Dari dalam, sesekali terdengar suara ibu Melina yang mengamuk. Lucas dan Revano bisa mendengarnya jelas.
"Ibu Anda ... sebaiknya dibawa ke rumah sakit. Kalau tidak, kondisinya akan semakin memburuk!" ucap Lucas yang mencuri kesempatan ketika Melina sedikit lengah. Ia pun sudah tahu dengan kondisi ibunya.
Lucas membuka pintunya secara paksa, lalu berkata lagi. "Kami dengar, rumah ini akan dijual! Kebetulan Tuan Revan sedang mencari rumah. Apa kita bisa berbicara sebentar?"
Lucas dengan asal berbicara. Dia terpaksa mengatakan itu karena tidak tahu harus bagaimana lagi berbicara dengan Melina.
"Hah ... di-dijual? Si-siapa yang bilang?"
Melina benar-benar tidak suka dengan ucapan pria itu.
Rumahnya ini merupakan rumah impian keluarganya. Ayahnya membangun istana yang sangat megah ini untuk ibunya ketika Melina dan adiknya masih kecil. Banyak sekali kenangan indah di rumah itu, dari mulai Melina masih kecil sampai dia sudah besar. Sesulit apapun kehidupannya, Melina tidak akan menjual rumah tersebut.
"Sepertinya kalian salah alamat! Pertama, kita tidak saling mengenal. Kedua, rumah ini tidak akan dijual. Dan yang ketiga, saya tidak ingin berbicara dengan orang asing. Sebaiknya kalian pergi."
Melina benar-benar mengusir mereka. Setelah itu, pintunya segera ditutup, Lucas dan Revano tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain diam di samping pintu.
Sambil menunggu Melina berubah pikiran, Lucas menghubungi dokter pribadi keluarga Revano. Dia meminta bantuan dokter itu untuk mengirimkan dokter spesialis kejiwaan ke alamat yang sudah disebutkan.
Setengah jam kemudian, petugas PLN datang dan memeriksa listrik di rumah Melina. Mau tidak mau, Melina pun harus membuka pintu selama petugas itu berada di rumahnya.
"Penyebab listrik di rumah ini mati karena adanya kerusakan MCB. Kondisi ini sering terjadi karena usia MCB yang sudah tua dan tidak diganti dalam waktu yang lama," jelas petugas itu setelah selesai memeriksa. Saat ini mereka duduk di kursi yang ada di luar.
"Lalu ... berapa biaya mengganti MCB?" tanya Melina yang terlihat panik. Ia tidak punya banyak uang karena gajinya selalu dipakai untuk biaya makan dan sekolah adiknya yang masih bersekolah di "International School".
Revano dan asisten pribadinya masih berdiri sambil menunggu Melina selesai berbicara dengan petugas PLN.
"Untuk mengganti MCB memang gratis, Nona! Hanya saja ...." Tiba-tiba kedua petugas itu saling pandang.
Salah satu dari mereka mengeluarkan kertas putih dari dalam rompi berwarna krem. Lalu memberikannya pada Melina.
"Dari data yang kami miliki, sudah tiga bulan rumah Anda menunggak pembayaran. Kami ditugaskan untuk memutus aliran listrik secara permanen jika Anda tidak segera menyelesaikan pembayaran!"
"Apa???" Melina hampir mati karena terkejut.
Ia juga merasa malu karena hal memalukan itu harus didengar oleh Revano, orang yang pernah tidur dengannya dan pernah dihadiahinya sebuah mobil.
"Ya, Nona, itu benar! Kami tidak akan mengganti MCB di rumah Anda kalau tunggakannya tidak segera diselesaikan! Kalau terus dibiarkan, kami akan mencabut listriknya secara permanen!" ancamnya lagi dengan serius.
"Ta-tapi ... setiap bulan saya selalu membayar listrik, kok! Kenapa malah jadi menunggak?"
Melina benar-benar tidak mengerti, mengapa kejadiannya bisa seperti ini?
"Dari data yang ada, Anda sudah tiga bulan tidak membayar tagihan listrik. Anda bisa melihatnya sendiri ...." tunjuk petugas itu pada lembar kertas yang dipegang oleh Melina. Semua datanya sudah ada di sana.
Padahal, selama ini Melina selalu menitipkan uang untuk membayar listrik pada adiknya. Melina terlalu sibuk hingga tidak bisa melakukannya sendiri.
'Apa Regina tidak pernah membayarkan uang listrik yang aku titipkan?' Melina mulai curiga.
Mungkin karena uang jajannya terlalu sedikit, adik Melina menggunakan uang listrik tersebut untuk jajan. Jika itu benar, Melina merasa sedih, ia telah gagal menjadi seorang kakak, sekaligus ibu bagi adiknya.
"Setelah Anda membayar semua tagihannya, kami akan segera mengganti MCB-nya," ucap petugas itu sambil bangkit berdiri. Mereka bersiap untuk pergi.
Dari teras depan rumah, tiba-tiba Lucas menghampiri. Dia mengeluarkan tab milik majikannya, lalu bertanya pada petugas itu.
"Berapa tunggakan yang harus dibayar? Saya minta nomor tagihannya!"
"Dari data yang tecantum, jumlahnya 5 jutaan, Pak!" jawab petugas itu dengan polosnya.
Setelah itu, petugas PLN segera menyebutkan sederet angka yang ada di kertas putih tersebut.
TRING!
Notifikasi di tab sudah terdengar. Itu tandanya Lucas sudah berhasil membayar tagihan listrik di rumah Melina.
"Sudah selesai! Sebaiknya kalian segera mengganti MCB di rumah ini secepatnya!" ucap Lucas lagi sesuai perintah dari majikannya ketika mereka masih menguping pembicaraan mereka.
Melina yang melihatnya hanya bisa terdiam sambil sesekali menatap pria tampan yang saat ini juga melihat ke arahnya.
"Baik! Besok kami akan mengganti MCB-nya! Sekarang kamu permisi dulu."
Petugas berpamitan. Mereka pergi meninggalkan Melina, Lucas dan Revano yang masih terdiam.
"Ahhh, padahal tidak perlu seperti itu! Aku bisa menyelesaikannya sendiri."
Bukannya berterima masih, Melina malah berkata seperti itu.
Ia tidak ingin berurusan dengan orang asing seperti mereka.
"Tidak apa-apa, Nona! Tuan melakukan ini karena tidak tega pada ibu dan adik Anda. Tidak nyaman, kan, kalau tinggal di rumah yang tidak ada listriknya?" balas Lucas dengan sedikit tersenyum. Ia tidak ingin Melina salah paham dengan kebaikan bosnya.
"Uang ini ... secepatnya saya akan ganti!"
Melina berpikir untuk meminjam uang lagi pada teman baiknya—Ray. Padahal hutang sebelumnya sudah sangat banyak.
"Ah ... tidak usah dipikirkan! Justru kami datang ke sini untuk menawari Anda kerjasama!" ucap Lucas dengan santai.
"Ke-kerja sama apa?" Melina mulai curiga, jangan-jangan, kedua orang ini berniat tidak baik terhadap dirinya.
"Emh ... rasanya tidak enak kalau kita membicarakan masalah ini di luar. Apa boleh kami masuk?" Lucas benar-benar tidak tahu diri. Ia sedikit memaksa untuk bisa dipersilahkan masuk oleh sang pemilik rumah.
Melina pun menjadi tidak enak. Akhirnya ia memperbolehkan mereka untuk masuk.
"Begini, Nona! Sebelumnya, Anda dan Tuan Revan sudah pernah bertemu kan, bahkan, kalian sudah pernah menghabiskan waktu bersama sepanjang malam ...."
"Ehem ...." Melina segera berdehem. Ia ingin merobek mulut busuk Lucas yang berbicara sembarangan.
Walau itu benar terjadi, tapi Melina sudah melupakannya. Ia sudah menganggap kejadian itu sebagai mimpi buruk dalam hidupnya yang tidak ingin dia ingat lagi.
"Kebetulan, sekarang Tuan Revan sedang dalam kesulitan. Dia diminta oleh keluarganya untuk segera menikah. Batasnya sampai besok. Kalau tidak, selamanya Tuan akan diusir dari keluarga dan tidak akan dianggap anak lagi oleh Tuan Rava!"
DUGGG!
Di bawah meja, Revano menendang kaki Lucas yang berbicara seenaknya. Dia mengarang cerita dan membuatnya menjadi anak yang menyedihkan di mata Melina.
Tapi Lucas tidak peduli dengan reaksi bos sekaligus teman baiknya itu. Ia masih tetap dengan omong kosongnya.
"Oleh karena itu, kami datang kemari untuk menawari Anda sebuah kerja sama! Anda menikah kontrak dengan Tuan Revan, lalu Tuan Revan akan menanggung semua biaya hidup Anda, adik, dan ibu Anda! Bagaimana?"
"Kenapan harus saya? Bukankah wanita di luaran sana masih banyak? Suruh saja mereka melakukannya!"
"Dan lagi... kalau kau kaya, kenapa dulu dagang kepadaku dan menerima mobil dariku?"
Melina benar-benar sangat kesal. Dirinya tidak ingin bertemu dengan pria bisu yang telah merenggut kesuciannya itu, tapi dia malah datang dan memintanya untuk menikah kontrak. Sebelumnya, Melina mengira bawa pria bisu itu seorang pria biasa yang tidak punya kendaraan. Makanya dia menanggapi postingannya di aplikasi ReChat.
'Haha ... ternyata dia pria tidak laku, ya!'
"Maaf, Nona! Sebelumnya Tuan Revan tidak pernah sekalipun bersentuhan dengan wanita kecuali ibunya. Baru Anda yang pertama! Jadi, saya berpikir bahwa Anda wanita yang cocok untuk menjadi istri sementara Tuan Revan!"
"Hah? Se-sementara?"
"Ya, Nona! Sementara! Apa Anda tidak setuju dengan itu?" canda Lucas sambil tersenyum. Ia sangat suka menggoda Melina yang berwajah imut dan cantik dengan tubuh yang hanya 160 centi meter. Bola matanya yang bulat terus saja melebar setiap kali Lucas berbicara.
"Apa Anda berpikir untuk menikah dengan Tuan Revan seumur hidup?" godanya lagi yang membuat Melina semakin kesal.
"Jangankan seumur hidup, satu hari pun saya tidak setuju!" Melina bangkit berdiri. Ia mengusir Lucas dan Revano agar keluar dari rumahnya.
"Sekarang kalian boleh pergi! Pintunya ada di sebelah sana!" Melina menunjuk pintu keluar di rumahnya.
Tapi sepertinya kedua orang itu tidak mengerti dengan sikap Melina yang sudah mengusir. Mereka masih duduk tanpa bergerak sedikitpun.
Jujur saja, kalau bukan karena saham milik ibunya yang ada di tangan ayahnya, Revano tidak akan mau merendahkan diri dengan datang ke tempat Melina dan memintanya untuk menjadi istri sementara. Itu terlalu memalukan untuk dilakukan. Revano terpaksa melakukannya karena ia tidak bisa berinteraksi dengan wanita lain lagi.
Dari halaman rumah, terdengar suara mobil datang, lalu berhenti. Melina pun terdiam sambil melihat kaca jendela yang tinggi dan besar yang ada di sampingnya.
'Kenapa hari ini banyak sekali orang yang datang?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments