Happy reading..
"Siapa namanya!" bentak Narendra dengan emosi yang sudah tak bisa diredam lagi.
Nindy melempar bantalnya ke muka Narendra. "Mana aku tahu!"
"Kakak tau dari siapa, kalau Heru berselingkuh!" wajah ramah itu seketika hilang, berganti dengan aura dingin mencekam.
"Aku kemarin mengikuti Heru sampai ke lokasi, tempat bertemunya dengan wanita murahan itu!" ujar Nindy seraya membuang mukanya.
"Dimana!" geram Narendra.
"Di hotel Pasific!"
"Pasific milik Tyaga?"
Nindy menjawab dengan anggukan.
"Benar-benar memalukan suami kamu itu, Kak! Bisa-bisanya kamu cinta mati dengan orang seperti Heru! Dasar laki-laki tak berguna!"
"Narendra!" pekik Nindy.
"Apa?"
Bola mata Narendra menatap tajam ke arah Nindy.
"Dia suami, kakak. Narendra!" teriak Nindy tak terima, jika suaminya dihina Narendra. Cinta telah membutakan Nindy.
"Suami? Suami macam apa dia! Yang hanya bisa menyakiti hati istrinya! Bahagia tidak, nyesek iya!" hardik Narendra.
"Tapi bagaimana pun Heru tetap Ayah dari bayiku, Narendra!"
"Diam!"
PYARRR..
Suara benturan keras dari lampu tidur ke lantai granit dan pecah seketika, akibat Narendra yang membantingnya penuh dengan emosi.
"Kakak, ada fotonya?"
"Tidak ada," jawab Nindy pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Aarrggghh.. Bagaimana ini?" Narendra mengacak frustasi rambutnya.
Tiba-tiba, Nindy teringat sesuatu. "Sebentar, aku cek dulu," Nindy bergegas mencari ponselnya.
Kemudian mengecek saldo rekeningnya yang telah berkurang lima ratus juta.
"Sini, aku lihat!" Narendra menyambar benda pipih yang dipegang Nindy.
Rekening Nindy berkurang nominalnya dalam waktu semalam.
"Gila!" pekik Narendra tak percaya, bibirnya menganga sempurna.
"Kenapa?" tanya Nindy penasaran.
"Buat sewa wanita murahan begitu saja sampai merogoh kocek sebesar ini? Secantik apa dia?"
"Uang itu bukan untuk wanita murahan semua! Itu separuh buat hotel Pasific dan separuhnya lagi buat wanita murahan itu!" terang Nindy.
"Sama saja! Intinya tetap uang kakak berkurang lima ratus juta, hanya untuk kebe_jatan Heru! Selingkuh tak bermodal! Bisa cuma ngabisin uang kakak!" kesal Narendra sambil beranjak dari kamar Nindy.
"Jangan kemana-mana atau berbuat nekat lagi! Aku pergi dulu!"
"Iya," jawab Nindy ketakutan melihat adik laki-laki nya marah seperti itu.
Nindy yakin sekali, jika Narendra sudah seemosi itu, sudah dipastikan dia akan menghabisi musuhnya tanpa belas kasihan.
-
-
Jam kerja telah berakhir, gadis cantik berusia dua puluh tahun itu, mengganti baju kerjanya dengan celana jeans ketat dan kemeja lengan panjang.
Gadis yang memiliki paras cantik, dengan tinggi badan 166 cm. Kulit mulus meski pun dia jarang melakukan perawatan khusus seperti temannya Andani.
Ia duduk di depan meja bar untuk menemui temannya sebentar, yang menjadi salah satu bartendernya.
Mereka bertiga adalah sahabat sejak duduk di bangku SMP. Rumah mereka pun tidak berjauhan, hanya beda RT.
"Haiss, jangan dibawa semua!" Hardik Gendhis pada Andini yang tiba-tiba turun dari lantai VVIP Hotel Pasific. Lalu mencomot cemilannya.
"Pelit!" ketus Andini.
"Biarin! Emang nggak dikasih makan di atas?" cerca Gendhis.
"Dikasih!" jawab Andini sambil mengunyah kripik ceker milik Gendhis.
"Apa?"
"Sosis!" Andini menjawab sambil nyengir.
"Kenyang-kenyang, kamu makan sosis bertoping mayones!" Gendhis mencibirkan bibirnya ke arah Andini.
"Mau coba? Lezat lho!" Andini pamer ke Gendhis lezatnya sosis bakar bersaus mayones.
"Ogah! Nggak minat!" Gendhis menyilangkan tangannya di depan dada.
"Mayan, Ndhis. Hasilnya gede bisa buat beli rumah sama mobil, biar bisa buat gaya gitu!"
"Ckckckck.. Pemikiran yang dangkal!" ejek Gendhis. "Kamu aja, aku enggak. Cuma minta traktiran aja ke kamu."
"Enak di kamu! Mampus di aku!" seloroh Andini, mencomot lagi keripik ceker yang masih tersisa di atas meja bar.
Di hadapan kedua cewek itu, tengah berdiri cowok yang sedang sibuk melayani tamu bar. Rico tengah meracik minuman pesanan tamunya.
"Ayo ikutan sebentar napa," Andini menarik tangan Gendhis untuk di ajak ke lantai atas yang sering digunakan untuk mengadakan pesta para konglomerat.
"Aku lelah, Andini," ucap Gendhis melepaskan tangan sahabatnya itu dari tangannya.
Andini mencondongkan tubuhnya ke arah Gendhis, lalu membisikkan di telinganya. "Ada tamu spesial, Ndhis."
Gendhis menghembuskan nafas lelah.
Belum juga Gendhis menjawab ucapan Andini. Dia sudah menggesekkan ibu jari dan telunjuknya. "Money Mechine, Ndhis."
"Andaikan bukan pekerjaan seperti itu, sudah aku ambil dari kemarin, Andini," ujar Gendhis.
"Kamu tidak perlu bekerja keras, kawan," ucapan Andini terus berdengung di rungunya.
Gendhis mendorong tubuh perempuan genit yang berada di sampingnya. "Aku tidak tertarik, buat kamu saja!"
"Ini sosis jumbo, Ndhis! So sexy dan aku yakin pasti super," ujar Andini lagi, semakin memanaskan telinga Gendhis.
Rico hanya bisa terkekeh dan menggelengkan kepalanya, melihat tingkah kedua temannya itu. "Beneran gila! Se_tan berwujud manusia kamu, Andini."
"Lebih baik aku milih, Rico aja. Sudah pasti masih ori!" Gendhis menatap ke arah Rico yang tersenyum ke arahnya.
Andini mendengkus. "Pilihan yang bagus sih! Tapi, sayang kau melepaskan tangkapan besar kali ini, Ndhis!"
"Untuk kamu saja! Nope!" Gendhis berpaling pada Andini.
"Payah!" sungut Andini. "Kalau aku sudah merasakan semuanya!" sombongnya.
"Hahaha.. Sosis jumbo 15 sampai 25," Gendhis tidak dapat menahan ketawanya.
"Ya udah, kalau nggak mau!" Andini gagal kali ini untuk membujuk Gendhis. Tangkap besarnya lolos kembali.
"Sudah sono, kembali kerja!" usir Gendhis. "Jangan lama-lama di sini!"
"Bentar napa, aku mau lihat wajahnya, Rico!" cemberut Andini.
"Hahaha.." kembali Gendhis terkekeh. "Masih ingat wajah Rico, Din!" seloroh Gendhis.
"Masihlah! Kan jodohku, Ndhis!" Andini pun berlalu.
"Auww.. Aaa.." mendadak Gendhis merem melek dengan suara rancauannya.
Terkadang tingkah genit dan ke absurd an Gendhis mengundang mata para pengunjung Hotel Pasific, yang mengira Gendhis adalah pekerja wanita penghibur di lantai VVIP. Padahal kelakuannya itu hanya untuk menghibur dirinya sendiri dan juga Rico, si bartender yang sudah berteman lama dengan nya juga Andini.
Ketika Gendhis berhasil mengambil ponsel di dalam saku celana jeans ketatnya, banyak pasang mata pria hidung belang yang kecewa. Mereka sudah menerka-nerka sedang apa perempuan yang duduk dengan menyilangkan kakinya di kursi bar itu.
"Halo, Naya," suara pria yang sangat familiar di telinga Gendhis.
Pria itu memanggil nama asli Gendhis. Nama Gendhis hanyalah nama samarannya ketika dia berada di area Hotel Pasific. Sedangkan nama aslinya adalah Dewi Nayaka Arzaquna.
"Iya, Dokter Darius," Gendhis langsung berlari keluar untuk mencari tempat yang tidak terlalu bising.
"Segera ke rumah sakit, Naya. ibumu harus segera dioperasi," perintah Dokter Darius pada Naya.
"Operasi?"
"Iya, Naya," hanya suara itu yang terakhir terdengar di telinga Gendhis.
Tubuh Gendhis, seketika lemas dan terduduk di lantai yang dingin.
🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
✿⃝ᵀᴬᶠ♥︎єrͷa
duh itu ukuran sosisnya,bikin traveloka 🤭🤭🤭
2023-07-07
1
sisi²⁰💞
setujuh sama cowok tampan satu ini 🤫
2023-06-25
1
sisi²⁰💞
bahaya klo dah cinta mati nindi 🧐 msh bnyk cowok di dunia ini
2023-06-25
2