Bab 5 : Lampu Hijau Untuk Riyan

Sepulang sekolah, Riyan melihat Dinda berjalan sendiri keluar menuju gerbang. Ia pun menghampirinya, mengucap terima kasih atas waktunya mendengarkan cerita curahan hatinya kepada Melani di kelas tadi. Dinda pun tersipu, membalas ucapan terima kasih Riyan, sambil menganggukan kepala.

Mengetahui bawah, Dinda sedang menunggu taxi online. Riyan pun berbaik hati menawarkan tumpangan padanya, dan mengatakan jika Dinda tidak keberatan.

Dinda tersenyum lebar, dengan senang hati menerima tawaran Riyan dan mengucap terima kasih kepadanya.

Saat di perjalanan, Riyan mencoba mencaritau kebiasan Melani, apa yang Melani sukai dan tidak ia sukai.

Mendengar beberapa pertanyaan yang dilontarkan Riyan kepada Dinda, membuatnya menggerutu kesal. Ada rasa tida senang yang tiba-tiba hadir dalam hatinya. Tapi, karna merasa tidak enak kepada Riyan, akhirnya ia pun memberitau semua tentang Melani dengan rasa yang tak seirama antara hati dan pikirannya.

Dinda sangat menikmati kedekatannya bersama Riyan, sesekali meliriknya yang lagi asyik mengemudikan mobil.

Riyan yang tak sengaja mendapati lirikan mata Dinda dengan tersenyum-senyum, membuatnya heran dan bertanya kepada Dinda. Dengan gelagapan, Dinda menghalau pertanyaan Riyan dengan menunjukkan jalan arah ke rumahnya, yang sudah mulai dekat. Riyan pun mengganggukkan kepala dan kembali fokus mengemudikan mobilnya.

"Astaga, Din... Tahan, tahan, jangan sampai Riyan curiga dengan tingkah loe" ucap Dinda sendiri dalam hati. Ia benar-benar tidak pernah menduga rasa kagumnya berubah menjadi rasa suka kepada Riyan, yang sayangnya, Riyan malah menyukai sahabatnya sendiri.

Ucapan terima kasih kembali Dinda ucapkan kepada Riyan, saat sudah tiba di depan rumahnya. "mampir yuk, Kak" ajak Dinda, sambil turun dari mobil.

"Makasih, Din. Lain kali aja" jawab Riyan dari atas mobil.

"It's ok" kata Dinda, lalu melambaikan tangannya... Da...!!

Triiinggg... Bunyi pesan WA Dinda dari Melani, ia mengirimkan gambar foto-foto selfinya di Turki saat naik balon udara, hingga berkunjung ke tempat-tempat lainnya. Melani pun sempat singgah di tempat pembuatan keramik, dan menyaksikan langsung cara pembuatannya.

"Seru banget, Mel. Kapan balik?" tanya Dinda melalui voice note.

"Insya Allah, besok lusa sudah balik, Din" balas Melani, juga dengan menggunakan voice note. Loe mau oleh-oleh apa Din?" tambahnya.

"Gue mau baju kaos, yang tertulis Cappadocia dan Turki" jawabnya masih melalui VN, dengan suara yang begitu ceria.

"Siap, Din. Ok.. Gue lanjut dulu yah.." suara Melani yang sedikit kencang karna kebisingan di sekitarnya. Melani lagi keliling di pertokoan bersama keluarganya dan tak lupa dengan tour guide tentunya.

Dinda menyandarkan badannya di kepala ranjang tempat tidurnya, sambil memeluk guling. Menatap ke arah jendela yang terbuka, angin yang bertiup menggoyangkan tirai gorden putih yang tergantung dibalik jendela. Membuat Dinda hanyut dalam lamunannya, akankah iya merasakan bahagia jika suatu saat Riyan menyatakan perasaannya pada Melani, atau justru sakit hati..?!!

Dinda tidak pernah mengundang perasaan itu, ia muncul begitu saja tanpa permisi. Semakin dekat dengan Riyan, rasanya semakin tak kuasa membendung perasaannya. Hingga terkadang rasa kesal muncul tiba-tiba saat Riyan mempertanyakan Melani.

"Tuhan.. akan kah Melani menerima cintanya Kak Riyan? Tuhan,, jika Kak Riyan bukan untuk gue, kumohon jangan biarkam Melani memilikinya. Gue tak sanggup jika harus melihat mereka setiap hari berduaan di depan mata" keluh kesah Dinda sendiri.

"Din... Dinda..." suara Ibu Dinda, membuyarkan lamunannya. Dan ia segera bergegas menghampiri Ririn, nam Ibu Dinda.

Ririn terlihat panik melihat suaminya tiba-tiba merasakan sesak yang tak seperti biasanya, dan Dinda pun ikutan panik, tak ada siapa di rumahnya, hanya mereka bertiga. Tak ada kendaraan pula, mobil milik Ayah nya telah terjual untuk pengobatannya selama dua tahun belakangan ini. Makanya setiap hari, Melani menjemput Dinda saat hendak kesekolah.

***

Kepanikan Dinda memuncak, di mana saat ini Melani tak sedang di Jakarta, yang biasanya Dinda hanya meminta tolong kepadanya, jika Ayah nya anfal seperti sekarang ini. Tanpa pikir panjang, ia pun menghubungi Riyan untuk meminta tolong padanya.

Riyan yang lagi bersantai duduk di kursi malas, di taman belakang rumahnya, sambil mendengarkan musik menggunakan headset dan menutup matanya. Tetiba tersentak membuka mata saat mendapatkan telepon dari Dinda.

Dengan suara tergesah-gesah, panik dan takut bercampur jadi satu, Dinda mengutarakan maksudnya menghubungi Riyan.

Mendengar cerita Dinda dengan suara yang tak beraturan, membuat Riyan langsung teringat oleh Almarhum Papa nya, yang meninggal karna anfal yang tak tertolongkan. "kasian Dinda. Jangan sampai Ayah nya mengalami hal yang sama seperti Papa" kata Riyan, sambil bergegas ke rumah Dinda.

Sesampainya di rumah Dinda, ia masuk dengan langkah yang panjang dan tanpa basa basi Riyan langsung memboyong Ayah Dinda masuk ke mobil untuk segera di bawanya ke rumah sakit.

Melihat tingkah Riyan, Dinda pun bertanya di atas mobil saat perjalanan menuju rumah sakit. Dengan nada yang sedkiti melow, Riyan menjelaskan pengalaman pahit tentang Papa nya yang tak tertolong karna terlambat ke rumah sakit.

Mendengar cerita Riyan tentang Papa nya. Dinda pun beristigfar dan mengucap maaf padanya, Dinda sama sekali tidak bermaksud untuk mengungkit kisah kelam Riyan, karna memang ia sama sekali tak tau tentang hal itu.

"It's ok, Din" ucap Riyan tersenyum kecil, sembari menengkan pikirannya.

Dengan secara kebetulan, masuk video call Melani ke Dinda. Dinda sudah mulai bertindak tidak adil ke Melani, ia sama sekali tidak berniat menerima VC nya. Namun, Riyan yang juga melihat handphone Dinda bergetar dan terpampang jelas nama dan foto Melani. Sehingga ia menyuruh Dinda untuk mengangkatnya.

"Astaga, Kak Riyan ternyata liat... Maaf Mel, gue gak mau Kak Riyan liat loe, yang mengganggu kebersamaan gue saat ini" ungkap Dinda dalam hati.

"Din.." tegur Riyan. "kenapa?" lanjutnya. Dan alasan Dinda karna ia tidak ingin Melani kepikiran akan hal ini, ia hanya tidak ingin mengganggu liburannya di sana. Tetiba Ririn bersuara daru kuris belakang, sambil meremas jari jemari suaminya, ia meminta Dinda untuk menerima telepon dari Melani.

Dan dengan sangat terpaksa, Dinda pun mengangkat teleponnya. Dengan suara terbata-bata dan sedikit tidak bersemangat ia menyapa Melani. Hingga membuat Melani khawatir dan mempertanyakan keadaannya, belum sempat bercerita. Suara Ririn dari belakang terdengar lagi, ia mencari Mayang. Yang membuat Melani tambah penasaran. "Din, loe di mana sih? mau ke mana di atas mobil gitu" tanya Melani paksa.

Dan, Dinda pun menceritakan bahwa Ayah nya anfal, sekarang lagi perjalanan menuju rumah sakit bersama Ibu nya dan Kak Riyan.

