Hari Minggu pagi ini adalah hari yang indah. Rama sudah tidak sabar ingin segera ke rumah Aminah. Rama pergi dengan terburu-buru sampai ia tidak ikut sarapan pagi bersama keluarganya, rupanya ia sudah memiliki rencana saat di rumah Aminah nanti.
Rama pun meminta izin kepada maminya, “ Mi, Rama izin tidak sarapan bersama. Rama ada kegiatan yang harus dikerjakan!” Mencium tangan maminya dengan takdzim.
“ Jangan lupa sarapan dahulu sebelum kamu menyelesaikan tugas,” Balas mami.
Ia juga tidak lupa mencium tangan papinya, walaupun sering ia menerima penolakan. Sedangkan Rian hanya melihat dirinya dengan sinis.
“Apa yang mau dilakukan anak angkat itu ya?” Ucapnya dalam hati.
Rama pun segera menyalakan mobilnya, diantara mobil yang berjejer di garasi keluarga Wijaya hanya mobilnya yang paling murah. Rama pun tetap bersyukur, ia mendapatkan fasilitas yang lebih baik dibandingkan teman-temannya di panti asuhan.
Ia mampir ke toko kue yang paling enak di daerah sini. Ia mengetahui toko ini enak dikarenakan Rama sering dimintai tolong oleh maminya untuk membelikannya kue. Sesampainya di toko kue tersebut ia segera membeli kue yang the best seller pada toko tersebut.
“Pasti Aminah akan suka dengan ini,” Ucapnya Rama dalam hati.
Kemudian ia pun berjalan ke arah penjual bubur, yang letaknya tidak jauh dari toko kue . Ia pun membeli tiga porsi bubur.
“ Bang, buburnya tiga porsi ya. Tolong sambalnya dipisah ya bang!” Ujar Rama pada penjual bubur.
Ia pun langsung membayar bubur tersebut, lalu ia menuju ke supermarket untuk membeli buah-buahan dan susu. Rama teringat ucapan Aminah bahwa ibunya sakit-sakitan saat ini. Rama pun membeli beberapa jenis buah yang mudah dicerna oleh orang sakit
“Sudah semua dibeli, sekarang kita tinggal mencari rumah Aminah.” Batinnya.
Ia pun menyusuri jalanan arah ke butik milik maminya, Aminah menyampaikan rumahnya tidak jauh dari jalanan tersebut dan patokan menuju kea rumahnya adalah masjid Al-Ikhlas. Ia secara perlahan dari balik kemudinya menyusuri jalanan untuk menemukan masjid Al-Ikhlas tersebut.
Ternyata dari butik mami menuju ke arah masjid Al-Ikhlas itu membutuhkan waktu sekitar lima belas menit dengan mengendarai mobil. Ia mengingat kembali bagaimana Aminah setiap hari harus memulung dengan berjalan kaki dan menempuh jarak yang jauh, itu luar biasa.
“ Aminah kasihan sekali , setiap hari harus berjalan kaki untuk memulung.” Ucapnya dalam hati.
Rama pun langsung memakirkan kendarannnya di depan masjid, dan ia bertanya kepada bapak
yang sedang membersihkan halaman masjid.
“ Assalamualaikum. Pak, mau tanya. Rumah Aminah kalau dari sini ke arah mana ya ?” Ucap Rama dengan sopan.
“ Waalaikumsalam. Iya tidak apa-apa, Aminah yang pemulung kan?” Tanya bapak tersebut.
“Iya pak,” Balas Rama.
“ Di sebelah masjid ini ada gang kecil, hanya bisa untuk pejalan kaki. Lurus saja, kalau jalan sekitar sepuluh menit, nanti ada balai RW nah rumah Aminah di belakang balai RW tersebut.” Bapak tersebut menjelaskan arah menuju rumah Aminah dengan jelas.
“ Makasih ya pak, saya izin memakirkan kendaraan saya di depan masjid ya pak. Assalamualaikum.” Ucap Rama
“ Iya nak silakan, yang penting mobil kamu sudah terkunci ganda. Maklum daerah sini sering terjadi kehilangan kendaraan bermotor. Waalaikumsalam.” Balas bapak tersebut.
Rama pun mengambil makanan yang telah dibelinya, cukup banyak bawaan yang dibawa olehnya. Kemudian ia tidak lupa untuk mengunci kendaraannya, teringat pesan bapak tadi . Lalu ia segera melangkah menyusuri gang kecil sesuai arahan bapak pengurus masjid tadi dan mencari balai RW.
Akhirnya setelah sepuluh menit berjalan ,ia pun menemukan balai RW. Ia pun segera masuk ke dalam gang di sebelah balai RW dan mencari rumah kayu.
“ Oh Ini rumah kayu, pasti rumah Aminah.” Ucapnya bermonolog sendiri.
Rumah Aminah masih berbahan kayu, padahal rumah tetangganya sudah berbahan batu bata semuanya. Rumahnya pun sangat kecil, namun tampak asri . Terlihat di depan rumah Aminah terdapat beberapa tanaman apotik hidup ataupun sayur mayur.
Di depan rumah Aminah pun terlihat barang rongsokan yang tersusun rapi. Seperti tumpukan kardus ataupun tumpukan botol plastik yang tersinmpan di dalam karung.
Saat Rama berjalan mendekati rumah Aminah, ia melihat Aminah sedang menganyam tas dari bahan daur ulang. Rama pun tersenyum lebar, akhirnya ia menemukan rumah yang Aminah.
“Assalamualaikum, Aminah.” Sapa Rama yang sudah berada di depan teras rumah Aminah.
Aminah pun terkejut saat ia membalikkan badannya ternyata, kak Rama yang pernah menolongnya sudah berada di depan rumahnya. Sebelumnya ia tidak pernah menyangka, ucapan Rama saat kemarin siang bertemu dan menyampaikan bahwa besok akan ke rumahnya menjadi kenyataan.
Aminah sadar diri, ia hanya anak seorang pemulung. Ia adalah anak yang putus sekolah. Ia hanya orang miskin yang harus bertahan hidup dengan memulung untuk bisa membeli makanan dan obat ibunya. Mana mungkin bisa berteman dengan kak Rama yang anak orang kaya.
“ Assalamualaikum Aminah, kenapa kamu melamun dan menatap saya seperti itu ?” Tanya Rama dengan menggoda.
“ Jangan terlalu lama melihat saya nanti kamu akan jatuh hati kepada saya,” Ucapnya lagi.
“ Eh Iya kak, Waalaikumsalam. Iya kak maaf ya kak.” Aminah pun langsung berdiri dan menyambut Rama.
“ Maaf ya kak, Rumahku tidak ada bangku jadi kakak harus lesehan,” Aminah pun membersihkan tikar yang berserakan bungkus kopi instan.
“ Ini buat kamu Aminah,” Ujar Rama dengan memberikan makanan yang dibawanya.
“ Apa ini kak? Masyaallah ini banyak sekali kak. Makasih banyak ya kak, jadi merepotkan kakak.” Balas Aminah.
“ Tumben kamu tidak memulung hari ini?” Tanya Rama kembali.
“ Anyaman tas saya belum selesai, harus jadi tas ini sore ini kak. Saya harus menjualnya sama bu Susi kak, agar saya dapat uang untuk beli obat ibu.” Ujar Aminah dengan menunjuk tas buatannya.
“Aminah itu ada bubur , pasti kamu belum sarapan? Ayuk kita sarapan bersama!” Ajak Rama.
Terdengar suara laki-laki di teras rumahnya, membuat ibunya Aminah penasaran hingga ia keluar dari kamar dan ingin melihat siapa yang datang.
“Aminah ada siapa nak?” Tanya ibunya yang sudah di depan pintu rumah.
“ Oh ini kak Rama bu, yang pernah Aminah ceritakan sama ibu kalau kak Rama pernah menolong Aminah,” Ucapnya kepada ibunya.
“ Saya Rama bu,” Ucap Rama sambil mencium tangan dengan takdzim.
“Terima kasih ya nak Rama kemarin sudah menolong Aminah anak saya. Oh ya mohon maaf ya nak Rama
rumah kami sempit dan jelek, jadi maaf pastinya nak Rama tidak nyaman.” Ujar ibunya.
“ Tidak kok bu, disini sangat adem dan asri bu. Enak bu, banyak pepohonan.” Ucap Rama.
“Bu, ini ada bubur , kue , buah dan susu dari kak Rama,” Ucap Aminah pada ibunya.
“Ya Allah nak, banyak sekali. Terima kasih ya Rama, semoga Allah membalas kebaikan nak Rama
ya,” Ucap ibunya.
Ibunya pun kembali ke dalam kamar. Ia memang tidak boleh terkena angin pastinya sesak napasnya akan kambuh lagi. Jadi sehari-harinya ibunya Aminah selalu di berada di dalam kamar.
Aminah pun langsung menyiapkan bubur untuk ibunya makan, Aminah juga menyiapkan buah yang sudah dibersihkan dan diletakkan di meja samping tempat tidur ibunya.
Aminah pun menyiapkan bubur untuk dirinya dan kak Rama. Mereka berdua pun akhirnya sarapan bubur bersama. Saat sedang makan, ia tampak menatap kak Rama dengan tatapan yang sulit diartikan.
Ternyata Rama tahu kalau Aminah sedang menatapnya, “ Kamu suka sekali sih Aminah menatap saya, nanti jadi suka,” Goda Rama pada Aminah.
Aminah pun langsung terkejut, betapa malunya ia ketahuan sedang menatap Rama. “ Kak Rama PD sekali,” Ucapnya sambil mengaduk bubur.
Rama pun hanya tersenyum melihat Aminah yang menjadi salah tingkah, “ Pucuk Cinta ulam pun tiba, gayung bersambut tampaknya Aminah juga punya perasaan padaku,” Ucapnya dalam hati.
Setelah selesai makan bubur, Rama pun mulai mengamati hasil tas bahan daur ulang dari bungkus kopi instan dan bungkus deterjen.
“Ini kamu yang buat ?” Tanya Rama dengan menunjuk tas yang sudah jadi.
“ Iya kak ini buatanku, Alhamdulillah minggu ini aku sudah buat enam buah tas. Walaupun yang satu tas ini masih proses, insyaalllah sore ini jadi.” Jawab Aminah.
“ Aminah, tolong ajari aku cara menganyam tas ini,” Pinta Rama.
“ Iya kak, lihat baik-baik ya kak,” Ucap Aminah.
Rama pun langsung mengambil kesempatan untuk duduk lebih dekat dengan Aminah, sekarang bergantian ia dapat melihat Aminah dari dekat. Ada perasaan berdebar-debar dalam hatinya.
“ Cantik sekali,” Ucap Rama dengan polosnya.
Aminah pun kaget mendengar ucapan Rama, ia pun langsung menengok ke arah Rama. “ Cantik, apa yang cantik ya kak?” Tanya Aminah.
Rama pun langsung gelagapan, “ Tas yang kamu buat cantik,” Ucapnya dengan berbohong.
Aminah pun tersenyum mendengar jawaban dari Rama, ia pun melanjutkan menjelaskan cara menganyam untuk membuat tas dari bahan daur ulang.
Rama pun memiliki ide, akan membantu memasarkan tas hasil buatan Aminah melalui online dengan memposting di media sosial miliknya. Pengikut Rama pada media sosialnya cukup banyak sudah tembus lima juta orang.
“ Aminah, boleh kita join? Aku akan membantu kamu dalam menjual tas buatan kamu ini secara online,” Tanya Rama.
“ Serius kakak akan membantu Aminah?” Tanya Aminah padanya.
Rama juga seorang selebram, ia sering mengendorse barang. Semua uang yang ia dapatkan selama ini ditabung, hingga akhirnya ia bisa membangun usaha percetakan digital dan studio foto. Saat ini ia masih duduk di bangku kelas XII SMA, namun ia mampu menjalankan bisnisnya dengan sangat baik bahkan sudah memiliki karyawan sekitar seratus orang.
Rama sadar diri, ia hanyalah seorang anak angkat. Tidak pantas untuk dirinya mendapatkan warisan dari keluarga Wijaya, apalagi hanya mamilah yang bersikap baik padanya.
“ Iya serius masa saya bohong, kamu tidak perlu lagi menjualnya kepada orang lain. Nanti biar saja yang menjualnya secara online ataupun di saya pajang di studio foto saya.” Ucapnya Panjang lebar.
“ Aku bawa tas hasil buatanmu yang lima ini, aku kasih harga setiap tas empat ratus ribu jadi semuanya dua juta rupiah, ini uangnya!” Rama pun langsung memberikan uang tersebut.
“ Ini terlalu banyak kak, biasanya satu tas aku di hargai seratus lima puluh ribu rupiah,” Aminah pun mengembalikan uang tersebut kepada Rama.
“ Dengarkan aku Aminah, tas ini akan memiliki harga yang tinggi apabila package bagus. Tenangsaja Aminah akan aku buat sebagus mungkin, nanti akan aku kasih kabar ya ,” Balas Rama.
Waktu sudah mulai menjelang siang dan terdengar adzan zuhur berkumandang. Rama pun pamit untuk
pulang. Ia ingin langsung ke studio foto miliknya untuk segera membuat package tas buatan Aminah sebelum nanti ia pasarkan secara online melalui media sosialnya.
“ Aminah, kakak pulang dulu ya. Nanti kakak kabari lagi. Hari Minggu depan kakak akan ke rumah kamu untuk beritahu hasil penjualan online tas kamu.” Ucap Rama/
“ Iya kak, makasih banyak ya kak. Kak Rama baik sekali.” Balasnya.
“ Salam untuk ibumu ya, Aku pamit, Assalamualaikum.” Ucap Rama dengan tersenyum.
“ Iya kak nanti Aminah sampaikan ke ibu, Waalaikumsalam.” Jawab Aminah.
Rama pun langsung bergegas untuk menuju tempat usahanya percetakan digital dan studio foto. Ia ingin membuat package tas buatan Aminah agar terlihat mewah dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Aminah pun bersyukur sekali dapat bertemu dengan laki-laki yang menjadi penolongnya. Dari awal pertemuannya kak Rama sudah menolongnya dari orang jahat, sekarang ia membantu lagi memasarkan tas buatannya bahkan dengan memberikan harga jual yang cukup tinggi. Uang tersebut ia akan gunakan untuk membawa ibunya esok hari berobat ke rumah sakit.
“Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Engkau mempertemukan hamba dengan orang yang baik dan penolong hamba.” Ucapnya dalam hati.
“ Ingat Aminah, kamu dan dia berbeda sekali antara langit dan bumi. Janganlah pernah berharap lebih kamu akan sakit nantinya apabila kecewa.” Ucapnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments