aku yang tengah memilih sayur pun langsung terhenti mendengar pertanyaan yang dilemparkan oleh Bu Rini.
"maaf Bu, ibu kata siapa ya?" tanyaku menatap Bu Rini.
"ah mbak Sinta ini pake tanya kata siapa, jelas kata ipar nya mbak Sinta sendiri lah. tadi loh, dia belanja kesini disuruh sama ibu mertuanya mbak Sinta terus cerita katanya mbak Sinta itu melarang mas Rendi membelikan Ririn motor" jawab Bu Rini membuatku darahku bergemuruh.
"saya tidak melarang ibu-ibu, tapi ibu-ibu tau sendiri kan gimana kondisi keuangan saya dan juga suami saya. ya tau sendirilah seberapa si gaji kurir antar paket, untuk bisa makan setiap hari dan membayar kontarakan aja sudah syukur bu-ibu." kataku menjawab pertanyaan Bu Rini.
"tapi kata Ririn hariannya mas Rendi itu besar loh mbak, bisa sampai lima ratus ribu sehari dan ibu diberikan semua sama mbak Sinta" kata salah satu ibu-ibu lagi disebelah Bu Rini.
"astagfirullah bu-ibu, sehari lima ratus ribu itu kurir antar paket apa? mana ada ibu-ibu, jangan ngaco deh. mas Rendi itu baru semalem bawa uang terbesar tiga ratus lima puluh ribu, itu pun karna banyaknya paket yang harus diantar. tau sendiri kan jasa antar paket kalo lagi event pasti sampai overload bu-ibu, hasil segitu pun harus dibagi empat. untuk uang jajan Ririn, uang belanja ibu mertua, uang belanja saya, belum lagi untuk isi bensin suami saya kan ibu-ibu" jawabku membuat semua ibu-ibu itu menganggukan kepala.
"lagian ibu-ibu ini bisa-bisa nya percaya sama anak bau kencur seperti itu, saya yang tadi mendengarkan aja ngga percaya. betul apa yang dibilang mbak Sinta, kurir paket apa yang sehari bisa menghasilkan lima ratus ribu. kecuali ya kurir paket barang haram, iya gak mbak Sinta?" kata itu Sri yang berdagang sayur.
"nah itu mbak Sri aja paham maksud saya, maaf ya bu-ibu sebaiknya kalo menerima berita itu di cerna lebih dulu jangan langsung ditelan mentah-mentah" jawabku yang sedikit kesal dengan ibu-ibu disini.
"iyaa mbak Sinta, maafkan kami ya yang sudah berfikir yang tidak-tidak pada mbak Sinta" kata Bu Rini mewakili ibu-ibu yang lain.
"gapapa bu, tapi tolong lain kali jangan seperti itu ya. lagian kalo pun saya dan suami saya mempunyai uang lebih untuk membelikan Ririn motor, saya juga tetap ngga akan izinkan bu-ibu. bahaya, Ririn masih dibawah umur belum punya KTP ataupun SIM dan dia juga masih sekolah. untuk apa sih pakai motor hanya untuk bergaya demi gengsi" jawabku yang langsung diangguki oleh Bu Sri.
"betul itu kata mbak Diah ibu-ibu, kalo saya sih lebih milih anak saya diantar jemput setiap harinya dan membiarkan dia memiliki apa yang dia mau saat dia udah bisa menghasilkan sendiri. iyakan mbak Sinta?" kata Bu Sri yang satu pemikiran dengan ku.
"bener juga ya ibu-ibu, lagian mbak Sinta kan pasti perlu biaya lebih karna memiliki anak yang masih bayi dan pasti keperluannya sangat besar. iyaa ngga sih ibu-ibu" kata Bu Rini yang disetujui oleh ibu-ibu yang lainnya.
aku pun selesai memilih sayur dan juga lauk yang akan aku masak hari ini, biarlah aku masak secukupnya untukku dan juga Nauval hari ini. bukan bermaksud untuk menjadi istri durhaka, tapi untuk membuat mas Rendi berfikir lebih baik lagi.
"Bu Sri, ini saya sudah belanjanya. tolong dihitung" kataku. bu Sri pun menghitung barang belanjaan ku dan menotalkannya.
"semuanya tiga puluh delapan ribu mbak" katanya, aku pun menyerahkan dua lembar uang dua puluh ribuan.
"kembalinya tolong saus tiram aja ya Bu" kataku, Bu Sri langsung mengambilakan saus tiram yang aku butuhkan.
"terimakasih bu, mari ibu-ibu saya duluan ya?" kataku berpamitan pada ibu-ibu yang masih mengobrol diwarung Bu Sri.
aku pun sampai dirumah dan segera masuk kedalam rumah dan menguncinya, ku taruh bahan masakkan diatas meja makan. kemudian aku pun memberikan makanan ringan untuk Nauval agar anteng duduk menonton tv selama aku memasak.
"kamu duduk disini ya nak sambil mainan dan makan cemilan ini, bunda mau masak dulu" kataku pada Nauval yang terlihat mengedipkan kedua matanya membuatku gemas.
setelah memastikan Nauval anteng dengan makanan dan juga mainannya, aku pun mulai mengolah satu persatu bahan masakan yang tadi ku beli. Alhamdulillah hingga masakan matang Nauval masih anteng bermain tak sedikit pun menangis, walaupun cemilan berantakan kemana-mana tapi aku tak mempermasalahkannya yang penting Nauval senang.
"kita makan dulu ya nak, bunda buatin sup ayam untuk Nauval hari ini" kataku menyuapkan nasi serta sup kehadapan mulutnya. Nauval pun melahapnya dengan semangat, begitu pun seterusnya.
baru saja aku beranjak mau menaruh mangkuk bekas makan Nauval, terdengar gedoran pintu yang terdengar lumayan keras.
"diaaahh buka pintunya, menantu sialan!" kata ibu mertua yang setia menghardikku. aku pun membukakan pintu setelah menaruh mangkuk bekas makan Nauval tadi kewadah cucian piring.
"ada apa Bu, kok teriak-teriak sih?" tanyaku yang merasa kesal dengan teriakan ibu mertua.
"ada apa ada apa, kamu ngomong apa aja diwarung Bu Sri tadi sampai semua ibu-ibu disana membicarakan Ririn dan juga ibu?" tanyanya dengan sedikit membentak.
"harusnya aku yang bertanya begitu pada Ririn Bu, bicara apa dia sama ibu-ibu disana sampai mereka mengataiku macam-macam sampai aku harus klarifikasi hal yang menurutku ngga penting itu" jawabku yang sudah teramat kesal dengan sikap ibu mertua.
"memang apa yang dibilang Ririn sama ibu-ibu itu sampai kamu harus klarifikasi segala, emangnya kamu siapa? artis bukan pejawab bukan pake klarifikasi segala" jawab ibu mertua membuatku semakin geram.
"Ririn sengaja bilang kepada ibu-ibu itu kalo aku melarang mas Rendi membelikannya motorkan, padahal sudah jelas jika mas Rendi ngga ada uang untuk membelikan Ririn motor" jawabku dengan menatap ibu mertua yang memelotokan mata.
"memang bener kan kalo kamu melarang Rendi membelikan Ririn motor, kenapa kamu harus klarifikasi segala seolah kamu orang paling disakiti" jawabnya membuatku menghela nafas.
"Bu, sadar lah bu. anak ibu hanya seorang kurir paket yang penghasilannya ngga seberapa Bu, kalo memang Ririn mau punya motor ya suruh selesikan dulu sekolahnya lalu kerja biar bisa membeli apa yang dia inginkan" jawabku menatap kesal kearah ibu mertua.
"Ririn itu butuh untuk berangkat ke sekolah Sinta, dia itu capek kalo harus pulang pergi dengan jalan kaki. sekarang aja dia jadi ngga sekolah karna capek setiap hari jalan kaki pulang pergi ke sekolahnya" kata ibu mertua membuatku memutar bola mata malas.
"yaa itu resiko dia lah Bu, masih sekolah sudah mau banyak gaya. mending ada modal, lah jangankan modal hidup aja pas-pasan kok" jawabku membuat wajah ibu mertua semakin memerah menahan amarah.
tanpa menghiraukan ibu mertua lagi, aku pun masuk kedalam rumah dan langsung menguncinya. seperti biasa, masih terdengar sumpah serapah yang dia tujukan padaku. tapi aku tak perduli, aku langsung mengisi tenagaku dengan nasi dan juga sup ayam yang tadi ku masak.
bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments