Cinta Orang Kantoran : Part Satu
Aku sebenarnya tidak terlalu mengenal Komisarisku. Sebagai seorang Account Officer yang setiap hari bekerja mengurusi pengajuan kredit, kami hanya sesekali berhadapan dengan jajaran Komisaris. Yaitu saat meminta tandatangan untuk pengajuan di atas 25 miliar atau meeting prospek nasabah baru.
Namun saat ini, entah kenapa aku dihadapkan dengan kondisi berbeda.
Setelah talak untukku dijatuhkan 3 bulan lalu, kondisiku lumayan kacau. Dalam hati aku sering berpikir, salah di mana aku ini? Semua sudah kuberikan untuknya. Perasaan, pengorbanan, harta dunia, keperawanan yang kujaga mati-matian di tengah situasi remajaku yang dikelilingi orang-orang brengsek… Semua didapatkannya. Bahkan aku yang bekerja untuk memenuhi kehidupan rumah tangga kami.
Ia hanya di rumah main game online.
Aku menyayanginya, jadi aku berusaha mengerti kondisinya. Lagipula dia juga bersih-bersih rumah dan mengurus dapur. Jaman sekarang tugas suami dan istri tidak seperti zaman dulu lagi. Kesepakatan saja siapa yang mencari uang dan siapa yang mengurus rumah tangga.
Mungkin itu sebabnya Tuhan belum memberiku keturunan. Karena dia tahu kalau rumah tanggaku akan hancur. Begitu baik DiriNya padaku… Dilindunginya aku sebegitu rupa supaya aku mengetahui borok suamiku setelah 2 tahun menikah, sebelum ada anak, sebelum aku nekat mencicil untuk membeli rumah sendiri.
Kami masih mengontrak sebuah rumah kecil di Jakarta Pusat. Alasannya karena dekat dengan tempat kerjaku. Namun kini, kuhitung-hitung sebenarnya jauh juga karena aku dua kali ganti feeder. Malah lebih dekat ke… Rumah selingkuhannya di daerah Senen. Hanya beda 1 gang saja.
Luar biasa kamu Tommy. Segitu effortnya kamu terhadap 'pacarmu' itu.
Setelah aku membabi buta menyerang rumah selingkuhannya didampingi warga, iya kami memang mempermalukannya. Dia menggugat diriku atas perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah, kubalas dengan foto-foto bukti. Dia kembali menuntutku menyebarkan foto tanpa izin, kuserang balik dengan undang-undang pernikahan. Intinya kami sama-sama habis waktu, tenaga, dan uang.
Akibatnya, uang kontrakan nunggak. Motor kujual untuk biaya gugatan ini-itu.
Dan saat aku kebingungan dengan biaya pengacara dan proses pengadilan… Munculah Komisarisku ini.
Kami bertemu di Pengadilan Agama 3 bulan yang lalu.
Aku menyapanya duluan.
Tadinya aku berniat melengos saja, tapi kalau dia melihatku di kantor dan ternyata dia mengenalku, suasana akan jadi tidak mengenakkan.
"Em… Pak Felix?" aku menghampirinya dan menyapanya. Ia berdiri di samping pilar dengan mata mengernyit menatap layar ponselnya.
Sesaat ia menatapku dengan mata abu-nya, wajah perpaduan China-Inggrisnya sangat menarik di mataku, hidung mancung yang lurus dan kulitnya yang seputih pualam. Berbeda sekali dengan aku yang berkulit agak gelap ala Wanita Nusantara ini.
"Eh, Bu Guru? Kok di sini?" tanyanya takjub.
Benar kan, dia mengenalku. Aku memang dijuluki Bu Guru karena suka men-training anak-anak ODP. Semacam fresh graduate yang dilatih untuk menjadi marketing sejak dini. Karena basicku memang pemasaran dan fokusku di bidang kredit, pencapaianku juga lumayan bagus, aku sering diminta untuk mengajar ilmu–ilmu perkreditan. Bonusnya lumayan untuk staycation.
Sekarang, aku menyesal kenapa tidak kugunakan saja bonus itu untuk beli emas. Staycation dan kulineran keliling Indonesia nyatanya hanya jadi ampas dan surat pengajuan perceraian.
"Iya saya sedang…" aku menunjukkan map gugatanku, "Begitulah Pak."
"Kamu yang menggugat?" tanyanya masih dengan alis diangkat.
"Harga diri saya ternyata lebih tinggi dari keutuhan rumah tangga," desisku.
Pak Felix tersenyum tipis dan mengangguk menatapku. Aku bisa melihat kilatan di matanya seakan dia puas terhadap tindakanku ini.
"Tidak semua laki-laki brengsek, contohnya saya, wanitanya yang kacau,"
Aku tersenyum masam mendengarnya, ya aku memang sekilas merasa semua pria di dunia ini brengsek karena rasa percaya diriku yang runtuh. Namun saat menginjakkan kaki di gedung ini, aku jadi tahu kalau setiap individu memiliki masalahnya sendiri. Tidak tergantung gender.
"Iya saya tahu. Yang saya tidak tahu, ternyata bapak ini sudah menikah ya?!"
"Sekarang tidak lagi," ia kembali fokus ke layar ponselnya, lalu memasukkan benda tipis itu ke kantongnya. "Saya baru selesai mengurus pembagian harta. Ada yang diperoleh setelah kami menikah soalnya. Lagi pula ini berkaitan dengan pernikahan bisnis. Tapi dia yang berkhianat duluan. kamu tahu proses begituan makan waktu berapa lama?"
"Eh? Saya tidak tahu sih Pak, tergantung sifat masing-masing. Siapa yang mengalah dan siapa yang keras kepala,"
"Kalau kasusnya sama-sama tidak mau kalah, seperti saya, satu setengah tahun baru selesai,"
Gila… Aku saja yang prosesnya 6 bulan rasanya bagai di neraka.
"Bu Guru?" ia memanggilku.
Aku mengangkat wajahku.
"Siapa yang bego banget mengkhianati wanita seperti kamu? Salah di mana?"
Aku mencebik. Banyak pria bilang aku seksi, suamiku orang yang beruntung, godaan demi godaan datang silih berganti mengajakku jadi istri kedua, ketiga, keempat dengan iming-iming hadiah mahal. Semua tidak kuacuhkan.
"Kelihatannya faktor usia Pak. Lawan saya masih 18 tahun sih. Mungkin dia berpikir saya robot yang tidak memiliki perasaan, kerjanya hanya cari uang,"
"Sepertinya mulai sekarang kita harus ubah mindset mengenai pernikahan," desis Pak Felix sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Bagaimana tuh Pak?"
"Mungkin… Cinta saja tidak cukup. Kita sama-sama menikah berdasarkan cinta tapi tetap saja hasil akhirnya kecewa,"
Aku diam dulu. Aku tertarik dengan teori ini. Ia meneruskan pendapatnya.
"Bisa jadi, seharusnya kita memastikan kalau pasangan kita bisa diajak bekerja sama dalam tim,"
Aku langsung tertawa.
Maaf saja aku tidak tahan.
"Pak, itu seperti pengumuman lowongan pekerjaan, bisa bekerja sama dalam tim," gurauku.
"Yaaa benar juga, tapi nyatanya hal itu penting kan? Buat apa tiap hari bilang 'i love you' tapi yang harus sabar hanya satu pihak? Yang lain enak-enakkan scroll ig karena percaya diri semua sudah diurus pihak satunya. Ternyata dengan 'cinta' tidak otomatis memunculkan rasa pengertian dan perhatian. Tergantung manusianya."
Dengan rasa kecut di hati, aku tersenyum saja menanggapinya, "Teori itu harus diuji dulu oleh pakar sepertinya. Apakah ada korelasi antara Rasa Cinta dengan Perhatian dan Pengertian. Secara teori seharusnya sudah otomatis muncul, tapi secara realita belum tentu diiringi dengan perasaan,"
"Kamu dan analogi kamu. Tipikal training banget, hehe,"
"Nama saya Chintya, Pak," aku tidak ingin dia memanggilku Bu Guru lagi. Siapa tahu sebenarnya dia tidak tahu namaku, ada ribuan orang di kantor. Dia mengenalku saja sudah merupakan nilai plus bagiku.
Pak Felix terkekeh. "Iya, Bu Chintya, nama saya Felix. Nice to meet you," ia bergurau sepertinya.
"Pleasure," balasku.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Tak salah nih? Dia menawarkan bantuan?!
"Nggak ada Pak," jawabku karena merasa tak enak.
"Yakin? Saya tahu prosesnya loh," ia menatapku dengan senyum tipisnya yang khas.
"Hm…," aku salah tingkah. Sudahlah, aku juga butuh. Kugunakan saja kesempatan ini. "Hanya… Nanti tolong ditandatangani saja kalau saya mengajukan softloan untuk biaya perceraian, ya Pak." kataku. Softloan itu semacam pinjaman untuk karyawan, dana dari perusahaan tentunya, dengan bunga kecil yang cicilannya dipotong langsung dari gaji.
"Nggak usah lah kamu pinjam-pinjam, saya transfer aja. Nggak usah diganti, anggap aja penghargaan dedikasi,"
Itu terakhir aku bertemu dengannya.
Dan ya, semua masalahku bisa cepat selesai dengan uang.
Namun pada kasus perceraian Pak Felix, justru uang yang jadi masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Elsi 🌻
tobattt jajan² gak jelas.. skrg mending beli emas mah..
2024-08-22
0
Elsi 🌻
inceran bule tuh, neng..
2024-08-22
0
ㅤㅤ✰͜͡ᴠ᭄ᴅ͜͡ ๓ㅤ
heeaakkk gak usah diganti, tapi buntutnya pasti panjang alias bakal ada alasan untuk bertemu lagi🤭🤭🤭
2024-04-19
1