Suara alunan gitar dan nyanyian yang terdengar sumbang memenuhi ruang sekretariat. Asap mengepul yang berasal dari kopi Torabika seduh meguarkan bau khas yang disukai oleh penikmat kopi.
“Kopi, Sam?”
Seorang gadis menyodorkan segelas kopi kearah Samuel yang sedang asyik membaca. Laki-laki itu meilirik sekilas, lalu kembali fokus pada bacaannya.
“Lo kalo lagi baca seolah-olah roh sama jiwa lo itu ada didalam buku tau nggak.”
Gadis itu merampas paksa buku yang dipegang Samuel. Membuat laki-laki itu berdecak kesal dan mengacak-acak rambut gadis disampingnya dengan gemas.
Ia mengambil segelas kopi lalu menyesapnya perlahan, “Aku rela dipenjara, asal bersama buku-buku. Karena dengannya aku merasa bebas.” Samuel kembali buka suara.
“Serah lo deh.”
Gadis itu merespon ucapan Samuel dengan tawa dan gelengan kepala.
Samuel tersenyum. Baginya semua orang yang terlibat didalam himpunan yang ditekuninya saat ini adalah keluarga. Tidak terkecuali gadis disampingnya ini. Dia adalah Vika. Rekan sekaligus Sekretaris umum BEM. Menurut Samuel, Vika adalah gadis yang cerdas, cekatan, dan bisa diandalkan. Tidak ada tugas terbengkalai apabila yang menghandle adalah dirinya.
Mereka lumayan dekat bahkan sebelum bergabung menjadi rekan sesama himpunan.
Dulu Samuel adalah ketua umum FISIP, dan Vika adalah wakilnya. Samuel merasa bangga menggandeng gadis itu menjadi rekan se-timnya Keadilan gender pikirnya.
Bagi Samuel, perempuan yang aktif berkecimpung di organisasi dan menjadi pemimpin itu bukan masalah, asal memiliki kapabilitas kepimimpinan, berkomitmen terhadap tanggung jawab, dan memiliki integritas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Menurutnya, Vika memiliki itu semua. Maka pada saat itu Samuel tidak ragu saat merekrut dan mengumumkan wakil ketua umum FISIP yang akan membantunya selama dua tahun menjabat.
“Ah gue jadi ingat, waktu pertama kali ketemu lo pas masih MABA. Culun banget sumpah. Kerjanya Cuma bantuin senior galang dana kesana kemari. Eh sekarang lo tumbuh jadi sosok yang kemana-mana bawaannya buku non-fiksi yang super berat diksinya. Dan amazingnya, nama lo tersohor di seantero Kampus.” Vika menepuk-nepuk bahu Samuel. Laki-laki itu hanya tersenyum miring.
Ia sendiri bahkan tak menyangka, bahwa waktu akan menyeretnya pada dunia yang benar-benar berbeda hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Memasuki banyak organisasi dan berkecimpung dengan hal-hal baru ternyata mampu menambah relasi yang luas. Hampir sebagian besar penghuni Kampus ia mengenalinya. Bahkan bukan hanya dari Kampusnya saja, tapi dari berbagai kalangan juga.
Sikap ramah dan mudah bergaul yang melekat pada dirinya membuatnya disenangi banyak orang. Ia juga dikenal murah hati dan ringan tangan membantu orang lain. Hatinya selalu tergerak untuk menolong siapapun tanpa melihat latar belakang orang yang ditolongnya.
Seperti halnya tadi, ketika ia menolong gadis yang tidak dikenalnya sama sekali. Gadis lugu dan terlihat agamais. Jilbab dan gamis lebar yang gadis itu kenakan menunjukkan bahwa ia adalah tipe ukhti-ukhti yang mengganti jabat tangan dengan menangkupkan kedua telapak tangan di dada saat bertemu dengan laki-laki.
Ah, sekarang ia tahu. Kenapa gadis tadi bereaksi berlebihan ketika betisnya tak sengaja terlihat. Jika kebanyakan wanita sepertinya tak ingin bersentuhan dengan laki-laki, sudah barang jelas ia juga tak mau membiarkan seinci pun bagian tubuhnya dinikmati oleh orang yang seharusnya tidak melihat. Sekarang Samuel merasa bodoh. Mengapa juga tadi ia menyamakan gadis itu dengan Vika. Dari agama saja sudah jelas berbeda. Vika adalah gadis non-muslim, cara berpakaian dalam agamanya pun tidak begitu diatur. Ia bebas memakai pakaian apa saja. Sedangkan gadis tadi nampak seperti wanita yang begitu taat dengan agama.
Samuel menepis pikirannya. Kenapa ia jadi memikirkan gadis itu? Gadis yang sama sekali tak dikenalnya. Namun entah kenapa, sejak insiden gamis yang masuk ke gir motor tadi, dirinya merasa penasaran dengan gadis itu. Tadi adalah kali pertama ia menawarkan bantuan kepada seorang perempuan tetapi justru ditolak mentah-mentah. Bahkan saat Samuel berniat membantu melepas lilitan gamisnya saja, gadis itu beristighfar seolah-olah bertemu dengan makhluk mortal.
Jika kebanyakan perempuan dengan senang hati akan menerima bantuannya, bahkan tak segan sebagian dari mereka yang meminta tolong terlebih dahulu kepada dirinya. Tapi gadis itu berbeda, ia sama sekali tak melirik Samuel sebagai laki-laki yang digemari oleh kaum Hawa.
Senyum tipis terbit dari bibir Samuel. Gadis itu tadi mengatakan akan mengembalikan sarung yang dipinjamnya. Kemungkinan besar mereka akan bertemu kembali. Ia berharap, semoga saja peluang untuk bertemu akan terjadi setelahnya dan setelahnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Fitri Hidayati
emg motor metik....d gir nya y???
2020-05-27
1
Aku
@👍💕
2020-05-22
0