“Assalamualaikum!” teriak Nindya memberi salam.
Euis yang mendengar suara anak bungsu kesayangannya langsung meninggalkan ikan yang sedang digorengnya.
“Waalaikumsalam,” jawab Euis tak kalah antusias.
“Mbu, Neng kangen sama Ambu. Akhirnya Neng kembali juga ke rumah tercinta.” Nindya langsung berlari menuju Euis dan memeluknya erat.
“Ambu juga kangen. Kenapa Neng gak kasih kabar sama Abah dan Ambu kalau Neng mau pulang hari ini?” Euis juga memeluk Nindya tak kalah eratnya.
“Surprise! biar jadi kejutan atuh Ambu.”
Euis menciumi pipi anak kesayangannya itu berkali-kali.
“Sudah, sudah atuh Mbu. Neng kan bukan anak kecil lagi. Masa diciumi seperti ini.” Nindya berusaha melepaskan diri dari Euis yang terus saja menciumi pipinya.
“Bagi Ambu, Neng akan selalu jadi anak kecilnya Ambu,” ucap Euis sambil mencubit gemas pipi Nindya.
“Sakit, Ambu!” protes Nindya.
“Dicium tidak mau, dicubit juga tidak mau. Jadi Neng maunya apa?’ tanya Euis sambil tertawa.
Nindya memanyunkan bibirnya manja.
“Abah mana, Mbu?”
“Abah masih di kebun, lagi memanen pisang,” jawab Euis.
“Mbu, Neng lapar. Mau makan!” pinta Nindya dengan nada bicara seperti anak kecil.
“Ambu lagi goreng ikan. Ikan nila kesukaan Neng.”
“Eh, ini bau apa, Mbu? Seperti bau gosong.”
“Astaghfirullah, ikan nilanya gosong.” Euis berlari menuju dapur teringat ikan nila yang masih di dalam penggorengan yang tak terselamatkan karena ia lupa untuk mengangkat ikannya.
“Gosong, Mbu?” goda Nindya ketika sampai di dapur.
“Ini sih gara-gara Neng.”
“Loh kok bisa gara-gara Neng sih?” tanya Nindya tidak terima.
“Karena Neng seenaknya kasih kejutan sama Ambu, jadi ikannya gosong.” protes Euis.
Nindya tertawa mendengar perkataan ibunya.
“Memang ikannya ada berapa ekor?” goreng saja ikan yang lain. Yang gosongnya kasiin saja sama si mpus.” Nindya memberikan ide pada ibunya.
“Hus, sembarangan. Masa memberikan ikan gosong sama kucing sih. Kalau kamu mau memberi sesuatu itu harus yang baik, walaupun hanya memberi pada hewan. Kasihan atuh si mpus kalau dikasih ikan gosong. Tidak akan enak dimakannya juga.”
“Hihihi…Ambu mah ada-ada saja. Sama kucing juga sampai segitunya.”
“Ya iya atuh Neng. Kucing juga kan mahkluk hidup yang punya rasa juga. Tidak boleh kita berbuat zalim sama makhluk hidup.” Euis memberikan ceramah pada Nindya.
“Iya, iya, ikan gosongnya dibuang saja,” akhirnya Nindya mengalah dan mengakui kebenaran yang dikatakan oleh ibunya.
“Untung saja ikan yang gosongnya cuma satu,” ujar Euis lega
Nindya mengambil piring dari rak dan membuka magic com yang ada di atas meja makan.
“Neng mau makan sekarang?” tanya Euis.
“Iya atuh Ambu. Neng sudah lapar dan gak sabar mau makan masakan Ambu. Neng kangen masakan Ambu yang enak. Selama Neng Kuliah, Neng jarang makan masakan Ambu. Sekarang Neng bisa makan masakan Ambu lagi setiap hari,” seru Nindya menyuarakan kegembiraannya.
Euis memberikan dua ekor ikan yang sudah digorengnya pada Nindya dan menyisihkan dua ekor ikan goreng untuk suaminya.
“Neng mau makan ikan gorengnya sama sambal?”
“Mau pisan atuh, Mbu. Memang ada sambalnya?” tanya Nindya celingukan mencari wadah sambal.
“Sambalnya tinggal buat saja. Ambu sudah mengiris bawang merah, jahe dan cabe rawit. Tinggal ditambah sama kecap.
Nindya menikmati makan siangnya dengan sangat lahap. Ia benar-benar rindu masakan ibu yang sangat jarang ia nikmati semasa kuliah. Dua ekor ikan nila goreng dan semangkuk kecil sambal kecap langsung ludes disantapnya.
Euis memperhatikan anaknya yang sedang makan. Ada rasa bangga pada anak bungsunya yang berhasil lulus kuliah dengan nilai yang sangat memuaskan. Euis masih teringat ketika nama suaminya dipanggil ke depan di hadapan para wisudawan lain karena Nindya berhasil menjadi salah satu lulusan terbaik dari jurusannya. Setiap lulusan terbaik dari masing-masing jurusan diberikan keistimewaan untuk berdiri bersama orangtua mereka di hadapan semua wisudawan.
“Kapan mulai mengajar, Neng?” tanya Euis.
“Minggu depan Neng baru mau menghadap sama Kepala Sekolah dulu. Mungkin mulai mengajarnya di tahun pelajaran yang baru, dua bulanan lagi.” jawab Nindya.
Euis juga merasa bangga karena setelah lulus kuliah, Nindya berhasil lulus tes CPNS dan diamanahi tugas mengajar di sekolah yang tidak jauh dari desanya. Nindya akan mengajar di SMP Negeri satu-satunya yang ada di kecamatan tempat mereka tinggal.
“Sudah beli pakaian untuk mengajar?” tanya Euis.
“Nanti saja kalau sudah dekat waktunya untuk mengajar. Neng juga mau melihat dulu bagaimana guru-guru di sini berpakaian. Pasti kan berbeda dengan pakaian yang dipakai di kota besar.”
“Masa sih bisa beda? Jadi guru kan pakaiannya sudah standar,” tanya Euis heran.
“Beda atuh, Ambu. Di kota besar mah, guru-gurunya juga pakai baju yang modis-modis, ikut tren fesyen. Neng khawatir kalau mengikuti fesyen guru-guru di kota besar malah jadi aneh kelihatannya,” tutur Nindya.
“Ih Eneng mah gak tau fesyen di sini. Sama saja lah Neng. Di sini juga orang-orangnya ngikutin fesyen. Apalagi sekarang mah zaman internet.”
“Oh gitu ya, Mbu?” tanya Nindya sedikit kaget dengan perkataan ibunya. Ia tidak menyangka jika internet sudah merambah ke desa.
“Ya sudah ada internet lah. Neng lihat tidak tiang tinggi yang ada di ujung jalan itu? Nah itu tiang internetnya,” ujar Euis bangga dengan kemajuan di desanya.
“Wah hebat dong kemajuan di sini. Neng bisa dong nonton streaming pakai internet,” seru Nindya senang karena dengan adanya akses internet akan mempermudahnya untuk mendapatkan berbagai macam informasi.
“Tapi suka lemot, Neng. Apa lah itu istilahnya….” tampak Euis mengingat-ingat istilah yang ia lupa.
“Gak ada jaringan? Jaringannya lemot? Gak ada sinyal?” tebak Nindya.
“Ya gitu lah, sinyalnya lup lep kalau kata orang sini mah.” Akhirnya Euis menemukan istilah yang sering dipakai oleh warga.
“Yaaah… kalau jaringannya gak bagus, sayang atuh internetnya tidak bisa dinikmati sama semua warga sini.” Nindya merasa kecewa mendapatkan kenyataan kalau jaringan internet yang ada di desanya tidak sebagus di kota besar.
Nindya bertekad untuk mengusulkan ke pihak terkait agar memberikan fasilitas jaringan internet yang memadai sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua warga di desanya.
**********
to be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments