Rumah Mantan Istri

Aku menatap layar komputerku dengan lebih seksama. Ini jam bebasku, aku sedang minum kopi di kubikelku. Istilahnya Coffee Break. Namun seperti biasa, tipikal wanita pekerja, aku tidak serta merta leyeh-leyeh seperti bapak-bapak di ujung  sana yang kalau Coffee break ya membicarakan keluh kesah hidupnya. Berusaha melupakan tekanan pekerjaannya dan berbicara  sambil menatap kosong ke luar jendela gedung.

Saat itu aku agak penasaran dengan profil sebenarnya dari nasabah baru kami. Namanya PT. Rahardja Sakti. Perusahaan Travel dan jasa penyedia kendaraan untuk perjalanan. Presdirnya namanya Asmoro Chandra. Dan tampaknya mereka ‘orang kaya lama’.

Kutelusuri lagi lebih jauh, ternyata beberapa saudaranya juga ikut mengelola perusahaan ini.

Ini sepertinya perusahaan keluarga tapi skalanya lebih besar.

Aku menelusuri satu per satu orang-orang di manajemen Rahardja Sakti ini, dan namaku tertuju ke nama seorang direktur wanita di sana. Aku tertarik karena foto profil di ‘linked in’-nya masih sangat muda. Felisia Asmorochandra. Aku selalu tertarik dengan anak muda yang di usia belia sudah menjabat posisi tinggi di perusahaan. Usia Felisia ini tidak terlalu jauh dariku, hanya berbeda 3 tahun lebih tua saja.

Lalu aku pun melihat alamat yang tertera di sana, ada pembagian alamat tapi informasi sudah dari tahun 2012. Hang Lekir.

Kuketik nama itu di Google.

Aku pun memasuki sebuah akun instagram.

Aku membuka profilnya, kutelusuri satu persatu fotonya.

Lalu kutelusuri bagian Tag nya.

Di bagian Tagnya, agak kebawah, ada sebuah foto pernikahan.

Dan Pak Felix adalah mempelai prianya.

“Oh,” gumamku sambil menyeruput kopiku.

Bisnis ini ternyata sudah bercampur aduk dengan dendam pribadi.

**

Siang itu masalah pelik menghampiriku.

Aku iseng pergi ke sebuah cafe baru di Mall sebelah gedung kantorku. Niatku ingin menyendiri sambil menikmati makan siang untuk sekedar memulihkan pikiranku. Proposal tinggal menunggu tandatangan Pak Felix, dan kalau kredit ini bisa terlaksana aku bisa dapat bonus 0.1% dari nilai pencairan.

Lumayan buat beli motor matic daripada naik transjakarta terus setiap hari desak-desakan dan berdiri. Tabunganku sudah habis untuk biaya perceraian dan pengacara, jadi aku harus menabung kembali untuk masa depanku. Kini saatnya kumanjakan diriku dengan fasilitas sederhana.

Saat sedang menunggu makananku datang, sebuah pesan singkat masuk ke ponselku.

Dari nomor tak dikenal.

“Wanita Ja Lang!! Kembalikan mobil kami! Itu bukan hak kamu! Biar kamu kebakar di neraka dunia dan neraka akhirat kalau sampai kenapa-kenapa dengan mobil itu!”

Aku pun mengernyit bingung.

Mobil apa ya?

Perasaan mobil yang dulu kumiliki itu sudah kuberikan ke Tommy. Karena memang sudah terlanjur kudaftarkan atas namanya saat awal beli. Walau pun dana untuk membelinya dari gajiku.

Tapi sepertinya aku tahu siapa yang mengirimiku pesan ini.

Kutunggu dulu saja siapa tahu salah kirim.

Tak sampai 5 menit, kembali pesan dari nomor yang sama muncul.

“Kalung berlian itu pemberian mertua kamu! Itu sudah jadi hak istri! Kamu sudah bukan lagi istrinya, tahu diri dong pe cun! Brengsek kamu! Egois nggak ketulungan! Memang pantasnya kau mati ketabrak truk! Lihat saja kalau macam-macam kusantet kau dari sini!”

Aku semakin bingung. Kalung berlian apa? Yang mana? Mertuaku tidak pernah memberi apa pun. Tapi aku memang pernah membelikan kalung berlian ke ibu mertuaku, hasil bonus tahun lalu. Apakah itu yang orang ini – entah siapa ini- maksud?

Aku pun segera men-screen shoot obrolan itu dan kusimpan di drive google. Jaga-jaga siapa tahu bisa ku tuntut di pengadilan untuk efek jera.

Benar saja, tak lama pesan tersebut sudah berubah menjadi tulisan ‘This Messages Was Deleted’.

Aku diam saja.

Kulanjutkan acara makan siangku. Tidak seharusnya semua terganggu dengan ocehan tak berdasar orang ini. Sejak perceraian aku memang kerap menghadapi teror dari orang-orang tak dikenal.

Lalu pesan itu pun muncul lagi.

“Di mana kau Bin al!! Kuhampiri kau ke sana!! Mati kamu kalau ketemu!!”

Aku menaikkan alisku melihat isi pesan itu. Ini sudah merambah menjadi sebuah ancaman.

Dadaku langsung bergemuruh dan perutku serasa diaduk. Sementara, emosiku memuncak. Membuatku meletakkan garpu pasta dan kuhirup kopi di sebelah piring pasta dengan gemetar.

Aku harus apa? Begitu pikirku saat itu. Aku kini sendirian, aku tidak memiliki siapa-siapa. Aku yatim piatu, semua saudaraku di Jawa. Aku pada dasarnya sendirian di kota besar ini.

Kutarik nafas panjang, dan kutundukkan kepalaku untuk berdoa. Aku berharap pertolongan datang untuk membantuku. Siapa pun itu. Aku sudah kehabisan dana dan tenaga untuk masalah pernikahan dan pengkhianatan ini. Aku sengaja menjauh, tapi mereka malah semakin mendekat.

“Ya Tuhan...” desisku sambil mengusap dahiku. Air mata mulai mengalir di pipiku. Aku menelungkupkan kepalaku di atas meja dan kupejamkan mataku.

Sebuah tepukan di bahuku.

Seketika aku mengangkat wajahku dan menatap ke arah tepukan.

Pak Felix di sana.

Menatapku dengan pandangan tegang.

Ia menunduk dan berbisik padaku, “Kamu kenapa?”

Aku terus terang saja kurang bisa mencerna apa yang ia katakan padaku. Pikiranku sedang penuh.

“Eh?” hanya itu yang bisa kukatakan. Hanya sepotong kata itu.

Lalu sebuah pesan datang lagi.

“Kita selesaikan sekarang!! Kembalikan semua uang suamiku atau kamu tahu akibatnya!! Jangan kabur kamu! Aku otw kantor kamu! Habis kamu nanti!! Siap-siap saja ke akherat!!”

Begitu isi pesannya.

Pak Felix sampai mengerutkan kening melihat isi pesan itu.

Buru-buru kuambil ponselku, lalu kuhapus air mataku.

“Sa-saya tidak apa-apa,” desisku sambil berdiri. Lalu dengan langkah terburu-buru, aku ke arah kasir untuk membayar dan segera kembali ke kantor.

Aku tidak ingin melibatkan siapa pun ke dalam masalahku. Semua akan kuhadapi sendiri. Tuhan tahu siapa yang benar.

Lagi pula, sangat tidak profesional kalau melibatkan rekan kerja ke dalam masalah pribadi.

Aku berencana ke kantor untuk menyimpan data yang  baru saja kukerjakan ke drive, agar aku bisa melanjutkannya mengerjakan semua di Kosan. Untuk sementara aku harus menghindari kantor kalau begini caranya. Lokasi kosan ku tidak diketahui siapa pun kecuali oleh Adikku yang tinggal di Jawa sana.

Tapi bagaimana kalau aku malah menyusahkan orang-orang di kantor? Bagaimana kalau penyerang itu datang saat aku tak ada di kantor dan malah berbuat keributan? Bukankah nama baikku akan semakin tercoreng?

Apa sebaiknya kuhadang saja? Dia bilang mau ke kantor, kan? Apa sebaiknya Kutunggu saja dan kubeberkan semua fakta agar orang-orang tidak salah sangka? Kalau aku kabur nanti malah dikiranya aku yang salah...

Aku memperlambat langkahku.

Betul... jangan lari.

Hadapi semuanya, walau pun aku harus mati.

Kalau kami berkelahi di depan orang banyak, masa tidak ada satu pun orang yang menolongku? Pasti sekuriti gedung akan bertindak kan?

Justru... kantor adalah lokasi paling aman untukku.

Terpopuler

Comments

✨️ɛ.

✨️ɛ.

diliat dari bahasanya macam bocah labil yg ngetik..

2024-08-22

0

Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓

Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓

ayo pak Felix, jadi ksatria bertopeng

2024-04-19

0

Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓

Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓

ooh pantesan si Felix bersikukuh🤭

2024-04-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!