Satu tahun telah berlalu, hidup Melina dan keluarganya begitu sulit setelah ayahnya meninggal dan ditetapkan sebagai tersangka atas kecelakaan yang terjadi. Padahal, ayahnya sudah meninggal. Semua orang pun memandang rendah keluarganya, bahkan kerabat dan teman dekat ayahnya yang dulu sangat hormat pada Melina dan keluarganya, kini pergi menjauh. Tidak ada satu orang pun yang mau membantu ketika keluarganya mengalami kesulitan.
Di sebuah klub malam yang ada di pusat Kota B, Melina yang mengenakan rok hitam sepaha dengan atasan hitam tanpa lengan, berjalan menuju salah satu meja sambil membawa nampan. Dia menyajikan minumannya di atas meja, lalu membungkuk hormat tanpa melihat wajah kedua tamu itu.
"Silahkan, Tuan!" ucapnya dengan ramah. Setelah itu, ia berbalik badan, bersiap pergi ke meja lain.
"Eh, Tunggu!" Tiba-tiba salah satu dari orang itu memanggil Melina. "Nona, bisa kita bicara sebentar?"
"Eh!" Melina menoleh ke belakan.
Melina tidak melihat orang yang memanggilnya, malah melihat wajah seorang pria yang sedang duduk sambil menatapnya. Orang itu nampak tidak asing di mata Melina.
"Bisa ke sini sebentar?" tanya orang itu lagi sambil melambaikan tangan.
Tubuh Melina tiba-tiba membeku. Ia terdiam dengan jantung yang berpacu lebih kencang.
'Pria itu, pria itu ....' Melina berteriak di dalam hati.
Pria bisu yang tahun lalu pernah tidur dengannya, sekarang ada di hadapan Melina. Dan, orang yang ada di samping pria bisu itu terus memanggil.
"Eh, maaf! Saya masih banyak pekerjaan. Jika Anda ingin memesan lagi, saya akan panggilkan pelayan lain!" jawab Melina tanpa menghampiri meja mereka.
Benar saja, Melina malah memanggil temannya.
"Ray! Sini!"
"Apa?" tanya Raya yang merupakan seorang wanita. Tapi penampilan dan caranya berjalan memang sama seperti seorang pria. Suaranya pun lumayan besar, dadanya datar karena tubuhnya memang tinggi dan kurus, lebih tinggi dari Melina 10cm.
"Tolong, tamu ini masih ingin memesan makanan. Sebaiknya kau layani mereka!" ucap Melina pada Ray.
Selain Melina, tidak ada yang tahu kalau Ray seorang wanita. Seragam yang dipakainya pun sama dengan seragam yang dipakai oleh pelayan pria berupa kaos dan celana panjang. Semua itu Ray lakukan untuk menjaga Melina dari godaan pria.
"Oke! Sana pergi!" Ray setengah memeluk Melina, lalu mendorong teman baiknya itu agar menjauh.
Ketika Melina sudah pergi, orang itu memanggil lagi. "Nona Monica! Tunggu sebentar! Ada yang ingin kami bicarakan dengan Anda!"
"Hey, siapa yang kau panggil Monica? Dia itu Melina! Jangan sembarangan mengubah namah orang, ya!" sergah Ray yang terdengar tidak suka.
Ray segera menghampiri meja Revano, lalu menatap tajam ke arah pria yang tadi memanggil Melina dengan nama Monica.
"Wanita yang tadi, bukankah namanya Monica?" Lucas yang merupakan asisten pribadi Revano segera bertanya.
Sesuai dengan apa yang tuannya katakan, wanita itu adalah wanita yang sedang Revano cari. Dua bulan terakhir, pria bisu itu mencari keberadaan Monica setelah dirinya menjalani operasi tenggorkannya di luar negeri. Dan sekarang, setelah bertemu, wanita itu malah bersikap acuh seolah mereka tidak pernah bertemu.
"Aishhh! Kau ini mengada-ada! Asal saja memanggil nama orang! Sudahlah, mau pesan apa? Cepat katakan!" tanya ketus Ray pada Lucas. Sesekali ia melihat pria tampan yang masih menatap punggung Melina yang sudah menjauh.
Karena Melina sudah pergi, Lucas pun memesan makanannya dengan asal. Mereka duduk berdua di meja itu sambil memperhatikan Melina yang sedang bekerja.
Malam ini, pekerjaan mereka berjalan dengan lancar. Melina dan Ray pulang bersama menggunakan taksi sekitar jam 3 dini hari.
"Kiri di depan!" ucap Ray sambil menunjuk rumah besar dan mewah yang terlihat tidak terawat. Pohon dan daun-daun yang berguguran pun, berserakan di jalan.
"Eh, Mel ... kenapa rumahmu gelap? Apa tidak ada orang di rumah?" tanya Ray ketika taksi sudah berhenti. Melina pun bersiap turun dari dalam taksi.
"Eh, iya!" Melina juga tidak tahu. Kenapa rumah mewah yang tidak terawat itu sekarang lampunya mati.
"Baiklah! Aku duluan, ya! Bye ... Ray!" Melina sudah turun dari taksi, lalu melambaikan tangan padamu Raya.
"Oke! Kalau ada apa-apa, jangan lupa untuk segera menghubungiku!" balas Ray.
"Enh!" Melina mengangguk.
Setelah itu, taksi kembali berputar arah, lalu berjalan menuju tempat kost Ray yang cukup jauh dari sana.
Di dalam rumah yang nampak gelap gulita karena tidak ada satu lampu pun yang menyala, Melina menyalakan senter di HP, lalu masuk ke dalam rumah yang nampak seperti rumah hantu. Dari arah kamar tidur, terdengar suara jeritan dan amukan ibunya. Melina pun bergegas pergi ke kamar.
"Aaaaaa...."
"Aaaaa .... Pergi ... pergi sana! Aaaaa ...."
Ibunya terus mengamuk. Adik Melina menemani ibunya sampai tidak tidur. Padahal besok pagi dia harus pergi ke sekolah.
"Dek ... ada apa? Mama kenapa?" Di ambang pintu, Melina bertanya sambil menyoroti seisi kamar itu dengan senter di HP.
Adiknya pun merasa lega dengan kedatangan kakaknya.
"Kakak! Syukurlah kau pulang! Dari tadi Mama mengamuk terus. Listrik pun tiba-tiba mati, aku tidak tahu kenapa," lirih Regina sambil menghampiri kakaknya. Ia memeluk Melina sambil menangis.
Dari jam 10 malam, lampu di rumah itu tiba-tiba mati, ibunya mengamuk dan Regina tidak mungkin tidur. Ia tidak berani menganggu kakaknya yang sedang bekerja. Jadi ia terus terjaga sampai jam 3 dini hari.
"Oh, baiklah! Sebaiknya kau tidur saja. Biar Kakak yang di sini menemani Mama!" ucap Melina sambil mendorong bahu adiknya.
Melina pun segera mencari senter yang ada di rumah itu, lalu memberikannya pada Regina.
"Ini ... bawa ke kamarmu. Sabar dulu, ya! Besok Kakak akan meminta petugas PLN untuk memeriksa listrik di rumah kita!"
"Ya, Kak! Terima kasih!" balas adiknya. Setelah itu, dia pergi ke kamar yang ada di lantai dua.
Sepanjang malam, ibunya terus mengamuk. Melina tidak bisa menenangkan dan tidak bisa meninggalkannya sendirian.Hingga pukul 8 pagi, tiba-tiba ada seseorang yang datang ke rumahnya. Melina yang sepanjang lama tidak tidur pun segera membuka semua gorden, lalu pergi ke depan.
Di halaman rumah yang sangat luas dengan rumput yang tumbuh liar di sekitar rumah itu, sebuah mobil berhenti di depan rumah, lalu dua orang pria keluar dari dalam mobil. Mereka segera mengetuk pintu besar dan tinggi yang ada di depannya.
Tok! Tok! Tok!
"Permisi!"
Tidak lama, pintu pun dibuka.
Dikira yang datang itu petugas PLN yang tadi sudah ditelepon olehnya, tapi ternyata bukan. Pria bisu dan asisten pribadinya sekarang datang ke rumah Melina entah untuk apa.
"Eh ... sepertinya kalian salah alamat!" ucap Melina sambil memegang pegangan pintu. Setelah itu, ia bersiap menutup pintu rumahnya tanpa mempersilahkan mereka masuk.
"Eh, tunggu Nona Melina!" Akhirnya Lucas tahu nama asli wanita itu.
Bukan Monica, tapi Melina.
Semalam, dia sudah mencari tahu semua hal tentang Melina, dari mulai kecelakaan ayahnya, lalu kebangkrutan yang dialami oleh keluarganya, juga kondisi ibunya yang memprihatinkan. Keluarga Melina yang sekarang benar-benar sangat menyedihkan. Saking menyedihkannya, Melina tidak sanggup membiayai pengobatan ibunya di rumah sakit jiwa. Jadinya, ibunya kembali dirawat di rumah.
"Ada apa? Sepertinya kita tidak saling mengenal. Saya tidak terbiasa menerima orang asing masuk ke dalam rumah!" balas Melina yang kembali mendorong pintunya, bersiap menutupnya kembali.
"Tunggu!" Lucas menahan pintu dengan satu kaki. Sepatunya terjepit diantara pintu kiri dan pintu kanan.
"Ada sesuatu hal yang ingin kami bicarakan dengan Anda! Izinkan kami masuk dulu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments