Dijebak?

Sedih!

Itu sudah pasti yang dirasakan oleh seorang Nindya Ayu Guinandra. Putri dari Keluarga Guinandra, pengusaha tersohor di Negeri ini.

Cintanya yang buta pada Heru, sang suami. Kini berbuah kekecewaan yang amat sangat. Sejak mengenal laki-laki itu, dia berharap impiannya menjadi kenyataan. Untuk menikah dan membangun rumah tangga yang harmonis dengan restu dari kedua orang tuanya.

Begitu berat tantangan serta halangan Nindy untuk mendapatkan restu dari Papa dan Mamanya kala itu, apalagi Narendra, adik laki-laki satu-satunya. Dia orang yang paling utama menentang hubungan Nindy dengan Heru. Narendra tidak suka dengan sikap temperamen Heru dan juga pekerjaan yang serabutan.

Bukannya, Narendra memandang dari status sosial Heru, melainkan sifat pemalasnya itu yang kurang disukai oleh adik laki-laki Nindy.

Orang bodoh masih bisa belajar dengan tekun dan rajin, pasti akan mendapatkan hasilnya. Tapi, jika seseorang sudah menyandang sifat pemalasnya. Dipaksa seperti apa pun juga tetap dia tidak akan pernah berubah. Itu pemikiran Narendra.

Sudah malas, sombong juga temperamen. Lengkap sudah sifat asli seorang Heru. Dia mendekati seorang Nindy hanya bermodal tampang dan segudang perhatiannya. Padahal dibalik itu, ada sesuatu yang sedang diincarnya.

"Sayang," Heru berusaha membujuk Nindy dengan segala cara dia kerahkan.

Terpampang jelas di wajah wanita yang sedang duduk di pinggir ranjang. Nindy menatap ke arah suaminya dengan sorot mata menyalang. Angkara murka sedang menguasai dirinya. Antara rasa sesak yang membara dan cinta menjadi satu.

Begitu besar rasa cinta Nindy pada Heru, yang takut kehilangan. Dan rasa benci akan pengkhianatan yang dilakukan oleh Heru.

Tidak ada rasa bersalah yang nampak di wajah Heru. Ia melangkah menghampiri Nindy, istrinya.

"Maaf aku, sayang. Aku khilaf. Itu semua bukan kemauan ku," Heru menekuk lututnya di hadapan Nindy, dan menggenggam kedua tangan Nindy. Lalu menghujani dengan ci_uman. "Sayang.. Aku tidak bisa mengendalikan diriku, saat ini. Tiba-tiba tubuhku berubah panas, entah siapa yang menjebak ku, malam itu," Heru mengucapkan dengan wajah yang memelas di hadapan Nindy, untuk menyakinkan istrinya kembali.

"Nindy sedikit menunduk menyejajarkan tatapan matanya pada bola mata Heru.

" Khilaf? Dipaksa? Dijebak?" Nindy melontarkan kalimat tanya yang sarkas dengan senyum sinisnya.

"Iya, Sayang," sahut Heru tetap memasang wajah seolah-olah dia adalah korban dari jebakan seseorang yang ingin menjatuhkan dirinya.

"Hmm.." Nindy membuang kasar nafasnya. "Siapa orangnya yang tega menjebak kamu, suamiku?" ucap Nindy dengan nada suara bergetar menahan amarah yang meletup-letup di dalam dada.

Heru menghela nafasnya sembari mengulum senyuman, lalu mengusap lengan Nindy penuh kelembutan. "Mana aku tahu, sayang. Banyak orang di luar sana yang tidak menyukai aku menjadi menantu Keluarga Guinandra," Heru menatap penuh kelembutan di bola mata beriris coklat milik Nindy, seolah-olah dia berkata sejujurnya dengan apa yang dia tersampaikan.

Namun, tetap saja luka yang telah ditorehkan oleh Heru pada hatinya, tidak akan sembuh dalam waktu singkat. Jika bibit selingkuh ada pada diri Heru, sudah terlihat jelas oleh Nindy, maka suatu hari dia bakalan akan melakukannya kembali. Sekali selingkuh, pasti dia akan melakukannya lagi dan lagi.

Heru membawa tangannya menangkup wajah istrinya, dan mengusap lembut wajah jelita Nindy dengan kedua ibu jarinya. "Istriku saja cantik, kenapa harus melirik wanita murahan seperti dia. Bukan selera aku banget, Sayang," ujar Heru penuh dengan kebohongan, untuk mencari aman posisinya, saat ini.

"Ohh, bukan selera nusantara," jawaban Nindy mencibir ucapan Heru barusan.

"Tapi kalau ada daging rendang di depan mata, pasti lupa tempe mendoan yang sudah tak kriuk lagi," sindir Nindy.

Membuat Heru terkekeh

"Sayang, walaupun ada berkilo-kilo daging rendang di depanku, aku tetap akan memilih tempe mendoan yang langsung disajikan hangat-hangat di rumah," timpal Heru seraya mengusap rambut hitam milik Nindy yang dibiarkan tergerai.

Nindy mengangkat tipis kedua alisnya. "Bukan tempe mendoan hangat, tapi mendoan yang sudah layu, le_mas lagi," ucapnya lagi dengan memindahkan tangan Heru dari wajahnya.

Heru menggeleng kepala sembari tersenyum geli melihat ekspresi sinis yang ditujukan padanya oleh istrinya yang sudah dipastikan lagi merajuk.

"Sayang," panggil Heru, mengusap bahu Nindy untuk menenangkan emosinya.

Nindy beranjak dari duduknya, dan kini dia berdiri berhadapan dengan Heru dengan jarak yang sangat dekat. Bola matanya menyorot tajam ke wajah Heru, seakan mempertegas rasa sakit hatinya yang telah ditorehkan oleh suaminya itu.

Sementara Heru membalas tatapan Nindy dengan tatapan sendu, seolah dia begitu mencintai sang istri dan menyesal dengan apa yang menimpanya semalam.

"Kalau kamu dijebak, lantas uang itu untuk siapa?" Nindy menekankan nada suaranya.

Heru menautkan alisnya menatap Nindy, seolah dia tidak tahu apa yang dimaksud istrinya itu. "Uang siapa? Diberikan pada siapa?" Heru membalikkan pertanyaannya pada Nindy.

Tak perlu menunggu jawaban dari Heru, Nindy langsung membuka M-banking dari benda pipih nya, yang memperlihatkan jelas nama dan rekening yang dikirim sejumlah uang oleh Heru.

Walaupun Heru telah menjadi suami dari Nindy, tapi semua pengeluaran dan pemasukan uangnya tetap melalui rekening Nindy. Meskipun Nindy telah memperketat pengeluaran keuangan Heru, tetap saja yang namanya kancil pasti banyak akalnya.

Heru mengulas senyum termanisnya untuk Nindy. Dia sudah memperhitungkan sebelumnya, selalu ada cara untuk berkelit di hadapan Nindy. Seribu alasan telah disusun rapi oleh Heru, sebelum bertindak. "Sayang, kau mencurigai aku?" Heru memicing ke arah Nindy.

"Pasti!" seru Nindy.

Tanpa diduga, Heru meledakkan tawa.

"Buat apa kamu mentransfer uang ke rekening Hotel Pasific, kalau tidak sedang menyewa wanita murahan di sana! Dan selang beberapa menit kamu mentransfer ke rekening atas nama Dewi Nayaka Arzaquna!" pungkas Nindy dengan suara meninggi.

"Oke, aku jelaskan ke kamu, Sayang. Agar aku tidak kamu curiga terus. Kenapa aku mentransfer uang itu ke Hotel Pasific? Jawabannya adalah karena aku sedang menjamu teman lamaku yang barusan datang dari luar kota. Dan kenapa aku mentransfer uang ke rekening yang kamu sebutkan tadi itu adalah aku ingin memberikan kejutan padamu di hari pernikahan kita bulan depan. Aku membuka usaha kuliner kecil-kecilan untuk kita berdua. Karena aku ingin berdiri sendiri tanpa harus ada bayang-bayang Keluarga Guinandra di belakangnya," Heru memberikan penjelasan secara gamblang, agar Nindy mempercayainya kembali.

Nindy menghela nafas panjang demi mengusir resah hatinya yang sedari tadi menaungi. Setiap dia berdebat dengan Heru, selalu saja Heru dapat memberikan jawaban yang membuat Nindy percaya dan yakin atas ucapan suaminya itu. Tapi kali ini Nindy hanya diam, kemudian melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Hatinya meragu, tapi dia tidak mau terlalu memusingkan itu. Biarlah waktu yang menjawabnya.

🍁🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

✿⃝ᵀᴬᶠ♥︎єrͷa

✿⃝ᵀᴬᶠ♥︎єrͷa

hadeuhh dasar buaya ada aja alasan untuk mengelak dari tuduhan 😔

2023-07-11

1

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐕⃝⃟🏴‍☠️𝐐ᴍᴏᴍ'sᴬ

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐕⃝⃟🏴‍☠️𝐐ᴍᴏᴍ'sᴬ

dasar kancil loe heru pinter banget berkelit dgn alasan klasik menjamu klien dan usaha kuliner.. sekali pemalas tetap aja pemalas.

2023-06-19

1

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐕⃝⃟🏴‍☠️𝐐ᴍᴏᴍ'sᴬ

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐕⃝⃟🏴‍☠️𝐐ᴍᴏᴍ'sᴬ

wkwk...laki² kalo harus milih rendang sama mendoan mengkerut jelas pilih rendang lah pedes panas gimana gitu..

2023-06-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!