Jenson mengambil sebutir bola kaca berwarna biru dan melempar-lemparkannya di tangannya,bola itu terasa dingin dan mulus, dan harganya beberapa ratus juta mungkin. “Bukan itu yang diinginkan Kakek.”
Sambil mendengus, Rachel merebut bola itu dari tangan Jenson.
“Dia ingin kita menikah dan hidup bahagia selamanya,“ ucap Jenson.
“Tapi aku bukan seseorang yang berani berjuang hingga mati. Lagi pula, bukankah kau sudah bertunangan dengan seorang gadis penari berambut pirang?” tanya Rachel.
Jenson merebut kembali bola itu dari tangan Rachel. “Untuk seseorang yang suka menatap layar kaca televisi kau tidak memiliki intelektualitas terhadap gosip-gosip murahan yang beredar.”
“Aku mengikuti semua gosip-gosip selebristis tanah air,” kata Rachel dengan nada yang berlebihan hingga membuat Jenson tertawa.
“Baiklah, Rachel. Mari kita letakkan dulu ego kita untuk beberapa saat.” Ia menaruh bola itu di tempatnya kemudian, memasuka tangannya di saku. Mungkin jika berkonsentrasi penuh, mereka bisa berbincang-bincang secara beradab selama beberapa menit. “Aku sedang tidak bertunangan dengan siapa-siapa, tapi menikah denganmu bukanlah sesuatu yang aku inginkan juga. Tapi ini hanya enam bulan, Hel. Kita bisa membuat kontrak pernikahan, dan tinggal bersama selama enam bulan di bawah atap yang sama.”
Saat Rachel mengamati Jenson, sebersit kekecewaan menjalarinya terhadap ungkapan 'perjanjian pernikahan' yang di lontarkan oleh Jenson. “Jadi, kau benar-benar menginginkan uangnya seratus lima puluh miliar itu?”
Jenson mundur dua langkah dengan marah sebelum berhasil mengendalikan dirinya sendiri. “Terserah kau mau berpikir apa tentang aku.” Ia mengatakannya dengan begitu lembut, seolah-olah hal itu tak penting baginya. Anehnya, suara lembut itu malah membuat dada Rachel berdetak.
“Kau tak menginginkan uangnya, baiklah. Sekarang kesampingkan masalah itu dulu. Apa kau akan diam saja menyaksikan rumah ini jatuh ke tangan keluarga kita? Kakek mencintai tempat ini dan semua yang ada di dalamnya. Selama ini kupikir kau juga begitu," ucap Jenson.
“Memang.” Yang lain akan menjualnya, Rachel mengakui akan hal itu. Tak ada seorang pun di perpustakaan itu yang tidak ingin mengajukan rumah itu ke bursa jualbeli dan mendapatkan uang tunainya. Itu akan menimbulkan kerugian bagi dirinya. Semua kamar konyol dan sok pamernya, lorong-lorongnya yang tak lazim. Kakek Robert mungkin sudah pergi, tapi ia meninggalkan rumah itu bagaikan sebatang wortel yang menjuntai, dan ia masih memegang batangnya.
“Dia masih tetap berusaha mengatur hidup kita,” ucap Rachel.
“Kau merasa aneh?” Jenson mengangkat sebelah alisnya.
“Tidak,” Rachel menoleh sambil setengah tertawa.
Perlahan-lahan gadis itu melangkah menyusuri ruangan, sementara sinar matahari menyusup melalui kaca jendela berbentuk wajik dan menerangi rambutnya. Jenson mengamatinya penuh kekaguman. Rachel tampak luar biasa di layar kaca, Jenson selalu berpikir begitu. Warna kulitnya, postur tubuh indahnya, dan rambut merah manyala itu akan kelihatan menonjol di layar kaca sementara di dunia nyata malah kelihatan berlebihan. Jenson sering bertanya-tanya mengapa Rachel tak melakukan sesuatu untuk meluruskan dan mengganti warna rambutnya.
Saat ini Jenson tak tertarik pada satu pun dari semua itu ia cuma tertarik pada apa yang ada di benak Rachel. Jenson sama sekali tak peduli soal uangnya, tapi ia tidak akan diam dan menyaksikan semua yang telah dimiliki dan dibangun oleh Kakeknya runtuh begitu saja. Kalau ia diharuskan bermain kasar dengan Rachel, ia akan melakukannya. Ia akan menggotong Rachel ke Gereja untukmpemberkatan pernikahan dan membawanya tinggal bersamanya.
“Miliaran.” Rachel bergidik memikirkan hal itu. Uang sebanyak itu cuma akan membuatnya sakit kepala, ia yakin itu. Saham-saham, surat-surat obligasi para akuntan, dana-dana perwalian, perlindungan pajak, itu hanya akan membuatnya repot. Ia memilih kehidupan yang lebih sederhana.
Ia tidak perlu harus cemas soal uang, dan keadaan seperti itulah yang disukainya. Di atas atau di bawah tingkat penghasilan tertentu, tak terdapat apa pun kecuali kekhawatiran. Tapi jika kau menemukan suatu dataran tinggi yang stabil dan menyenangkan, kau hanya tinggal menjelajahinya saja, dan ia sudah nyaris menemukannya.
Benar, bagian yang diperuntukkan baginya dapat menolongnya secara profesional dan luar biasa. Dengan penopang yang cukup kokoh, ia bisa mendapatkan kebebasan artistik yang diinginkannya serta melanjutkan gaya hidup yang kini menyebabkan rekening banknya agak cekak.
Meski karyanya artistiknya sudah diberi ulasan bagus oleh para kritikus, namun hal itu tidak akan membantunya untuk bisa membayar uang sewa. Banyak orang menganngap karnya amat tidak konvensional. Kenyataannya, ia sering harus menciptakan desain yang lebih sesuai dengan tuntutan pasar untuk membuat dapurnya tetap mengepul. Dengan lima atau enam puluh juta untuk menyokong hidupnya, ia bisa…
Marah pada dirinya sendiri, Rachel berupaya menyingkirkan pikirannya itu. Aku harus berpikir seperti Jenson, putusnya. Aku lebih memilih mati saja. Jenson berkhianat, menyia-nyiakan semua bakat yang dimilikinya demi sebuah kesempatan besar, sepertinya siap menjadikan keadaan ini menguntungkan bagi keadaan keuangannya. Rachel akan memikirkan hal-hal lain. Pertama-tama, ia akan memikirkan kakek Robert.
Ia melihat keseluruhan bagan ini sebagai sebuah masalah yang simpang siur. Sungguh mirip dengan Kakeknya. Seperti sebuah pertandingan catur, kini ia harus mempertimbangkan langkah-langkah yang akan diambilnya.
Ia tak pernah tinggal bersama seorang pria, dengan tujuan tertentu. Rachel senang melakukan segala sesuatunya sesuai dengan ritmenya sendiri. Diharuskan berbagi barang cukup berat baginya, tapi berbagi ruang membuatnya lebih keberatan lagi. Kalau ia menyetujuinya, itu akan menjadi kelonggaran yang pertama.
Lalu ada kenyataan bahwa Jenson adalah pria menarik, cukup menarik untuk membuatnya bimbang jika saja pria itu tak membuatnya merasa sebal seperti sekarang. Menjengkelkan dan mudah jengkel, lamunnya agak girang. Rachel tahu tombol mana yang mesti ditekan. Bukankah ia selalu berbangga hati atas kenyataan bahwa ia sanggup menangani Jenson? Hal itu tidak selalu mudah, Jenson terlalu cerdik. Tapi itu membuat hubungan mereka jadi menarik. Tapi, tetap saja mereka tak bisa bersama selama lebih dari seminggu berturut-turut.
Namun ada satu fakta yang jelas dan tak dapat dibantah lagi. Ia menyayangi Kakeknya. Bagaimana mungkin ia bisa hidup tenteram kalau berani mengabaikan satu keinginan terakhir pria itu? Atau satu lelucon terakhir.
Enam bulan bukan waktu yang singkat. Lalu Rachel menghentikan lamunannya, mengamati Jenson yang juga sedang mengamatinya. Enam bulan bisa jadi waktu yang lama sekali, terutama kalau kau tidak menyenangi apa yang kau lakukan. Cuma ada satu cara untuk mempercepat segalanya. Ia harus menikmatinya.
“Katakan padaku, Sepupu, bagaimana kita bisa hidup di bawah atap yang sama selama enam bulan tanpa saling menghancurkan?” ucap Rachel.
“Surat perjanjian, itu akan memberikan batasan pada kita.”Jenson menjawab tanpa keraguan sedikit pun hingga membuat Rachel melongo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Tidak ada yang bisa menjamin dalam enam bulan itu apa yang akan terjadi diantara mereka, hidup dalam satu atap yang sama...
2023-06-13
2
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Pernikahan kontrak selama enam bulan. Apakah kamu yakin Jenson kamu tidak akan jatuh cinta dalam kurun waktu itu...
2023-06-13
2
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
jenson ingin menikah dengan Rachel
2023-06-13
2