Di malam yang dingin dan sepi, sepasang—pria dan wanita—yang tidak saling mengenal, berpelukan dan bermesraan di atas tempat tidur yang sama dan di dalam selimut yang sama. Tubuh polos keduanya saling menempel satu sama lain diiringi suara ******* yang penuh dengan kenikmatan.
Inginnya pria bisu itu bertanya pada Melina, "Apa kau menikmatinya?". Tapi dia tidak bisa melakukan hal itu karena suaranya masih hilang.
Sebuah kecelakaan empat tahun yang lalu telah merusak pita suara dan membuat Revano Danendra yang saat ini sudah berusia 29 tahun tidak dapat berbicara. Tenggorokannya terluka dan tertusuk oleh besi yang tidak terlalu besar. Kalau terlambat sedikit saja, mungkin nyawanya tidak bisa tergolong.
Hingga tidak tahu, pergulatan panas mereka sudah berlangsung berapa lama. Melina kabur dari kamar itu setelah mereka menyudahi permainan dan pria bisu tertidur pulas di tempat tidur.
***
Di siang hari, Melina terbangun di kamarnya karena suara ribut dari lantai satu. Ada suara teriakan dan jeritan dari seorang wanita yang sangat tidak asing di telinganya.
"Aishhh, ada apalagi ini? Kenapa Mama dan Papa bertengkar terus? Apa mereka tidak tahu, aku baru mau tidur?" Melina menggerutu.
Ia yang baru pulang beberapa jam yang lalu, masih mengantuk karena semalaman dihajar oleh pria bisu sampai dirinya kelelahan.
"Kak! Kakak! Bangun, Kak! Bangun! Papa, Kak! Papa kecelakaan!" teriak adiknya di depan pintu kamar Melina. Suaranya terdengar panik dan penuh dengan ketakutan.
"Si-siapa yang kecelakaan?" Melina mendengarnya, tapi dia tidak terlalu jelas mendengar ucapan adiknya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas itu.
"Papa, Kak! Papa! Papa kecelakaan dan katanya dia meninggal. Bangunlah ...." Sekarang adiknya mulai menangis sejadi-jadinya di depan pintu kamar Melina.
Ayahnya yang dari kemarin pergi bertugas keluar kota, sekarang dinyatakan meninggal oleh polisi. Saat ini di rumahnya sudah ada tiga orang polisi yang datang dan memberitahu hal tersebut
"Papa!" Melina pun segera bangun.
Ia terhuyung berjalan menuju pintu sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya, terutama di bagian area sensitifnya. Rasanya sangat sakit dan pedih.
Melina pun membuka pintu.
"Kakak! Huaaaa!" Adiknya menyergap Melina.
Dia menangis di dalam pelukan kakaknya.
"Di mana Mama?" Melina bertanya.
Tadi dia mendengar suara teriakan dan jeritan yang sangat keras dari lantai bawah. Awalnya, Melina mengira ibunya sedang bertengkar dengan ayahnya. Tapi ternyata ....
"Mama pingsan, Kak! Huaaaa!"
"Apa?"
Melina dan adiknya pun bergegas turun ke bawah.
Di ruang tamu, ibunya sudah pingsan. Melina pun segera menyuruh pelayan untuk memindahkan ibunya ke kamar.
"Begini Nona! Tadi pagi, pukul 3 dinihari, seorang pria dengan identitas ini mengalami kecelakaan tunggal yang mengakibatkan mobilnya menghantam pembatas jalan lalu terpental beberapa meter. Satu orang meningga dan satu orang lagi selamat!" jelas pihak kepolisian sambil menyerahkan dompet yang berisi uang, kartu tanda penduduk, dan beberapa kartu lainnya.
Dilihat dari kartu tanda pengenalnya, sudah bisa dipastikan kalau itu ayahnya Melina.
"Di mana ayah saya sekarang?" tanya Melina dengan perasaan yang sudah tidak karuan. Antara percaya dan tidak, tapi itu adalah ayahnya.
"Di rumah sakit Fredika, Nona!" jawab petugas kepolisian itu dengan tegas.
Melina pun bersiap pergi ke sana.
Sebelum pergi, Melina bertanya pada polisi. "Lalu yang satunya lagi, siapa?"
Setahunya, kemarin itu ayahnya pergi ke luar kota seorang diri. Dia tidak membawa teman, kerabat, atau bahkan asisten pribadinya. Ayahnya pergi sendiri tanpa ditemani oleh siapa pun.
"Seorang wanita! Dia langsung dibawa oleh keluarganya!" jawab polisi dengan jujur sesuai dengan apa yang terjadi tadi pagi.
"Wa-wanita?"
Siapa?
Dengan beribu pertanyaan yang masih menumpuk di kepalanya, Melina pergi bersama petugas kepolisian itu menuju rumah sakit tempat ayahnya berada. Melina pun menyuruh teman baiknya untuk datang dan menemaninya di rumah sakit.
"Oke! Oke! Aku akan segera ke rumah sakit! Kita bertemu di sana!" balas teman baiknya dari seberang telepon.
Setelah itu, sambungan telepon ditutup.
***
Dua hari kemudian, di rumah duka yang ada di pusat kota, Melina dan sang adik terus berada di samping peti mati ayahnya dan menerima ucapan bela sungkawa dari para rekan dan kerabat yang hadir. Semua orang sangat terpukul dengan musibah ini. Mereka tidak menyangka kalau Tuan Moco akan mengalami kecelakaan yang sangat hebat hingga meninggal dunia.
"Aku dengar, Tuan Moco pergi bersama selingkuhanya! Mereka berciuman di dalam mobil ketika sedang menyetir. Makanya, mobilnya hilang kendali lalu kecelakaan!"
"Ya, kau benar! Aku pun mendengar hal itu!"
"Katanya, Tuan Moco berbohong pada istri dan anaknya. Bilangnya mau pergi bertugas ke luar kota, padahal pergi bercinta!"
"Iiiiiii sangat mengerikan!"
"Ssttt, apa kalian tahu? Polisi sedang mendalami kasus kecelakaan itu. Ada kemungkinan, Tuan Moco yang sudah meninggal akan ditetapkan sebagai tersangka. Dia dan wanita yang ada di dalam mobil tertangkap kamera sedang berciuman. Kelalaian itu akan membuat seseorang yang sudah meninggal ditetapkan sebagai tersangka," jelas yang lainnya.
Dari samping mereka, ada seorang wanita yang tampang dan penampilannya sangat mirip dengan laki-laki, wajahnya sangat tampan dan manis dengan rambut yang pendek. Di dadanya ada gundukan gunung kembar yang tidak terlalu besar. Wanita tomboy itu berdehem dan menghentikan omong kosong mereka semua.
"Ehem!"
***
Di tempat lain, di meja makan yang sudah terdapat banyak makanan, seorang pria berusia 54 tahun berkata pada putra sulungnya yang terdiam sambil mengunyah makanannya.
"Revan! Apa kau tidak malu, punya mulut, tapi tidak bisa berbicara? Padahal kau ini terlahir normal dan sempurna. Semua wanita pun menyukamu! Tapi sekarang, setelah kau bisu, jangankan wanita, lalat pun enggan untuk datang kepadamu!"
"Sebaiknya tenggorokanmu dioperasi lagi! Dokter bilang kau bisa kembali memiliki suara setelah dilakukan operasi lanjutan!" tambah Tuan Rava dengan serius.
Tuan Rava sudah tidak sabar ingin segera menimang cucu dari Revano—putra pertamanya. Ia terus memaksa dan membujuk putranya agar mau menjalani operasi lanjutan, setelah itu dia bisa menikah.
"Sudah ... sudah! Biarkan Revan menghabiskan makanannya dulu. Setelah makan, barulah berbicara lagi!" timpal ibu tiri Revano yang terlihat sangat baik. Padahal dia tidak menyukai Revano dari dulu sampai sekarang.
Bukannya diam setelah istrinya bersuara, Rava malah kembali berbicara. Ia menawari Revano sesuatu yang sangat diinginkan oleh semua orang, termasuk anak tirinya.
"Jika kau menikah, aku akan menyerahkan posisiku saat ini kepadamu! Kau akan memimpin perusahaan, dan, saham sebesar 10% milik ibumu akan beralih menjadi milikmu! Bagaimana?"
Itu sebuah tawaran yang sangat menggiurkan. Bukan hanya akan naik jabatan menjadi presiden direktur di perusahaan ayahnya, tapi juga akan mengambil saham ibunya yang selama ini ditahan oleh Tuan Rava.
"Beri aku waktu!" balas Revano yang dia tulis pada tab kesayangannya.
"Satu tahun! Aku hanya akan memberimu waktu selama satu tahun! Kalau dalam waktu satu tahu kau tidak menikah juga, selamanya kesempatan itu tidak akan ada lagi! Aku tidak akan memberikan jabatan itu kepadamu. Juga saham ibumu, jangan harap selamanya kau bisa mengambil saham itu dari tanganku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Topan Topan
mangkin ke depan cerita mangkin menarik. ,,semangat,,thor../Angry//Angry//Angry/
2024-10-28
0