09:57 PM. Black Clan Headquarters.
BUGH!!! BUGH!!! BUGH!!!
BUGH!!! BUGH!!! BUGH!!!
Suara pukulan demi pukulan terus terdengar di ruangan bernuansa menyeramkan itu. Darah terciprat kemana-mana. Menandakan jika siksaan yang diterima bukanlah main-main.
Sedangkan tidak jauh dari sana, seorang pria muda hanya berdiri angkuh dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana.
Mata tajam Xavier terus memandang James, si penyusup yang tengah dihujami bogeman keras oleh para anak buahnya.
"Jangan biarkan dia mati sebelum mengatakan orang yang mengirimnya kesini untuk mencuri informasi tentang kelompok kita"
Pria-pria bertubuh besar itu mengangguk dan kembali memukuli James.
BUGH!!! BUGH!!! BUGH!!!
"Kau salah, Xavier! Bahkan sampai benar-benar sekarat pun, aku tidak akan mengatakannya padamu!" decih James kemudian meludah darah.
Xavier terkekeh pelan. "Aku apresiasi kesetiaanmu. Tapi, apa kau tidak merasa sakit hati? Majikanmu mungkin sedang menikmati champagne ditemani pelacur, sedangkan kau disini sedang dihajar habis-habisan"
Terlihat tatapan James menyendu sebelum tubuhnya kembali dipukuli.
BUGH!!! BUGH!!! BUGH!!!
"Sudah hampir tiga hari kau dihajar. Jadi, mana orang yang kau maksud akan segera menghabisiku itu?"
Tidak ada respon. Xavier tahu betul jika James tengah merasakan sakit luar biasa hingga membuka mulut pun sulit akibat pukulan-pukulan tanpa henti itu.
"Andai anak buahku yang berada di posisimu, mungkin aku akan turun tangan untuk menjemputnya. Walaupun kejam, setidaknya aku setia. Lalu bagaimana dengan pemimpinmu? Dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan kau masih tidak mau berubah pikiran dengan jujur padaku?"
James menggeleng keras kepala dan membuat Xavier sangat murka.
"Kali ini hajar dia sampai mati!" titah Xavier mutlak lalu mundur beberapa langkah.
Kemudian anak buahnya segera menurut dan kembali memukuli James dengan kekuatan yang tentu lebih besar dari sebelumnya.
BUGH!!! BUGH!!! BUGH!!!
BUGH!!! BUGH!!! BUGH!!!
"Asal kau tahu, sejujurnya aku sudah tahu siapa yang menyuruhmu. Hanya saja aku butuh kejujuranmu. Tapi, kau terlalu mempertahankan egomu hingga mengorbankan nyawamu sendiri. Padahal tadinya aku berbaik hati hendak mengampunimu"
"P-pembohong! K-kau hanya menakutiku!" bentak James di sisa-sisa kesadarannya.
"Berhenti" titah Xavier seraya mendekat dan membuat para anak buahnya yang tengah memukuli James, menyingkir untuk mempersilahkan Tuan mereka.
Dengan sengaja salah satu kaki Xavier menginjak kuat dada James yang sudah terkapar tidak berdaya.
"Bukankah yang kau salah satu anggota kelompok mafia Alpha Familia? Dan yang mengirimmu adalah pemimpinmu? Dominic Hwang?"
Keterkejutan terlihat jelas di raut wajah James, namun tidak lama setelahnya Xavier menendang tubuhnya keras hingga menghantam tembok.
BUGH!!!
Suara tulang yang patah terdengar bersamaan dengan teriakan terakhir James sebelum nyawanya benar-benar melayang.
Terlihat Xavier mengeluarkan sebuah bunga mawar hitam dari balik jas yang di pakainya. Melakukan ritual pada jasad-jasad yang dia bunuh seperti biasanya. Xavier menyimpan bunga mawar hitam itu tepat di samping jasad James dengan seringai mematikan.
