenazah Demang Segara Gara dan centeng-centengnya kemudian diurus agar malam itu bisa dimakamkan secepatnya.
Setelah korban pembunuhan dikebumikan malam-malam, berkumpullah Ki Robek, Rugi Sabuntel, Nyai Demang, Campani, Ageng, Bendong, dan Kepala Desa Buangbiang Ki Bengal. Blikik, sahabat Rugi, pulang lebih dulu bersama selingkuhannya ke Desa Buangsetan. Ibu dan kakek Rugi ikut Blikik pulang karena satu desa.
“Apa?!” pekik Nyai Demang terkejut saat mendengar bahwa kelompok penyerang itu ternyata orang-orang yang dikenal oleh Rambati alias Pengantin Bersuami.
Masih jelas sisa-sisa tangisan di wajah cantik Nyai Demang yang kini tanpa make up.
“Berarti Rambati yang menjadi menyebab serangan ini?” tanya Nyai Demang kepada Ki Robek dan Rugi Sabuntel.
“Bukan, Nyai. Aku sangat yakin bahwa orang-orang itu datang memang bermaksud membunuh Gusti Demang. Aku mendengar sendiri, setelah mereka membunuh Gusti Demang, mereka segera mundur,” bantah Rugi Sabuntel.
“Ayahku orang baik, tapi kenapa mereka tega membunuhnya, Ki?” tanya Campani dengan suara serak, masih menyisakan kesedihan mendalam.
“Yang jelas, aku tidak tahu-menahu tentang konflik apa yang dialami oleh Gusti Demang. Tentunya Nyai Demang dan Nak Campani yang lebih tahu. Atau mungkin Ki Bengal tahu sesuatu?” kata Ki Robek yang kebanyakan waktunya habis di dalam hutan, jadi tidak banyak tahu tentang informasi perkembangan dunia luar.
“Yang aku tahu hanya tentang siapa adanya para penyerang itu. Mereka adalah Kelompok Ular Pembunuh. Mereka itu kelompok pembunuh bayaran yang sudah ternama,” kata Ki Bengal.
“Benar. Mereka adalah Kelompok Ular Pembunuh yang dipimpin oleh Gurat Satria, pendekar yang terkenal memiliki Pedang Petir Naga. Orang yang bertarung dengan Rugi adalah Gurat Satria,” kata Ageng.
“Aku sebenarnya bisa menghadapi orang itu. Namun, aku begitu mewaspadai pedangnya yang sangat berbahaya,” kata Rugi Sabuntel.
“Aku tahu tentang Pedang Petir Naga. Dulu, pedang itu adalah milik pendekar yang bernama Dang Dangga dari Jurang Naga Angin,” kata Ki Robek.
“Pendekar Dang Dangga sudah lama mati, Ki,” kata Ageng.
“Oooh.” Ki Robek hanya manggut-manggut.
“Jika mereka adalah kelompok pembunuh bayaran, itu berarti orang yang membayar mereka adalah orang yang sangat kaya,” kata Bendong yang lukanya sudah ditangani oleh tabib.
“Tapi siapa?” tanya Nyai Demang.
“Jika Nyai Demang tidak tahu, hanya ada satu cara untuk mengetahui siapa yang membayar mereka, yaitu bertanya langsung kepada para pembunuh itu,” kata Rugi Sabuntel. “Selagi kita tidak memiliki petunjuk, kita hanya bisa menduga-duga.”
“Lalu apa yang ingin kau lakukan, Rugi?” tanya sang guru.
“Aku harus mengambil kembali istriku, Guru. Rambati sudah menjadi istriku,” tandas Rugi.
“Lalu bagaimana denganku, Rugi?” tanya Nyai Demang yang membuar Rugi dan yang lainnya terdiam. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
keren 😍
2023-09-16
0
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT
Bagaimana gimana Nyai.. Rugi ya wajib mwncari istrinya lah..jdi tdk berhak melarangnya
2023-09-07
1
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT
nya Demang sedang berduka,sngat tdk pantas kalau dia nempel terus sm Rugi.. ingat Nyai km baru saja kehilangan suami
2023-09-07
1