Rasa-rasanya matahari tak pernah semuram ini dilangit Jakarta. Cahayanya sejak pagi hingga sore ini, melemah berwarna putih keperakan seperti tiram laut karena tertutup mendung. Sesekali suara gemuruh terdengar. Membuat semua orang bisa memprediksi bahwa sebentar lagi akan turun hujan.
Samuel mengendarai motor N-Max miliknya dengan santai. Setelah menyelesaikan rapat kerja, laki-laki berambut gondrong tersebut berniat mengunjungi Toko Buku. Sejak kemarin, postingan pemberitahuan buku non-fiksi keluaran terbaru dari penerbit menggelitik jiwa bacanya. Tentu saja ia tak ingin ketinggalan.
Laki-laki itu hendak berbelok menuju Toko Buku, namun pandangannya tak sengaja mengarah pada seorang gadis yang terlihat kesulitan dengan motornya. Gadis itu nampak sedang menarik-narik juntaian baju gamisnya yang terjepit gir rantai. Merasa kasihan, akhirnya Samuel menghampiri gadis tersebut.
"Mbak, roknya nyangkut ya?"
Gadis itu mendongak, dan kedua manik mata mereka tak sengaja bertatapan. Namun tak berlangsung lama, karena setelahnya gadis itu langsung membuang pandangan.
"Iya."
Jawaban itu singkat, namun terdengar lembut. Membuat Samuel tersenyum. Ternyata gaya berpakaian gadis itu sesuai dengan sikapnya.
"Mau saya bantu?" tanyanya.
Gadis itu menggeleng, "Nda usah, ini bisa saya atasi sendiri." Ucapnya kekeuh.
Samuel merasa gemas. Jelas-jelas sejak tadi gadis dihadapannya ini terlihat kesulitan melepaskan juntaian gamisnya dari gir motor, dan yang dilakukannya hanya sekedar menarik-nariknya saja. Tapi ketika ia menawarkan bantuan, gadis itu malah menolak.
Tanpa meminta persetujuan lagi, Samuel ikut berjongkok mensejajarkan badannya disamping gadis tersebut. Refleks si gadis mundur, "Astaghfirullah."
Mata bundar dengan manik berwarna hazel tersebut membelalak seolah memberi peringatan kepada Samuel. Sedang yang ditatap merasa tak berdosa sama sekali. Ia justru sibuk memutar-mutar lilitan gamis yang tersangkut.
“Nah, berhasil.”
Lilitan gamis yang tersangkut tadi berhasil dikeluarkan oleh Samuel. Namun sayangnya, baju gamis si gadis terlihat compang-camping hingga membuat betisnya sedikit terlihat. “Mbak, itu bajunya robek.” Ucap Samuel.
Gadis itu dengan sigap berdiri. Wajahnya memerah, “Jangan dilihat, balik sana.”
Samuel hanya melongo, dalam beberapa detik ia tertegun. Menurutnya yang terlihat hanyalah sebatas betis. Itupun hanya terlihat sedikit, bukan terekspos semua. Ia bahkan sudah sering melihat bagian tubuh wanita yang lebih sebatas itu. Misalnya paha, lengan, bahkan udel perempuan pun ia sudah pernah lihat. Samuel memang pernah melihatnya, tapi bukan berarti keseluruhan tubuh perempuan pernah ia lihat.
Bukankah teman-teman di Kampusnya sering memakai pakaian yang selalu mengekspos betisnya, dengan rok sempit yang memiliki belahan panjang disamping. Bahkan Vika, rekan sesama timnya di BEM sering menggunakannya. Itulah sebabnya ia sudah merasa terbiasa. Namun gadis dihadapannya ini bereaksi berlebihan, seolah-olah betisnya yang tak sengaja terlihat tadi adalah dosa besar bagi dirinya dan bagi yang melihatnya.
Gadis itu berusaha menutupi betisnya dengan sisa-sisa gamis yang robek. Merasa kasihan, Samuel berjalan menuju motornya dan membuka bagasi. Ia ingat, ia selalu menyimpan sarung didalam bagasinya. Sarung itu biasa ia gunakan untuk sholat Jum’at. Samuel memang buken tipe orang yang agamais, meskipun jarang melaksanakan sholat lima waktu, tapi ia hampir tidak pernah meninggalkan sholat jum’at dan sholat dua hari raya. Setidaknya itu bisa dijadikan bukti bahwa dirinya masih seorang muslim.
“Pakai ini.”
Ia menyodorkan sarung tersebut kepada gadis dihadapannya. Tanpa berpikir panjang, gadis itu langsung meraih sarung tersebut dengan cepat dan langsung memakainya.
“Terima kasih.”
Samuel mengangguk. Ia hendak kembali mengambil motornya dan melanjutkan perjalanan, namun gadis itu kembali buka suara, “Maaf, bagaimana saya mengembalikan sarung ini?”
Samuel tersenyum. Entah kenapa sejak tadi gadis dihadapannya itu terlihat lucu. Sikap lugu dan polosnya membuatnya gemas.
“Nggak usah dibalikin, ambil saja.”
Gadis itu menggeleng, “Ini harus dibalikin.” ucapnya.
Samuel menghela napas, gadis ini benar-benar keras kepala. Sejak tadi ia terlalu banyak menolak. “Cari saya di Sekretariat BEM Guna Dharma.”
Akhirnya gadis itu mengangguk. Ia berbalik menstarter motornya lalu melenggang begitu saja meninggalkan Samuel yang masih berdiri di tempatnya. Gadis yang unik, batinnya.
\*\*
Suara deru motor matic milik Nisa disambut sang Abi yang berdiri di depan teras Rumah. Gadis itu memasukkan motornya di Garasi, lalu berjalan menyalami Abinya.
“Tumben nduk, hari selasa kok pulangnya lambat?”
Abinya memang selalu tahu jadwal kuliah Nisa. Apabila ada kegiatan yang mengharuskan Nisa pulang terlambat, gadis itu pasti melapor dan meminta izin kepada Abinya terlebi dahulu.
“Tadi ada masalah di jalan, Bi.” Ucapnya santun.
Abinya terlihat meneliti. Ia memperhatikan putri semata wayangnya itu dari kepala sampai ujung kaki. Hingga kemudian dahinya berkerut heran, “Kok pake sarung, nduk? Kamu ndak kenapa-kenapa kan?” Pertanyaan itu penuh nada khawatir.
Nisa tersenyum dan menggeleng, “Ndak papa, Bi. Ini tadi gamis Nisa nyangkut di gir motor, jadinya robek. Terus ada yang nolongin dan ngasih Nisa sarung.”
Abinya terlihat masih meneliti, “Tapi kamu beneran ndak papa to? Ndak jatuh dari motor?”
“Ndak papa. Ini buktinya Nisa masih bisa sampai di Rumah dengan utuh.” Gadis itu terkikik geli.
“Yowes sana masuk, bersihin diri baru siap-siap buat sholat maghrib.”
Nisa merespon perintah Abinya dengan menunjukkan gaya hormat. Membuat sang Abi menggeleng-geleng maklum dengan sifat kekanakan putrinya tersebut.
Waktu maghrib baru akan masuk 10 menit lagi. Alih-alih membersihkan diri, Nisa justru malah merebahkan diri di kasur. Badannya terasa pegal. Harusnya hari ini ia pulang pukul 2 siang, mengingat jam pertama dimulai pukul 07:00. Namun, tugas meneliti sebuah kasus yang dialami oleh kliennya, membuatnya terlambat kembali ke Rumah. Menjadi mahasiswa semester tua, mengharuskannya lebih banyak menghabiskan waktu di Kampus ketimbang di Rumah.
Jurusan yang diambilnya pun ternyata cukup menguras tenaga. Ia lebih banyak terjun untuk praktek dibanding mendalami teori. Menjadi seorang psikolog di masa depan adalah cita-citanya sejak kecil. Beruntung orang tuanya mendukung mimpi hebatnya tersebut. Meskipun jurusannya sangat melelahkan, namun Nisa menjalaninya dengan semangat tinggi. Ternyata benar, ketika melakukan sesuatu yang kita sukai, seberat apapun jalannya, selalu ada seribu cara untuk menempuhnya.
Selain perkara penelitian dengan kliennya, sebab keterlambatannya pulang juga berasal dari masalah gamis yang tersangkut di gir motor. Mengingat kejadian itu, Nisa merasa malu. Gadis itu memperhatikan sarung berwarna hitam polos dengan sedikit garis simestris yang dikenakannya. Sebenarnya ia tidak ingin mengulang lagi pertemuan dengan laki-laki pemilik sarung tersebut. Namun ia tak ingin menyimpan barang milik orang lain, apalagi itu milik seorang laki-laki.
Ia mengulang rekaman wajah laki-laki tadi di ingatannya. Laki-laki yang banyak digemari oleh gadis-gadis di Kampusnya. Laki-laki yang memiliki peran cukup penting. Laki-laki yang tidak asing dimatanya. Nisa mengenalnya. Ah, tentu bukan hanya Nisa, tapi seluruh mahasiswa UI pun pasti mengenalnya. Siapa sih yang tidak mengenal sosok Samuel si wakil ketua BEM itu. Namanya selalu hilir mudik dibicarakan. Bahkan ketenarannya mengalahkan sang Ketua BEM yang seharusnya mendapat sorotan lebih.
Nisa hanya tahu sebatas itu saja, tidak lebih. Selama 3 tahun menjadi mahasiswa UI, ia tidak pernah berbincang atau terlibat perkumpulan apapun bersama Samuel. Tadi adalah satu-satunya momen yang benar-benar bisa dikatakan mempertemukan dirinya secara lebih dekat dengan laki-laki itu. Ternyata apa yang dikatakan teman-teman seangkatannya benar, Samuel memiliki perangai yang baik, dan hal itulah yang membuat dirinya disukai banyak orang. Nisa melihat sendiri buktinya, saat Samuel membantunya tadi. Padahal ia yakin, pasti laki-laki itu tidak mengenali dirinya. Bahkan tahu bahwa dirinya mahasiswa UI juga pun mungkin tidak.
Nisa menggelengkan kepalanya. Kenapa ia jadi memikirkan Samuel? Gadis itu beristighfar didalam hati. Takut kalau-kalau hanya karena kebaikan klasik yang Samuel tujukan kepadanya tadi menarik hatinya untuk terus memikirkan laki-laki yang tidak halal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Nasya Lau
yang penting ga ninggalin sholat yang cuma setahun sekali dan seminggu sekali, astagfirullah 😁😁😁
2021-12-31
1
Yadi Kusma
Izin baca dan komen thor. Tadi klo ga salah Samuel untuk mengembalikan sarung suruh ke sekretariat BEM GUNADARMA, tapi dia Menjabat wakil ketua BEM UI, ko bisa yah walaupun antara kampus Gunadarma, dan UI Depok berdekatan tapi sy bingung 🙏
2021-09-26
1