Mendengar nama Riyan. Melani mengerutkan alisnya sampai kedua alisnya bertemu seraya tanda tanya Riyan ada di sana. Lalu kembali Dinda menjelaskan tentang kepanikannya yang tanpa pikir panjang menghubungi Riyan.

"Haii.. Mel" sapa Riyan sambil mengemudi mobil. Dan lagi-lagi dengan terpaksa, Dinda mendekatkan Hpnya ke wajah Riyan.

"Makasih yah, Kak, atas bantuannya ke Dinda" ungkap Melani.

"Sama-sama Mel" jawab Riyan. Apa kabar? Oh iya, Mel. Boleh gue telpone loe sebentar? Yah,, itupun kalau loe gak keberatan sih.." tambanya. Membuat perasaan Dinda jadi tidak nyaman dengan raut wajah yang tetiba sinis sendiri.

Dengan suara tawa, Melani merespon kata-kata Riyan. Tanda lampu hijau sepertinya sudah mulai diberikan Melani untuk Riyan. "have fun yah, Mel. See you.." ucap Riyan sebelum telepon itu dialihkan ka Ririn. Karna, Mayang, meminta Melani untuk memberikan teleponenya ke Ririn, ia ingin bercerita dan memberi support ke Ririn, untuk tetap kuat, sabar dan berdoa. Jayadi nama Ayah Dinda, pasti baik-baik saja. Dengan mata memerah dan berkaca-kaca, Ririn menganggukan kepala sambil berterima kasih pada Mayang. Dan telepone pun berakhir saat tiba di rumah sakit.

Dinda yang lebih dulu turun memanggil perawat untuk menolong Ayah nya. Sesak yang makin menjadi membuat air mata Ririn bercucuran tiada henti, karna baru kali ini ia melihat suaminya tersiksa seperti itu.

Setelah Ayah nya masuk ke ruang UGD, Dinda kembali berucap terima kasih kepada Riyan. Dan mempersilahkannya untuk meninggalkan rumah sakit, karna Ayah nya sudah di tangani oleh dokter. Pamit Riyan kepada Dinda dan Ibu nya.

Setelah Riyan berlalu, mata Dinda masih menatap ke arahnya. Mengundang tanya pada Ririn, "Din, laki-laki tadi itu siapa? Teman sekolah atau...??"

Bukan siapa-siapanya Dinda. Katanya menarik nafas panjang, dia adalah kakak kelas dinda di sekolah dan dia menyukai Melani. Suaranya terdengar sendu.

Mendengar suara sendu anaknya, Ririn menangkap ada perasaan yang tersembunyi dan ia lalu mengingatkan Dinda untuk menjauh, karna Melani sebagai seorang sahabat begitu sangat baik padanya. Dan keluarganya pun sudah banyak membantu keluarga Dinda. Dinda mengganggukan kepala dengan raut wajah yang masem, "lalu gimana dengan perasaan gue, Bu" tanya Dinda dalam hati.

***

Keesokan harinya, karna terlalu kelelahan Dinda akhirnya tidak masuk sekolah. Membuat Riyan khawatir akan kesehatan Ayah nya. Saat jam istirahat, ia pun menghubungi Dinda yang masih terlentang di tempat tidur. Suara bunyi hp yang terus menerus berdering, membuatnya terbangun dari tidurnya. Masih dalam keadaan mata yang sedikit tertutup, Dinda menatap Hp nya sembari melihat panggilan masuk. Sontak terkejut, mengangkat badannya lalu duduk dan tersenyum-senyum sendiri. Begitu senangnya ia mendapat telepon dari Riyan.

"Halloo.. Kak Riyan. Ada apa yah?" tanya Dinda, dengan suara penasaran dan jantung yang berdetak kencang. Ternyata Riyan hanya khawatir dengan kesehatan Ayah nya, karna dia masih sangat trauma atas kepergian Papa nya.

Setelah mendengar dari Dinda, kalau Ayah nya baik-baik saja. Riyan merasa legah, walaupun masih dalam penanganan ruang UGD.

Saat Dinda ingin menutup telepone karna ingin bersiap-siap untuk kembali ke rumah sakit menemani Ibu nya, Riyan lagi-lagi menawarkan bantuannya untuk mengantar Dinda ke rumah sakit. Tanpa penolakan Dinda pun menerima tawaran Riyan dengan senang hati.

Bersolek di depan kaca, agar lebih tampil cantik karna Riyan mau datang menjemputnya. "Walaupun Riyan bukan siapa-siapa, tapi dia selalu ada gue. Maaf yah Mel, bila perlu loe lama-lama aja di sana. Sampai hati Riyan berpindah ke gue" ucapnya sambil menyisir rambutnya, dengan alis yang naik sebelah. Drastis sekali perubahan Dinda, memang,, perasaan itu tidak ada yang bisa menebak.

Bunyi kalkson terdengar dari luar rumah Dinda, sudah tidak salah lagi, kalau itu adalah Riyan. Dan lebih meyakinkan diri, ia pun menengok keluar melalui jendela kamarnya. Dan ternyata itu benar Riyan, yang membuat jantungnya berdebar kencang.

Saat hendak keluar dari rumah, ia menghelai nafas panjang, seraya menengkan dirinya. Ia tak ingin Riyan melihat kecanggungannya.

"Cantik amat Din" puji Riyan saat Dinda masuk ke mobilnya. Yang membuat deberan itu kembali lagi. Tak bisa berkata-kata lagi, Dinda hanya membalas pujian Riyan dengan senyuman.

Saat di tengah perjalan, dengan suara yang terbata-bata, Riyan mencoba neminta pendapat Dinda, untuk ia mengutarakan perasaannya ke Melani, saat Melani pulang dari Turki.

Dinda tak bergeming, diam tanpa bahasa menatap Riyan dengan penuh kekecewaan. "ternyata dia menjemputku hanya ingin mengatakan ini" gumamnya dalam hati. "sia-sia gue berdandan secantik ini, kalau ternyata Riyan tak melirik gue sama sekali. I hate you Riyan" tambahnya dengan tali tas yang ia gulung bolak balik.

Hening cipta di atas mobil, tak satu katapun keluar lagi dari bibir Dinda. Membuat Riyan heran dan sesekali berbalik ke arahnya, sempat berpikir mungkin ada salah kata yang ia ucapkan, yang membuat Dinda tidak nyaman.

Tiba di parkiran mobil rumah sakit, ia turun dengan ucapan terima kasih tanpa senyuman atau lambaian tangan lagi. Ia langsung berlalu begitu saja, dan tanpa menengok sedikit pun. Ia benar-benar tidak bisa mengontrol perasaan kecewa dan sakit hatinya yang muncul begitu saja. "loe memang selalu beruntung Mel. Punya keluarga bahagia, orang tua yang sehat dan sukses, loe punya kakak laki-laki yang sayang sama loe, loe pintar, loe cantik dan sekarang,, loe juga dicintai oleh laki-laki yang begitu baik seperti Kak Riyan. Sedangkan gue, Selama Ayah sakit, ia dikeluarkan dari tempat kerjanya, gue gak pernah lagi merasakan kasih sayang seorang Ayah. Ditambah lagi, semua harta yang ia miliki habis terjual untuk membiayai pengobatannya" keluh Dinda sambil masuk berjalan ke ruang UGD dengan hati yang sangat hancur.

***

Tiba di bandara Jakarta, orang yang pertama kali dihubungi Melani adalah Dinda. Namun, Dinda sama sekali tak bisa dihubungi, membuat tanya dihatinya. Tidak biasanya Dinda seperti ini, padahal dia tau kalau dirinya hari ini balik dari Turki.

Berulang kali Melani menghubungi Dinda, namun juga belum bisa tersambung. Terpaksa ia menghubungi Tante Ririn, dan mempertanyakan keberadaan Dinda. Tapi, ia pun sama sekali tak tau, terakhir siang tadi sepulang sekolah dia ada di rumah sakit. Tapi, setelah Tante Ririn makan siang, dia pamit pulang dan sampai sekarang hpnya tidak aktif. Inisiatif Tante Ririn, menyuruh Melani menghubungi kakak kelas laki-lakinya itu yang bernama Riyan. Mungkin saja ia tau. Karna dua hari ini, Dinda selalu bersamanya. Penjelasan Tante Ririn, membuat Melani bertanya-tanya, ada apa antara Dinda dan Riyan...?!!

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Raodah Tul Jannah

Raodah Tul Jannah

di tunggu yaa kelanjutannya

2023-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!