Pagi hari pun tiba, Nadira membuka kedua matanya dengan tubuh lelah. Ia lalu turun dari atas ranjang berjalan memasuki kamar mandi, kemudian menatap pantulan wajahnya di depan cermin sembari mengingat kejadian yang ia lakukan dengan Rudian.
"Aiisss, apa yang aku lakukan? Aarrkkhhh".
Tok... Tok....
"Nadira!" Lala memanggilnya dari luar.
"Iya, tunggu sebentar" tidak lama setelah itu ia keluar dari dalam kamar mandi membukakan pintu untuk Lala. "Ada apa pagi-pagi seperti ini kamu sudah menggedor-gedor pintu kamar ku?".
"Ini untuk kamu, seseorang memberinya".
"Siapa?".
"Aku tidak tau, pelayan juga yang memberikan kepada ku".
Lala lalu pergi meninggalkannya, setelah itu Nadira membawa surat tersebut masuk ke dalam kamar. Dengan rasa penasaran, ia mencoba menebak-nebak siapa orang yang sudah memberinya, namun ia tidak berhasil menebak kecuali.
"Atau jangan-jangan" Nadira pun langsung membukanya dan membaca isi pesan tersebut dengan wajah datar. "Ternyata dia, aku pikir dari siapa. Tapi kenapa dia tiba-tiba ingin mengajak ku bertemu?" Ia melihat kartu nama yang pria itu berikan kepadanya. "Selain di tempat ini, aku merasa tidak enak bertemu dengan pria yang sudah menikah di tempat umum".
Tidak ada pilihan, pada akhirnya Nadira bersedia bertemu dengan Rudian di tempat yang Rudian tentukan. Dan sebelum Nadira berangkat, ia tidak lupa sarapan pagi bersama dengan yang lainnya seperti biasanya.
"Selamat pagi semuanya" Nadira mendudukkan diri.
"Pagi" balas mereka.
Sarah lalu melihat kepadanya, dan Nadira yang duduk disebelah Lala segera menyadarkan Nadira kalau ia sedang diperhatikan oleh Sarah.
"Dira, ada apa Tante Sarah melihat mu seperti itu sedari tadi?".
Nadira kemudian mengangkat wajahnya melihat kepada Sarah yang masih memperhatikan dirinya dengan intens membuat ia langsung melemparkan senyuman.
"Ada apa Dira?" Lala semakin penasaran.
"Tidak, tidak ada apa-apa La" Nadira menggeleng.
"Benarkah? Tapi cara Tante Sarah melihat mu membuat aku merasa ada sesuatu diantara kalian berdua. Oh iya, aku dengar-dengar dari yang lainnya kalau semalam kamu itu melayani salah satu orang berpengaruh di jakarta ini. Apakah itu benar Dira? Dan siapa orang itu Dira? Astaga, kamu membuat ku penasaran saja. Siapa orang itu Dira?".
Nadira terdiam.
"Hey, ayo jawab aku dong Dira. Kamu kok malah diam seperti itu sih?".
Nadira melihatnya, "Kamu penasaran siapa pria itu?".
"Mmmmm, aku sangat penasaran sekali Dira siapa orang tersebut. Ayo dong beritahu aku Dira, please".
"Tapi...
"Tapi apa Dira?".
"Sebaiknya nanti saja deh aku beritahu kamu, soalnya aku akan bertemu dengannya lagi hari ini".
"Apa? Kamu serius?".
"Mmmm, pesan yang tadi pagi kamu bawakan untuk ku dari pria itu".
"Oh begitu? Ya sudah, aku akan menunggunya hehehehe. Jam berapa kamu kesana? Kamu tidak perlu bantuan ku?".
"Tidak usah, aku bisa sendiri".
"Baiklah kalau begitu, semoga sukses Dira".
.
Dan sekarang Nadira tengah berdiri di depan sebuah gedung mewah yang bertulisan hotel A group. Ia melihat samping kiri kanannya begitu banyak orang berlalu lalang begitu saja, ia yakin kalau mereka itu adalah karyawan/karyawati disana.
Setelah lama menatap gedung tersebut dari atas sampai bawah, ia segera memasuki lobby menuju lift, karna tujuannya berada di lantai 25 kamar hotel nomor 2509. Dan setibanya Nadira disana, ia pun segera menemukan kamar tersebut. Dengan perasaan sedikit was-was, ia mengetuk pintu sebanyak tiga kali sampai ia mendengar sebuah jawaban dari dalam menyuruhnya masuk.
Ceklek!
Nadira pun langsung masuk ke dalam dan langsung melihat tubuh seorang pria yang perkasa berdiri tepat di dekat jendela kaca sembari menatap keluar dengan tubuh kekar dengan menggenakan pakaian kemeja putih.
"Permisi! Apakah ini tuan Rudian?".
2 menit membiarkan Nadira berdiri tepat di belakangnya dan membiarkannya berbicara sendiri tanpa menjawab pertanyaannya. Kini si pria tersebut memutar tubuhnya menghadap Nadira dengan senyuman manis di wajahnya tampannya.
"Ternyata aku benar" Nadira tersenyum.
"Maaf membuat mu datang kemari" Rudian melangkah mendekati Nadira. Kemudian menyentuh kedua bahunya dengan lembut, "Kamu tidak keberatan jika aku memanggilmu disaat seperti ini?".
Nadira menggeleng kepala, "Tidak tuan, aku sama sekali tidak keberatan. Lalu bagaimana dengan tuan? Apa tuan baik-baik saja?".
"Ya, aku baik-baik saja. Ayo, silahkan duduk".
Keduanya lalu mendudukkan diri diatas sofa, Nadira melihat beberapa minuman beralkohol tersaji diatas meja dan juga beberapa makanan ringan.
"Kamu mau minum bersama ku?".
"Apa tuan yakin disiang hari seperti ini? Apa tuan tidak ke kantor?".
"Tidak, hari ini aku hanya ingin bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama dengan mu. Minumlah".
"Baiklah" Nadira pun menerima gelas tersebut dari tangan Rudian, dan keduanya saling meneguk milik mereka masing-masing sambil tertawa bersama dengan beberapa candaan. "Tuan!" Nadira terlihat sedikit mabuk. "Apakah saya boleh bertanya tuan?".
"Mmmm, kamu ingin bertanya apa?".
Nadira menatapnya, "Apakah tuan menyukai saya?".
Rudian terdiam dan tidak menjawab sambil meneguk anggur miliknya.
"Kenapa? Kenapa tuan tidak menjawab pertanyaan saya? Tidak apa-apa kalau tuan menjawab iya ataupun tidak. Soalnya dari beberapa pria yang sudah pernah saya layani, diantara mereka tidak pernah satu orang pun yang berani memberikan sebuah kartu yang begitu sangat berharga kepada saya. Tapi tuan.. Tapi tuan memberikan kartu ini kepada ku".
"Kamu menyukainya?".
"Ya?".
"Kalau kamu menyukai kartu itu kamu boleh memilikinya dan menggunakannya sebanyak yang kamu mau".
Kedua mata Nadira berbinar-binar tak karuan, "Benarkah?" Nadira terkejut sembari tertawa senang. "Benarkah tuan memberikan kartu ini kepada ku secara cuma-cuma? Oh tidak, aku tidak bisa mempercayai ini semua. Aku yakin ini tidak nyata, tidak mungkin tuan memberika...
"Aku benar-benar memberikannya kepada mu. Jangan khawatir, aku tidak akan memintanya lagi dari mu".
Merasa sangat bahagia sekali mendengar akan hal tersebut, Nadira langsung memeluk Rudian dengan sangat erat.
"Kalau begitu, sebagai balasannya. Saya siap melayani tuan Rudian kapan pun tuan mau".
.
1 bulan berlalu..
"Dira, kamu sedang apa disini?" Lala menghampirinya di taman belakang.
"Tidak sedang ngapain-ngapain La. Ada apa?".
"Mmmmm, itu Dira. Besok aku ingin mengunjungi kampung halaman ku. Tapi aku tidak tau, hadiah apa yang harus aku bawa kepada mereka".
"Jadi kamu besok mau pulang kampung La?".
"Iya, katanya ibu ku sedang sakit. Aku khawatir sesuatu terjadi kepadanya. Kamu sedang sibuk tidak? Temani aku membeli sesuatu untuk mereka dong Dira".
"Tentu saja, ayo. Aku akan menemani mu".
"Terima kasih Dira, ayo".
Kedua orang itu segera meninggalkan taman belakang, dan tujuan mereka sekarang ini yaitu sebuah mall yang begitu sangat terkenal di kota Jakarta.
"Terus, kabar ibu mu sudah bagaimana Dira?".
"Aku juga tidak tau La. Sejak saat itu ibu ku benar-benar seperti di telan bumi saja. Sampai sekarang aku belum menerima kabar darinya".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments