bab 4.

"dek, kok kamu ngambek si dek" kata mas Rendi yang masih terdengar ditelingaku, namun aku tak menghiraukan kan berusaha memejamkan mata yang sudah tak sanggup lagi terbuka.

aku masih merasakan mas Rendi berdecak sebelum merebahkan diri di sampingku yang memunggunginya.

keesokan paginya aku pun mengerjakan aktivitasku seperti biasa, begitu pun mas Rendi. namun, aku sama sekali tak membuat sarapan bahkan mas Rendi tak ku bangunkan. sengaja untuk pelajaran baginya, aku hanya memandikan Nauval yang sudah bangun dan membersihkan seluruh rumah dan juga mencuci pakaian.

rencananya aku akan membuat sarapan setelah mas Rendi berangkat mengambil paket, biarkan saja dia mau berkata apa.

"kok ngga ada sarapan dek?" tanya mas Rendi yang ternyata sudah bangun ketika aku sedang membilas pakaian yang baru saja ku cuci.

"gak masak" jawabku singkat tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaanku.

"tapi dek, mas sarapan apa kalo kamu ngga buatkan mas sarapan? ini juga belum ada kopi atau teh, biasanya kan kamu selalu buatkan buat mas dek" kata mas Rendi membuatku terpaksa mendongak menatap wajahnya yang terlihat kesal.

"aku kan sudah balikin semua uang yang kamu kasih, mendingan kamu minta ibu kamu aja buat kelola uang itu dan membuat makanan untuk kamu. selesai, iyakan?" jawabku dengan menohok, sengaja membuat mas Rendi berfikir rasanya tak bisa diberikan pelayanan terbaik di rumah.

"terus apa tugas ku kalo bukan untuk mengurusi ku? masa aku sudah punya istri harus minta diurusin ibu" jawabnya yang terasa sangat kesal.

"loh kami sadar udah punya istri?" tanyaku dengan dahi menyerit.

"maksud kamu apa si dek?" tanyanya dengan raut wajah bingung.

"sudahlah mas, lebih baik kamu sarapan diluar aja sana. aku malas melihat wajahmu" jawabku sedikit ketus.

"yaallah dek, durhaka kamu dek sama suami kaya gitu. kamu masih marah sama mas soal semalam?" tanyanya yang ternyata sudah frustasi dengan sikapku.

"bagaimana aku ga marah mas. harusnya kamu sadar diri sama kemampuan kamu, kalo emang kamu ngga mampu membelikan Ririn barang ya gausah diturutin. ini, udah ngasih makan anak istri aja pas-pasan pake mau beliin motor adiknya. sayang si sayang mas tapi jangan bikin susah orang dong" jawabku dengan sewot membuat mas Rendi menggaruk rambutnya dengan kasar.

"tapi dek,,,,,," jawabnya seketika langsung terhenti mendengar suara gedoran pintu didepan rumah.

"tuh, buka sana! palingan ibu sama adik tersayang kamu datang buat minta sarapan!" kataku membuat mas Rendi langsung berjalan menuju kedepan untuk membuka pintu.

"lama banget si kamu buka pintunya ren! Sinta sudah buat sarapan kan? ibu sama Ririn sarapan disini ya seperti biasa, lumayan untuk hemat uang yang dari kamu" kata ibu mertua yang sangat jelas terdengar ditelingaku.

"ngga sarapan Bu, Sinta gak masak" jawab mas Rendi dengan lesu. aku tak perduli, aku tetap melanjutkan membilas pakaian yang sebentar lagi selesai.

"apa, ngga buat sarapan! terus kamu mau berangkat ngambil paket dengan keadaan perut kosong gitu? bener-beneelr kelewatan istri kamu itu" kata ibu mertua yang terdengar sangat marah.

"kamu kayanya salah cari istri deh mas, masa buatin sarapan suami nya aja ngga mau. istri macam apa itu" perkataan Ririn membuatku menghela nafas. andai aku sudah selesai, aku pasti akan menghajar mulut adik iparku itu.

"benar kata Ririn ren, lebih baik kamu tinggalkan aja perempuan seperti itu. sudah ga berguna, ga bisa menghasilkan, ngurus suami pun ngga bisa. apa yang dia bisa sebenarnya" gumam ibu mertua sangat menusuk hatiku, tak terasa air mata pun lolos begitu saja.

"kalian ngomong apaan sih, lebih baik kalian pulang dan beli lah sarapan sendiri. toh semalam sudah Rendi kasih kan uangnya ke ibu" jawab mas Rendi masih berusaha membelaku dihadapan ibu dan juga adiknya.

"tapi ren, ibu sengaja mau sarapan disini kan biar ibu bisa hemat uang pemberian dari kamu. ibu kan juga pengen bisa nabung ren" kata ibu mertua membuatku melebarkan mata. ada-ada saja alasannya, padahal aku sangat tau jika ibu mertua selalu jajan dengan ibu-ibu yang lainnya menggunakan uang yang diberikan mas Rendi. tapi alasannya untuk ditabung!

"sudahlah Bu, Sinta hari ini sedang tidak masak. lebih baik ibu pulang sekarang dan carilah sarapan sendiri" final mas Rendi, namun ibu mertua masih tidak bergemik dan tetap berada ditempatnya.

"terus gimana dengan motor untuk Ririn ren, kamu jadikan belikan Ririn motor?" tanya ibu mertuaku pada mas Rendi.

"nanti dulu lah Bu, Rendi ngga ada uang sama sekali saat ini. ibu tau sendiri lah keadaan Rendi seperti apa saat ini, untuk makan aja sudah syukur Bu" jawab mas Rendi.

aku yang sudah selesai mencuci pakaian pun ingin lekas menjemurnya, namun sangat malas jika harus melewati mas Rendi dan juga ibu mertua. terlebih lagi Ririn yang sama sekali tak pernah menghormatiku sebagai kakak iparnya.

"tapi mas, Ririn malu lah sekolah selalu jalan kaki. Ririn juga capek lah mas, jalan kaki berangkat sama pulang sekolah" jawab Ririn terdengar merajuk.

"nikmatin saja dulu lah Rin, saat ini kan kamu masih berproses. sekolah saja dulu yang bener, nanti kalo kamu udah kerja baru kamu beli sendiri semua barang yang kamu mau" jawab Rendi ketika aku melewati mereka diruang tamu.

"CK, kamu pasti kena hasutan istri kamu itu kan ren. mau jadi anak durhaka kamu ren lebih mentingin orang lain dibanding keluarga mau, hah!" bentak ibu mertuaku dengan nada tinggi.

"ibu, Sinta buka orang lain Bu. dia istriku, ibu dari anak-anakku Bu. tolong sekarang ibu pulang, hari masih pagi tolong jangan bikin mood Rendi rusak hari ini Bu" kata mas Rendi membuat ibu mertua dan juga ririn meninggalkan rumah dengan menghentakkan kaki.

"dek, mas berangkat ngambil paket ya? udah siang" kata mas Rendi berpamitan padaku yang sedang menjemur pakaian.

"Hem" jawabku yang langsung mencium punggung tangannya.

setelah mas Rendi hilang dari pandangan aku pun segera menyelesaikan menjemur pakaian dan berbelanja untuk memasak hari ini.

ku lihat Nauval masih tertidur ditempat tidurnya setalah ku berikan susu sebelum ku tinggal mencuci pakaian, aku pun lekas mandi dengan cepat dan berganti pakaian.

setelah aku selesai mandi, ternyata Nauval sudah terbangun dan bermain dengam boneka kecil yang sengaja aku taruh didalam tempat tidurnya.

"anak bunda sudah bangun ya, pintar ya ngga magis bangun tidurnya" kataku yang lekas mengeluarkan Nauval dari tempat tidurnya.

aku pun mengambil dompet dan tak lupa menggendong Nauval dengan jarik agar lebih memudahkan aku untuk memilih sayuran nanti.

tak butuh waktu lama aku pun sampai diwarung sayur yang berada tepat di sebrang gang kontrakanku.

"eehh mbak Sinta, belanja mbak?" tanya salah satu ibu-ibu menegurku, aku yang ditegur pun hanya menyunggingkan senyum kecil sebagai jawaban.

"eehh mbak Sinta, emang bener ya mbak Sinta itu melarang mas Rendi membelikan Ririn motor? ngga boleh begitu lah mbak, biar gimana pun kan Ririn itu adiknya mas Rendi."

bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!