03

Tubuh Inka tiba bergetar hebat, Gianna yang melihat wajah Inka yang memucat langsung mendekati Inka. Inka meremas gaunnya, mencoba menghentikan getaran pada tubuhnya.

"Say, kamu kenapa?" bisik Gianna yang cemas melihat perubahan raut wajah Inka dan tubuh sang sahabat yang bergetar.

"Ba..., bawaaa aku keluar dari sini sekarang, Gi! Pleaseeee...," ujar Inka dengan nafas tersengal yang membuat Gianna semakin khawatir. Gianna segera memapah tubuh Inka yang terlihat sangat lemah di dalam rangkulannya.

"Jangan pingsan di sini, Ka. Tolonggg!" bisik Gianna. Seseorang memandang kepergian Inka dan Gianna sembari memicingkan matanya dan menatap kedua gadis itu dengan bingung.

"Kanigara, sohib kental gue. Akhirnya lu datang juga, udah gue tungguin dari tadi," sapa Josh yang melihat kedatangan Kanigara Janu, suami Inka di masa lalu itu. Kedua sahabat itu saling berpelukan dengan akrab. Josh melihat ke sekeliling tetapi tak menemukan apa yang dicarinya.

"Lu ngeliatin apaan?" tanya Kanigara sembari mengikuti arah pandang Josh.

"Ohhh, adik Asher sama adik sepupu gue tadi di sini. Tapi ini kok engga kelihatan ya. Lu ingatkan si Inka sama Gianna? Dulu waktu masih kecil kita suka manggil mereka si kembar karena lengket kayak perangko tuh anak berdua...," Perkataan Josh membawa ingatan Kanigara ke masa lampau, saat ia masih tinggal di Jakarta. Ia tak bisa mengingat jelas wajah Inka dan Gianna saat masih kecil, tapi ia mengingat bahwa Asher mempunyai seorang adik perempuan dan Josh juga mempunyai adik sepupu perempuan yang sering main kerumahnya.

"Ehmm, apa keduanya pakai gaun biru? kalo iya, mereka berdua tadi jalan keluar tadi," ujar Kanigara santai. Josh mengiyakan perkataan Kanigara. Tak lama, Inka dan Gianna menjadi terlupakan karena Kanigara dan Josh langsung menyapa kolega mereka yang hadir di acara itu.

****

Sementara di salah satu kamar hotel, Inka duduk termangu di salah satu sofa sambil menatap langit malam. Ia baru bisa bernafas lega saat Gianna memberikannya segelas teh hangat. Gianna tak langsung memborbardir Inka dengan berbagai pertanyaan yang sudah memenuhi kepalanya. Ia mencoba bersabar menungg hingga Inka merasa tenang.

Ternyata aku masih lemah! batin Inka. Kenangan masa lalu itu masih terlalu kuat menghantuinya. Melihat wajah Kanigara rasa takut, rindu, sedih dan terguncang bercampur menjadi satu. Ia merasa kesal dengan dirinya sendiri karena perjuangannya selama ini, ternyata masih tak mampu membuat dia kuat sesuai dengan keinginannya. Ia juga bingung mengapa sepertinya ada yang berubah pada catatan masa lalu yang ia tulis selama ini karena seharusnya ia bertemu dengan Kanigara pada tahun 2020, sedangkan pertemuan mereka malam itu lebih cepat empat tahun. Ia takut bahwa ia bisa saja bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya lebih cepat dari dugaannya.

Inka merasa ia harus sembuh dari trauma masa lalu yang masih menghantuinya, dan harus menjadi lebih kuat lagi sehingga ia siap saat menghadapi pertempuran hidup yang sebenarnya di masa depan. Inka menatap Gianna sembari menghela nafas berat, yang membuat Gianna menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Gi, carikan aku psikiater yang handal dan bisa dipercaya. Aku butuh! Tapi jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini. Ini rahasia antara aku, kamu dan psikiater itu!" jelas Inka yang membuat Gianna semakin penasaran. Inka merasa butuh seseorang yang bisa menjadi tempatnya berkeluh kesah karena ia berpikir bahwa dirinya takkan mampu menanggung semua beban itu sendiri.

"Gi, kamu percaya tentang kehidupan kembali setelah kematian?" Pertanyaan Inka sontak membuat Gianna terkejut. Ia tak tahu harus bereaksi apa tentang pertanyaan aneh yang keluar dari bibir sahabatnya itu. Inka menghela nafas berat, lalu menceritakan semuanya kepada Gianna yang membuat gadis itu kehilangan kata-katanya. Ia bingung harus mempercayai Inka atau tidak. Ia sampai berpikir bahwa sahabatnya mengalami halusinasi pasca kejadian pingsannya Inka beberapa waktu yang lalu.

"Ka..., kamu engga lagi berhalusinasikan? Fix kamu butuh psikiater atau kita CT scan ulang kepala kamu gimana?!" tanya Gianna setelah ia lepas dari keterkejutannya.

"Aku tahu kamu engga bakalan percaya. Tapi seiring berjalannya waktu, kamu bakalan percaya sama omongan aku! Kalo emang aku halu, kenapa aku harus berusaha keras berubah dari Inka yang lama?" ujar Inka yang membuat Gianna kembali berpikir. Ia tahu bahwa Inka yang sekarang sangat berbeda dengan Inka yang dikenalnya dulu. Gianna tak lagi mendebat Inka, ia pun berjanji akan mencarikan psikiater sesuai dengan keinginan sahabatnya itu.

****

Inka pun menjalani sesi konsultasi secara rutin di psikiater yang direkomendasikan oleh Gianna. Gianna pun mempercayai perkataan Inka karena terus mendampingi sahabatnya itu selama sesi konsultasi berlangsung. Menemani Gianna adalah alasan yang digunakan kedua gadis itu setiap kali pergi ke psikiater untuk mengelabui keluarga Inka.

Setelah dua tahun teratur menjalani perawatan, Inka pun merasa dirinya sudah pulih. Sang psikiater juga mengatakan hal yang sama dan berjanji akan terus mendampingi Inka bila ia membutuhkan dirinya. Inka juga menjalani latihan bela diri untuk membantu dirinya menghadapi situasi sulit kedepannya. Gianna selalu setia mendampingi Inka, kapanpun dan dimanapun yang membuat Inka semakin menyayangi sahabatnya itu.

****

"Bu Inka, ada tamu yang ingin bertemu dengan Pak Asher. Tapi Pak Asher lagi ada meeting dadakan, jadi kata tamunya dia mau ketemu dengan wakilnya Pak Asher. Apa ibu berkenan ditemui?" tanya Sellah, sang sekretaris.

"Hmmm, kamu tanya dulu yang bersangkutan ada urusan apa dengan Pak Asher dan siapa nama tamunya," balas Inka lalu mematikan sambungan intercomnya.

Sellah kembali menghubungi Inka.

"Bu, tamunya bernama Kanigara Janu, dia sahabat Pak Asher...." Jantung Inka berdebar kencang saat mendengar perkataan sekretarisnya itu. Pikirannya terasa kosong dan ia tak lagi mendengar penjelasan Sellah. Inka menekan dadanya. Ia berusaha menenangkan dirinya. Sellah yang tak mendapat jawaban dari Inka, berinisiatif mengetuk dan masuk ke ruangan Inka untuk memastikan kondisi Inka karena ia mendengar deru nafas Inka yang cepat melalui intercom.

"Ibu, gapapa?" tanya Sellah saat melihat Inka menangkupkan wajahnya ke atas meja. Sellah menunggu dengan sabar sampai Inka mengangkat wajahnya.

"Tolong siapkan, teh chamomile saya. Ehmmm, minta resepsionis membawa Pak Kanigara ke ruang Delima aja, dan siapkan kopi atau teh dan camilan kalo dianya mau nunggu Pak Asher selesai meeting. Kalo engga bisa nunggu, suruh datang lain waktu aja. Bilang aja saya lagi ada teleconference dengan cabang, jadi engga bisa jumpain yang bersangkutan," jelas Inka dengan nafas yang terdengar masih sedikit berat.

Untuk pulih total, kamu harus berani berhadapan dengan masa lalu mbanya. Karena kalo engga selamanya, mba Inka engga akan bisa pulih.

Inka mengingat perkataan psikiaternya itu. Ia pun menghentikan langkah Sellah.

"Jamu aja tamunya di ruang Delima. Saya akan menemui beliau," ujar Inka pada akhirnya.

Inka mencari obat yang diresepkan oleh sang psikiater bila Inka mengalami serangan panik seperti yang ia rasakan saat itu. Ia pun mulai melafalkan doa dan bersiap menghadapi masa lalu yang ternyata kembali menghampirinya hari itu.

Inka berjalan secara perlahan ke ruang Delima didampingi oleh Sellah. Sellah membukakan pintu setelah Inka memberi instruksi.

Kamu bisa Inka, kamu pasti bisa! batin Inka menyemangati dirinya.

"Selam..., Jordan?!" tanya seru Inka tak percaya karena melihat adik sahabatnya di ruangan itu.

"Selamat siang bu bos, apa kabar?" Jordan langsung memeluk Inka dan dibalas oleh Inka sambil tersenyum senang. Inka dan Jordan saling bertukar kabar dan melupakan keberadaan Kanigara dan Sellah sesaat.

"Ekhemmm," gumam Sellah yang membuat Inka dan Jordan tersadar dan segera meminta maaf kepada Kanigara dan Sellah.

"Kak, kenalin ini Pak Kanigara, CEO dari Janu Group, sekaligus atasan aku di kantor," jelas Jordan yang membuat Inka terkejut karena di masa lalu Jordan tidak bekerja di perusahaan milik keluarga Kanigara itu. Inka berusaha bersikap tenang dan mengulurkan tangannya ke arah Kanigara yang sedang menatapnya dengan intens.

"Halo saya Inka Alora, wakil CEO perusahaan ini," sapa Inka sambil menjabat tangan Kanigara. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya dan memandang suami masa lalunya itu dengan tenang. Kanigara membalas jabatan tangan Inka, sentuhan Kanigara membuat perasaan rindu dan sakit di dalam hati Inka membuncah. Ia berusaha menahan air matanya yang ingin muncul ke permukaan.

"Ekhem." Lagi-lagi Sellah bergumam untuk menyadarkan petinggi kedua perusahaan itu. Jordan menatap Sellah dengan tatapan geli, yang dibalas Sellah dengan tatapan dingin. Wajah Jordan yang semakin sumringah membuat Sellah merasa kesal. Inka langsung melepas genggaman tangannya yang membuat Kanigara menatapnya lekat.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Deg!

****

Terpopuler

Comments

Ruby Jane

Ruby Jane

kirain wanitanya kuat, gmn mau bls dendam ketemu aja gemeter.. trus apa itu? rindu? jyjyk kali.

2024-11-13

0

Lhady Uriyama

Lhady Uriyama

masa waktu 5 thn blm bisa melupakan trauma nya lebay thor

2023-10-28

1

auliasiamatir

auliasiamatir

makin mantul.. ayo inka kamu pasti bisa

2023-09-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!