Sudah Di Jodohkan

Adzan Ashar berkumandang, para santri dan ustadz shalat berjamaah, Abidzar juga ikut serta. Sebab, dia tidak mau tertinggal.

Sedangkan para wanita shalat masing-masing di dalam kamar. Namun, Cahaya tidak melaksanakan shalat karena dia senang kedatangan tamu.

Saat ini gadis itu tengah menyiapkan makanan, karena sang mertuanya akan segera pulang. Namun, sebelum itu dia ingin mertuanya makan masakannya terlebih dahulu.

"Wah, anak gadis ini sedang masak apa?" tanya Inem, karena dia juga sama seperti Cahaya yang kedatangan tamu.

Cahaya tersenyum. Namun, sang mertua tidak melihatnya karena dia memakai cadar.

"Ummi duduk saja! Ini sudah selesai, dan kita makan bersama," ucap Cahaya dengan sangat lembut.

Inem menuruti keinginan sang menantu untuk menunggu di meja makan, sambil menyusun piring dan menyiapkan air minum.

Tak berselang lama, akhirnya Cahaya menyelesaikan masakannya, dan membawa ke meja makan. Kemudian berjalan ke luar menunggu kepulangan sang suami dari Masjid.

"Masya Allah," ucap Cahaya dengan sangat kagum.

Saat melihat Abidzar berjalan dengan ciri khasnya yang seperti preman pasar, padahal saat ini dia tengah mengunakan sarung dan kopia.

Abidzar tersenyum melihat Cahaya menunggunya, sehingga dia langsung menghampiri sang istri.

"Assalamualaikum," ucap Abidzar dengan sangat lembut, dan Cahaya mencium tangan sang suami dengan sangat lembut.

"Wa'alaikumsalam," jawab Cahaya dengan sangat lembut.

"Mari masuk, karena semua sudah menunggu," ucap Cahaya dengan sangat lembut.

"Mari," jawab Abidzar, yang mengikuti langkah sang istri menuju ruang makan dan terlihat semua sudah menunggu di sana.

"Assalamualaikum semuanya," ucap Abidzar dan Cahaya secerah bersamaan.

Semua orang yang ada di sana langsung tertawa, karena merasa bahagia saat Abidzar dan Cahaya terlihat kompak.

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka dengan serempak.

"Ayo duduk," ucap Juminten dengan sangat lembut.

Abidzar membersihkan Cahaya duduk di sampainya, dan sang istri langsung duduk dia pun juga duduk.

"Abidzar Abah dan Ummi akan segera pulang, kami di sini bersama ayah baru mu, dan ingatlah kamu juga masih kuliah," ucap Toyib sambil menatap wajah sang anak.

"Sudah, bicaranya nanti saja! Kita makan terlebih dahulu," sahut Anto, dan semuanya langsung makan makanan masing-masing.

Selama makan, Abidzar terus-menerus menatap sang istri karena dia heran melihat cara makan Cahaya.

'Ternyata seperti itu kalau wanita bercadar makan,' batin Abidzar.

Pria remaja itu tersenyum kemudian memberikan air putih pada sang istri, dan Cahaya menerimanya dengan senang hati.

Semua orang yang ada di sana tersenyum melihat pemandangan itu, karena mereka senang anaknya tidak menolak perjodohan yang mereka inginkan.

'Ya Allah, semoga Abidzar menjadi suami yang baik untuk Cahaya dan sebaliknya. Aamiin,' doa Toyib dalam hati.

Setelah semua orang menyelesaikan makan, Toyib dan Inem bergegas untuk segera pulang karena pasti mereka malam sampai di kota.

"Abidzar, jadi suami yang baik untuk istrimu," ucap Toyib sambil menepuk pundak sang anak dengan perlahan.

"Baik Abah," jawab Abidzar dengan sangat lembut.

"Neng Cahaya, Abah dan Ummi pulang, kami yang akur sama suamimu," ucap Toyib dengan sangat lembut.

"Baik, Abah," jawab Cahaya dengan sangat lembut.

"Mas, Mbak, kami pergi dulu! Assalamualaikum." Toyib langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.

"Wa'alaikumsalam," jawab semua orang yang ada di sana.

Abidzar merasa sangat sedih, karena dia berada sendirian di tempat mertuanya tanpa mengenal siapapun.

"Abidzar mari kita masuk, setelah Magrib baru kita akan belajar bersama santri yang lain," ucap Anto dengan sangat lembut.

"Baik Abi," jawab Abidzar dengan sangat lembut dan bergegas masuk ke dalam bersama sang istri.

Abidzar bersama Cahaya masuk ke dalam kamar mereka, dan gadis itu melepaskan cadarnya. Kemudian menghampiri sang suami yang ada di ranjang.

"Mau aku pijat?" tanya Cahaya pada sang suami.

Abidzar tersenyum dan menganggukkan kepala, karena dia merasa pusing dengan semua yang terjadi dengan tiba-tiba.

"Ke marilah!" Abidzar menepuk ruang kosong yang ada di sampingnya, agar sang istri duduk.

Cahaya mendekati suaminya, dam mulai memijat kepala Abidzar dengan sangat lembut membuat pria itu nyaman sekali dan tertidur pulas.

'Ya Allah, semoga dia menjadi imam yang baik untuk hamba dan ayah yang bertanggung jawab untuk anak-anak kami kelak,' doa Cahaya dalam hati.

Cahaya membenarkan posisi tidur Abidzar dan dia tersenyum, kemudian menyalakan AC dan bergegas pergi dari sana. Untuk menyiapkan makan malam.

.

.

.

Eza sejak tadi terus-menerus menelpon Abidzar dan sama sekali tidak ada jawaban, sehingga mereka bertanya pada Dosen. Pak Asep mengatakan kalau Abidzar sudah pindah kampus ke desa, membuat semua remaja itu bersedih.

Sehingga mereka duduk di kantin sampai sore hari, karena merasa kehilangan sosok ketua mereka.

"Dek, sudah sore! Saya mau tutup," ucap Bu Narti karena dia kesal ketiga remaja itu masih saja ada di kantinnya.

"Ayo cabut!" Eza dan kedua sahabatnya langsung bergegas pergi dari sana, dan pulang karena mereka sama sekali tidak bersemangat Abidzar pergi.

Walaupun pria remaja itu akan kembali. Namun, mereka sangat kehilangan sosok yang sangat membuat mereka sampai seperti ini.

.

.

.

Seorang gadis remaja membanting ponselnya, karena sejak tadi sang pacar sama sekali tidak bisa di hubungi, membuatnya kesal bukan main.

"Kenapa sejak kemarin dia sama sekali tidak bisa di hubungi, aku jadi kesal! Mana tidak ada kabar apapun!" geram Jinan.

Gadis itu langsung menghubungi salah satu temannya yang sudah pasti mengetahui di mana sang pacar.

Jinan: Apa elo tahu di mana, Abidzar?

Eza: Pesantren, dia di pondokan di sana.

Jinan sangat terkejut karena sang pacar sama sekali tidak bercerita apapun tentang hal itu, membuatnya kesal bukan main dan melemparkan ponselnya.

"Aaahhh!" teriak Jinan dengan sangat kesal, dan dia berniat untuk mencari di mana Abidzar mondok.

Jinan dan Abidzar sudah berpacaran selama empat tahun sejak mereka masih SMA, dan mereka berniat akan menikah saat hari kelulusan Abidzar nantinya. Sebab, Jinan sudah masuk kuliah.

.

.

.

Inem menangis karena dia sedih harus berpisah dari sang anak, karena mereka sama sekali tidak pernah terpisah walaupun hanya satu hari saja.

"Neng Inem sudah, jangan menangis lagi," pinta Toyib pada sang istri.

"Ummi sedih Bah, karena berpisah dari anak kita," jawab Inem dengan sangat lirih.

Sebenarnya sejak tadi dia sudah ingin menangis. Namun, dia tahan karena takut Abidzar juga ikut bersedih.

"Ummi tenang saja! Dia di sana sudah enak, memiliki mertua baik dan istri yang shalihah," ucap Toyib dengan sangat bergembira.

Ya, pria itu sangat senang keinginannya terpenuhi karena sejak sang anak kecil dia sudah menjodohkannya dengan Cahaya yang sekarang sudah terwujud.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SEMOGA ABIDZAR TDK BRHUBUNGN KMBALI DGN JINAN..

2023-12-05

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

WAHHH, ULAT BULU YG AKAN GANGGU RMH TANGGA ABIDZAR & CAHAYA

2023-12-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!