5

“Ayolah, Rah, mbok ya aku ditemenin dulu.”

Entah sudah yang keberapa kali Nisa memohon-mohon kepada sahabatnya tersebut untuk mengantarkannya ke Sekretariat BEM.

“Nggak bisa, Nisa. Ini klienku udah nunggu, kalo kesiangan nanti dia berangkat kerja. Kamu kesana sendiri kenapa sih? Kalo ada yang gangguin hubungi aku wes.”

Gadis berkulit sawo matang itu menatap jengah sahabatnya. Pasalnya sejak tadi Nisa memintanya untuk diantar ke Ruang Sekretariat BEM.

“Aku malu kesana sendirian.” Nisa tampak cemberut. Percuma saja dirinya memasang tampang memelas, tetap saja sahabat dihadapannya ini tetap tak mau berubah pikiran.

“Kalo aku ndak ada urusan, pasti tak temenin. Klienku beneran nunggu ini. Tuh lihat, udah nelpon.” Sarah berujar sambil menunjukkan ponsel kearah Nisa. Dan memang tertera panggilan atas nama klien Sarah disana.

Nisa akhirnya mengalah. Ia melepaskan genggamannya dari lengan Sarah. “Yawis lah, pergi sana.”

“Kamu ngusir aku, Nis?” Tanya Sarah tak terima.

Nisa memutar bola mata, “Lah tadi katanya kamu buru-buru, aku tahan disini salah, disuruh pergi salah. Karepmu piye?”

Sarah tertawa cekikian, puas melihat sahabatnya itu kesal. Sebenarnya ia juga kasihan melihat Nisa yang merengek-merengek seperti itu.

Namun ia memiliki urusan yang lebih urgent dibandingkan urusan sahabatnya tersebut.

“Yawis, fighting yo. Moga lancar jaya tanpa ada hambatan.”

Selepas mengucapkan kalimat itu, Sarah langsung melenggang meninggalkan Nisa yang masih berdiam diri di tempatnya. Menimbang-nimbang apakah dirinya harus ke Ruang Sekretariat BEM atau tidak. Sebenarnya ia enggan, dan mungkin tak mengapa jika ia kesana esok hari. Hanya saja gadis itu merasa tak enak. Ia tak biasa berlama-lama menyimpan barang yang ia pinjam.

Dengan tekad yang penuh, gadis itu memberanikan diri melajukan langkahnya mantap. Ruang Sekretariat BEM adalah tempat yang paling anti Nisa kunjungi. Alasannya karena tempat tersebut selalu menjadi basecamp sekumpulan laki-laki. Sebenarnya ruangan BEM terdiri dari dua bagian.

Ruangan pertama adalah ruangan resmi, yang mana hanya digunakan untuk menerima tamu atau kegiatan-kegiatan resmi. Sedangkan ruangan kedua adalah basecamp yang dihuni oleh para pengurus, tempat ini yang tidak pernah sunyi. Para pengurus biasa berkumpul dan menghabiskan waktu disana. Entah untuk sekedar nongkrong, makan, atau membahas program kerja, bahkan ruangan itu juga dijadikan sebagai tempat tinggal bagi mereka yang malas pulang ke Rumah, atau yang diusir dari Kos karena telat bayar bulanan.

Nisa menghela napas dalam. Gadis itu sudah sampai di tempat tujuannya, namun ia hanya berdiam diri, melihat suasana sekitar. Sekretariat hari ini nampak sepi. Mungkin karena masih terlalu pagi. Biasanya tempat itu akan ramai pada jam 10 keatas. Jika pagi, hanya ada beberapa orang terlihat. Kebanyakan ialah mereka penghuni tetap yang memutuskan menginap.

Gadis itu nampak melangkah ragu-ragu. Bagaimana jika Samuel tidak ada? Berhubung masih pagi, bisa saja laki-laki itu belum tiba. Ataukah ada jadwal perkuliahan yang harus ia masuki. Namun karena sudah terlanjur berada di area tersubut, Nisa kembali melanjutkan langkahnya.

Dengan ragu-ragu, gadis itu mengetuk pintu utama.

“Assalamu’alaikum.”

Tidak ada jawaban. Salah satu pintu dihadapannya nampak terbuka sebagian. Namun ia tak bisa melihat kondisi didalamnya.

“Assalamu’alaikum.” Ucapnya sekali lagi.

“Wa’alaikumsalam.”

Seorang gadis berkulit putih bersih dengan wajah Tionghoa keluar dari ruangan yang pintunya tak tertutup rapat tadi.

“Ada yang bisa saya bantu?” Gadis itu tersenyum ramah.

“Eh, ini, anu, Samuel ada?” Nisa nampak kikuk, ia memaksakan tersenyum. Alih-alih senyum manis, justru senyum canggung yang terlihat.

Gadis dihadapannya tadi sempat menelisik, mungkin heran dengan kunjungan gadis berjilbab panjang seperti Nisa yang mencari Samuel. Pasalnya di Kampus mereka hanya ada segelintir mahasiswa yang mengenakan fashion seperti itu. Itupun jarang ditemui berada di lingkungan Sekretariat BEM. Apalagi sampai berurusan dengan Samuel.

“Ada didalam. Tapi masih tidur. Ada perlu apa, ya?”

Nisa nampak semakin canggung. Ia heran, kenapa di jam seperti ini Samuel masih tidur.

“Ini ada yang mau saya balikin. Tapi kayaknya nanti aja kalo sudah bangun. Saya permisi dulu.”

Nisa baru saja hendak melangkahkan kakinya keluar ruangan, namun pergerakannya terhenti saat suara gaduh terdengar.

“Anjir lo, Thur, balikin woy!”

“Iya halo tante. Iya, Samuel baru bangun. Iya, gimana? Oh kuliah pagi? Ada tante, tapi Samuel nggak masuk….”

“Nggak asik cara main lo, gue bisa diomelin ini.” Samuel merampas handphonenya dari tangan Fathur.

“Apa sih lo berdua, kayak anak kecil tau nggak.” Gadis yang sempat berbicara dengan Nisa tadi menegur kedua rekannya yang menurutnya bersikap tidak sopan dihadapan tamu.

“Si Fathur tuh, gila urusan.” Ucap samuel kesal.

Nisa masih memperhatikan apa yang terjadi dihadapannya. Bahkan gadis itu sampai melupakan bahwa ia tadi sudah pamit undur diri.

“Sam, ada yang nyariin lo tuh.”

Samuel menoleh kearah pintu. Didapatinya wajah gadis yang ia temui kemarin. Lagi-lagi pandangan mereka bertemu, namun Nisa kembali mengalihkan pandangan terlebih dahulu. Sesaat semuanya terdiam, sampai akhirnya Fathur yang buka suara.

“Eh ada tamu. Masuk sini.”

“Terima kasih, tapi saya cuma ada perlu sebentar saja.” Ucap Nisa. Gadis itu menundukkan pandangannya.

“Dia tamu gue, udah lo berdua masuk sana.” Samuel mendorong paksa kedua rekannya masuk kedalam basecamp. Bahkan Fathur sampai menoyor kepalanya.

“Aku pikir yang kemarin cuma basa-basi.” Ucapnya memulai pembicaraan.

Nisa masih tertunduk. Gadis itu tak berani mengangkat kepalanya. Takut kalau-kalau pandangan mata mereka bertemu kembali. Dan hal tersebut membuat Samuel heran.

“Kalo diajak ngomong lihat lawan bicaranya.”

Nisa berusaha menetralkan rasa canggungnya.

“Ini, terima kasih.” Ia menyerahkan bungkusan hitam kepada Samuel.

Samuel meraihnya, lalu menyimpan bungkusan tersebut di atas meja yang terletak disamping pintu.

“Saya permisi, Assalamu’alaikum.”

“Tunggu..” Samuel menghentikan pergerakan Nisa, membuat gadis itu terpaksa menghentikan langkahnya kembali, tanpa berbalik.

“Berapa banyak orang yang kamu tanya buat sampai disini?” tanyanya.

Nisa akhirnya berbalik, “Saya mahasiswa disini juga.” Ucapnya singkat, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Samuel terdiam di tempatnya. Ia tak menyangka bahwa gadis yang ditolongnya kemarin adalah mahasiswa satu kampusnya. Namun rasa-rasanya ia tidak pernah melihat gadis itu. Wajahnya benar-benar asing. Padahal kalau dipikir, dirinya adalah salah satu perwakilan mahasiswa, hampir sebagian besar penghuni Kampus ia kenali, namun tidak dengan gadis tadi. Memangnya gadis itu angkatan tahun berapa? Berasal dari jurusan apa? Prodi apa? Ah kini ia merasa bodoh, bahkan nama gadis itu saja ia tak sempat menanyakan. Padahal sejak semalam, ia merencanakan banyak hal untuk berkenalan dengan gadis tersebut.

Terpopuler

Comments

akun nonaktifkan

akun nonaktifkan

Bomlike sampai 5 like dulu ya, semangat 😆

Mampir karyaku ya, sekalian like, dan rate 🥺🙏🏻
Pasti aku selalu mampir karya mu kok, kalau ada kamu komen eps dikaryaku😆
Tunggu aja🙏🏻

2020-08-06

1

Kieraeh Biemanyue

Kieraeh Biemanyue

sultan mah bebas....

2019-11-30

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!