"Selamat bersenang-senang di neraka" gumamnya lalu dalam sesaat hanya memandang dingin tubuh kaku James.
Patut di akui memang, dari semua musuh Xavier yang begitu banyaknya, Dominic paling begitu berhaya. Hanya ada satu pemimpin kelompok gelap yang benar-benar berani menyerang Black Clan bertubi-tubi seperti ini. Yaitu Alpha Familia yang kini di pimpin oleh Dominic.
Ternyata Dominic memang membuktikan ucapannya kala itu yang mengatakan akan terus menganggu Xavier sampai fakta kematian sepupunya terungkap.
"Jadikan kepalanya sebagai pajangan untuk kenang-kenangan!" pesan Xavier santai kemudian berbalik dan melangkah pergi.
Semua orang yang mendengar itu mengangguk paham meskipun sebenarnya bergidik ngeri menyaksikan kekejaman seorang Xavier Kim.
...***...
10:10 PM. The Jung Hospital.
Hati Laurine teriris ketika melihat pemandangan menyedihkan sang kakak kembarnya.
Lucien Jung. Nama itu tertera jelas di papan identitas pasien.Wajah semakin memucat dan tubuh semakin mengurus seiring berjalannya waktu.
Hidup pria itu hanya bergantung pada ventilator yang memegang peran penting untuk membantunya agar tetap bernafas.
Memang tidak akan menyembuhkannya,
tapi setidaknya ada asupan oksigen yang cukup untuk tetap bertahan hidup dalam keadaan koma seperti ini.
"Hai..." panggil Laurine pelan.
Tidak ada jawaban. Hanya suara dari elektradiograf yang terdengar begitu jelas.
"Aku datang"
Beginilah rutinitas lain Laurine selama lima tahun terakhir. Selalu menyempatkan ke sini di sela kesibukannya sebagai Pimpinan sebuah perusahaan besar.
"Kapan kau bangun?"
Laurine mengusap lembut tangan dingin yang tertancap infus itu.
"Aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apa kau baik-baik saja? Apa kau bermimpi buruk? Apa kau kesepian? Apa hari ini adalah hari terakhirmu? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu memutari otakku setiap saat"
Helaan nafas panjang terdengar sebelum Laurine melanjutkan perkataannya. Salah satu tangan Laurine yang satunya lagi terulur mengusap-ngusap pelan dahi Lucien dengan lembut.
"Kau masih tidak mau bangun juga, ya? Sebenarnya apa yang sedang kau mimpikan disana sampai tidak mau kembali? Apa disana lebih menyenangkan?"
Kemudian Laurine memajukan bibirnya seperti kesal diiringi kekehan pelan.
"Dasar licik! Sepertinya kau di sana sedang berbahagia, sedangkan adik kembarmu di sini tengah menanggung derita"
Perlahan senyum Laurine menghilang. Lalu di gantikan dengan sorot mata menyendu dan terlihat memerah seperti menahan tangis.
"Mana janjimu yang katanya ingin menjagaku itu? Nyatanya sekarang malah aku yang menjagamu. Aku hanya memilikimu saja. Tidak ada satupun orang yang bisa aku percayai selain dirimu. Apa kau tidak merasa kasihan padaku?"
"Jadi, ayo bangun. Tidurmu sudah terlalu lama. Di sini aku sendirian dan merasa begitu kesepian. Aku butuh seorang perlindungan. Kumohon. Kabulkankah permintaanku yang satu ini. Anggap saja sebagai balasan aku yang dulu selalu mematuhi perintahmu, termasuk menjauhi pria yang aku cintai"
...***...
00:36 AM. Penthouse.
Hari sudah berganti dan derajat cuaca di pagi buta semakin rendah. Xavier memejamkan matanya di bawah guyuran air shower. Menghilangkan bau menyengat dan percikan darah yang terdapat pada beberapa bagian anggota badannya akibat penyiksaan yang dilakukannya pada penyusup suruhan Dominic tadi.
Berusaha menikmati dinginnya air yang menjalar. Seraya berharap segala beban dan penat juga dapat luntur oleh gemericik air yang membasahi seluruh tubuhnya.
Namun sekeras apapun Xavier berusaha, kenangan masa lalu indah ataupun buruk tetap bersarang di bagian otak hipokampus sana. Sebuah memori kelam yang bertransformasi menjadi trauma. Lalu menumbuhkan keinginan untuk membalasnya dengan hal yang tidak jauh lebih menyakitkan juga.
"Maukah kau menjadi kekasihku?"
Keterkejutan terpancar jelas di wajah Laurine. Terdiam sesaat sebelum akhirnya menganggukan kepalanya pelan yang membuat seketika Xavier tersenyum lebar. Kilasan-kilasan kejadian masa lalu kembali terputar jelas di pikiran Xavier seiring dengan rasa sesak di hatinya.
"Ayo kita berpisah"
Bersamaan dengan kata yang baru saja terucap dari mulut Laurine, dunia Xavier seolah berhenti saat itu juga. Lalu kesadaran Xavier perlahan kembali ke dunia nyata.
"ARGH!!!"
Xavier berteriak keras hingga menggema seraya melayangkan pukulan keras pada tembok di hadapannya.
BUGH!!!
Punggung tangan kanannya pun mengeluarkan darah. Tapi, sejujurnya bukan itu yang menurutnya menyakitkan. Selama ini terluka di bagian tubuh, bukanlah hal yang harus Xavier permasalahkan. Bagi Xavier adalah hal yang biasa. Sedari kecil Xavier dididik untuk tetap berusaha keras bertahan hidup saat fisiknya terluka, namun tidak diajarkan jika hatinya yang terluka. Terlebih lagi karena cinta.
Maka sekarang Xavier kebingungan mendahulukan yang mana dulu. Tetap mencintai ataupun melanjutkan kebencian yang sudah menguasai logika. Laurine berhasil membuat Xavier gila. Itulah inti dari ikatan takdir mereka yang tidak berujung. Oleh karena itu, Xavier akan melakukan apapun agar Laurine kembali bersamanya. Meskipun itu harus dengan cara yang salah.
...TO BE CONTINUED...
Tepuk tangan dulu dong buat Laurine si femme fatale kita yang berhasil membuat Xavier menggila🤪
Mau kasih penjelasan sedikit ni. Jadi pemeran utama laki-laki ini mungkin terlihat tidak berperikemanusiaan. Dia seorang pemimpin mafia berkuasa yang pemarah, kejam dan licik. Pokonya yang jahat-jahat, ada sama dia.
Tapi, kalo udah kesentuh hatinya tuh ibarat bayi yang manja ketergantungan sama ibunya. Kaya gitu lah Xavier ke Laurine. Muka aja rocker tapi sebenarnya sikap Xavier tuh lembut kok. Ya ke Laurine aja tapi sih. Terus si Xavier ini tuh setiaaa banget. Ketemu sama Laurine sepuluh tahun lalu dan pacaran sekitar tiga tahun. Mereka putusnya tujuh tahun lalu, tapi Xavier masih juga belum move on dari Laurine. Padahal logikanya dia bisa ngedapetin cewek manapun.
Alasannya berarti ya bukan sekedar suka fisik aja kok, tapi hatinya juga. Percayalah sosok Laurine yang dulu beda jauh sama sosok Laurine yang sekarang. Mereka kaya dua sosok berbeda lah pokonya dan pasti ada penyebabnya di balik itu semua.
Segitu aja penjelasan singkat aku tentang kisah masa lalu mereka. Karena yang bakal aku kembangkan ceritanya di part-part selanjutnya adalah tentang kisah masa depan mereka.
See u next chapter!❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments