"Maaf Mel, gak sengaja" ucap Riyan sambil menatap Melani. Dan mereka pun akhirnya saling bertatapan.
Dinda yang sedari tadi duduk di pojok ruangan memperhatikan mereka berdua, tetiba berdiri dan membuyarkan tatapan mereka yang sudah mulai dalam, "ehemm... ada gue di sini.." ketus Dinda sambil berjalan ke arah mereka berdua.
Melani yang keki, malu, membuat raut wajahnya berubah dan pipinya memerah. Salah tingkah sampai kertas-kertas yang sudah dirapihkannya pun terjatuh ke lantai. Lalu berkata "apaan sih, Din" sambil merapikan rambutnya ke belakang telinganya.
Spontan Riyan langsung nenunduk merapikan kertas yang berserakan di lantai. Melani yang masih tetap bediri, tubuhnya terasa kaku, hanya tunduk melihat Riyan yang membereskan semuanya.
Ucapan terima kasih pun terlontar dari bibir merah Melani, saat Riyan memberikan kertas-kertas itu. Dan Riyan hanya membalasnya dengan senyum.
Keluar dari ruangan OSIS, Dinda mulai lagi mengejek Melani tentang kejadian tadi. Melani yang pura-pura tidak mendengar ejekan Dinda, tetap berjalan sambil mengotak atik HPnya.
"Melani..." terdengar suara memanggil Melani dari belakang. Melani dan Dinda akhirnya menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah suara itu.
"Kak Riyan..." ucap Melani dalam hati.
"Hemm... kayaknya ada yang lagi pedekate nihhh... menurut gue yah, Kak Riyan ini cuman alasan aja ngajak loe ikutan cerdas cermat hanya untuk bisa dekat ama loe, Mel" ungkap Dinda tanpa gaya tubuh melihat langkah demi langkah kaki Riyan menuju ke arahnya.
"Fithnah lebih kejam dari pada pembunuhan" singkat Melani melirik tajam ke Dinda.
"Uuhh... tatapannya... Serem..." canda Dinda tersenyum.
Ternyata ada satu kertas yang tersisa, jatuh di bawah kolong meja. Makanya Riyan menyusul Melani.
Ucapan terima kasih pun, lagi- lagi terlontar dari bibir Melani dan setelah di pegangnya kertas itu, ia langsung pamit kepada Riyan.
Riyan yang masih tetap berdiri dan melihat Melani berlalu pergi tanpa basa basi membuatnya penasaran dan berkata "cuek amat sih, biasanya juga cewek-cewek yang pada carper ke gue. Melani memang beda. Apa gue jatuh cinta kepadanya? Ahhh.. Ngomong apa sih, gue" ucapnya sendiri lalu kembali berjalan ke ruang OSIS.
***
Saat tiba di rumah, melani yang melihat ayahnya sedang duduk di ruang keluarga bersama ibunya. Tampak heran dan bertanya-tanya. Karna biasanya di jam kerja seperti ini, beliau ada di kantor.
Sambil cium tangan ayahnya, Melani melontarkan tanya tentang keberadaannya di rumah jam segini.
"Nggak senang, ayah di rumah?" tanya ayah Melani sambil mencubit hidung anak gadisnya.
"Senang dong, yah, kalau boleh sih tiap hari seperti ini" balas Melani sambil duduk di sofa samping ayah dan memeluknya.
"Aduh, kalau setiap hari ayah di rumah di jam seperti ini, lalu siapa yang kontrol kantor? Siapa yang tanda tangan jika ada barang keluar masuk. Nanti lah,,, kalau Kak Indra sudah mulai memegang perusahaan ayah, barulah ayah di rumah setiap hari menunggu anak gadis ayah pulang dari sekolah" kata ayah Melani yang sudah tidak sabar menyerahkan tanggung jawab perusahaannya ke anak sulungnya itu.
"Eehhemm.. kalau ayah dan anak gadisnya sudah bertemu, ibunya sudah tak dipedulikan lagi" canda ibu Melani tersenyum sambil melirik ke arah Melani dan suaminya.
"Iiiddiiihhh.. ada yang cemburu..." kata Melani tertawa lalu berpindah ke samping ibunya. Dan ibu pun tertawa sambil memeluk hangat dan mencium kepala putrinya.
Bunyi suara klakson mobil terdengar dari luar, kompak ayah, ibu menyebut nama Indra sambil menaikkan telunjuknya, dan menunjuk keluar.
Melani yang tampak heran pun bertanya kepada ayah dan ibunya, "ada apa sih? serius amat?"
Dan ibunya melemparkan pertanyaan itu kepada suaminya. Karna ia pun sama sekali tak tau apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh suaminya, sampai bela-bela menunggu kedua anaknya di rumah di jam segini. Kalau pun memang ada, seharusnya bisa juga dibicarakan saat makan malam tiba, sehingga tidak perlu meninggalkan kantor di jam opersional.
Sedang, ayah Melani tampak santai mendengar ucapan istrinya dan tetap dengan mata tertuju ke pintu depan, seraya menanti kedatangan anak sulungnya masuk ke dalam rumah.
Sesampainya Indra di ruang tengah, Melani yang sudah tidak sabar pun ingin mengetahui maksud dan tunjuan ayahnya, bergegas menarik Indra yang masih berdiri tampak heran di samping sofa melihat keluarganya berkumpul di jam kerja seperti ini.
"Ayah, ayo ngomong... Nih sudah ada Kak Indra. Cepat ayah..." kata Melani memaksa, sambil memegang tangan ayahnya.
Indar Laksaman, pemilik nama asli ayah Melani. Menghelai nafas membuat semuanya makin penasaran dannnn... ternyata Indar bermaksud mengaja mereka liburan ke Turki dalam rangka anniversary nya yg ke 25 tahun, minggu ini.
Sontak terkejut, Mayang Ayu Dewi, pemilik nama asli ibu Melani, spontan memeluk suaminya dengan penuh rasa bahagia sambil mengucap terima kasih atas kejutan ini. Diiringi ucapan selamat dari kedua anaknya.
Mendengar kata Turki, Melani rasanya sudah tidak sabar menanti hari itu tiba. Di mana Turki adalah negara impiannya,,, naik balon udara di Cappadocia.
Keesokan harinya, Melani menceritakan kabar bahagia ini kepada Dinda. Dinda antara senang dan sedih memberi selamat kepada Melani, karna dibalik itu, Dinda akan merasa kesepian tanpa Melani.
Saat jam istirahat, Melani sengaja masuk ke ruang guru untuk meminta izin kepada wali kelasnya.
Dinda yang menunggu di depan pintu, tetiba dikagetkan akan kedatangan Riyan dari belakang menyapanya.
"Astagfirullah,, Kak Riyan, bikin kaget aja" ungkap Dinda memegang tangan Riyan, yang hendak terpeleset karna kaget, "lho.. kenapa jantung gue kayak mau copot berhadapan sedekat ini sama Kak Riyan... Jangan bilang loe naksir sama Kak Riyan, Din. Itu cuman kagum aja. Kak Riyan, sukanya sama Melani, sahabat loe" gumamanya dalam hati.
"Maaf, Din. Serius amat sih? Ada apa berdiri di depan pintu?" tanya Riyan sambil menengok ke dalam ruang guru.
"Itu,, kak. Nungguin Melani. Dia minta izin untuk liburan ke Turki bersama keluarganya" jawab Dinda sambil menunjuk ke dalam rungan.
"Turki..? Dalam rangka apa, Din?" tanya Riyan. " Trus, pulangnya kapan? Maaf, bukannya gue kepo, cuman kan, Melani perlu persiapan untuk cerdas cermat sabtu depan" tambahnya panik, entah itu karna perasaannya, atau beneran karna khawatir dengan cerdas cermat.
Setelah Melani keluar dari ruang guru, Dinda langsung menunjuk Melani dan berkata. "Nah, tuh orangnya, tanya aja langsung, kak"
"Haii.. kak" sapa Melani, "Ada apa, Din?" tanya Melani ke Dinda, mendengar kata-katanya barusan.
"Nggak ada apa-apa, Mel" potong Riyan menyelah pembahasan. Lalu pamit untuk ke kantin.
Saat pulang sekolah, Dinda pamit ke Melani untuk pulang lebih dulu. Karna, om, dari adik ibunya sudah menunggu di depan sekolah untuk menjemputnya ke acara keluarga.
Melani yang berjalan sendiri ke arah mobilnya, terkejut melihat Riyan sudah berdiri di sana, "ada apa yah kak?" tanya Melani heran.
"Nggak,, cuman mau mastiin aja, karna tadi kata Dinda, loe akan berlibur ke Turki. Trus gimana persiapan cerdas cermat loe? Ingat yah, lombanya sabtu depan. Kami semua berharap pada loe" ungkap Riyan menatap Melani dalam. "gue kenapa yah, kok deg-degan gini depan Melani?" tanya Riyan, dalam hati.
Melani yang salah tingkah melihat tatapan Riyan, mencoba menenangkan dirinya dengan memainkan kunci mobilnya. Dan berkata "Baik, kak. Melani ingat kok. Melani sudah memperhitungkan semuanya. Kak Riyan tenang aja" jawab Melani tenang, mengeluarkannya dari kegugupan.
"Ok, baik.." ucap Riyan singkat sambil mundur dua langkah dari hadapan Melani. Dan Melani pun pamit pulang.
****
Dini hari, tepatnya pukul 2 dini hari. Melani sudah mulai merapikan barang-barangnya dan membawanya ke lantai bawah. Ia sangat antusias dan sudah tidak sabar untuk naik balon udara.
Sementara itu, Dinda terbayang wajah Riyan yang begitu dekat dengannya di depan ruang guru siang tadi, membuat matanya sulit untuk terpejam. Bolak balik di atas tempat tidur dan sesekali menutupi wajahnya dengan guling, namun bayangan Riyan begitu sangat mengganggu.
Teringat akan keberangkatan Melani di jam penerbangan pertama, ia pun bergegas mengambil handphone nya yang dia letakkan di atas meja samping tempat tidurnya.
Suara sorak gembira Melani menerima telepon dari Dinda, ia lagi-lagi mengutarakan rasa bahagianya itu. Dan Dinda malah tertawa mendengar kegirangan sahabatnya itu. "safe flight, Mel. Miss you.." ucap Dinda.
"Miss You, too, Din" balas Melani lalu menutup teleponnya.
"Turki, i am coming.." ungkap Melani saat naik ke pesawat.
Mulai gelisah di atas pesawat karna sudah berjam-jam hanya duduk dan menatapi layar tv yang ada di depannya, dan sesekali melihat jam yang melingkar di pergelangan kirinya. Dengan harapan, pesawat segara landing. Mayang yang pas di sampingnya, tertawa kecil melihat wajah anak gadisnya itu yang sudah tidak nyaman lagi.
Penantian panjang Melani, akhirnya terbayarkan saat pesawat landing di Turki. Yang sebelumnya transit di bandara Qatar.
Melani sudah tidak sabar pengen naik balon udara, tapi sayangnya. Balon udara itu tidak bisa terbang semau kita, dan penerbangannya pun paling baik di pagi hari. Jadi lebih baiknya, jika ingin naik balon udara, kita harus stand by sebelum matahari terbit. Balon udara pun, tidak bisa diterbangkan jika angin bertiup kencang. Jadi untuk naik balon udara mesti sabar juga, harus menyesuaikan keadaan dan cuaca di tempat sekitar. Jelas Tour guide, yang menemani liburan Melani sekeluarga selama di Turki.
Penjelasan Tour guide itu, membuat Melani faham dan sedikit sabar dari sebelumnya. Melani tampak kelelahan, bersandar di bahu ibunya sambil memijit leher kirinya menggunakan tangann kanannya dan meminta untuk beristirahat di kamar hotel. Melani ingin sekali merebahkan badannya. Pinta Melani kepada ibunya.
Hotel yang begitu unik, dinding-dindingnya bebatuan, tampak sepertu gua. Nyaman sekali, dengan udara yang sejuk masuk dari jendela kamar yang terbuka lebar.
***
Tour guide itu bernama Yaren. Yaren orang Asli Turki yang mengusai beberapa bahasa, salah satunya bahasa Indonesia dan dia sangat senang memandu orang Indonesia. Tuturnya.
Yaren menyampaikan kepada Mayang, untuk bersiap-siap naik balon udara tepat pukul 5 pagi. Karna harus menempuh jarak kurang lebih 30 menit, dan agar tidak mendapati antrian yang panjang jika datangnya lebih awal.
Dingin yang begitu mencekam, menyelimuti pagi ini, hingga jaket tebal dan kaos tangan pun tak bisa menghangatkan tubuh yang terasa kaku karna dingin.
Saat di perjalanan menuju tempat wisata balon udara, Yaren bercerita tentang Cappadocia. Nama Cappadocia berasal dari kata “Katoatuka” dari Persia yang memiliki arti "kuda yang indah".
Cappadocia merupakan salah satu kota tua di Turki yang terletak di Anatolia tengah, yang memiliki khas tersendiri yaitu lembah, ngarai, serta formasi bebatuan unik.
Pengunjung yang menyewa balon udara, dapat menikmati jalannya penerbangan antara 1,5-2 jam, dan akan dimanjakan dengan indahnya formasi bebatuan yang dijuluki sebagai Fairy Chimneys. Serta melihat keindahan sudut-sudut Kota Cappadocia.
Tamasya udara dengan balon udara menjadi salah satu aktivitas paling populer di wilayah Cappadocia, di mana balon-balon udara akan terbang di atas lembah-lembah dan gugusan vulkanik yang terlihat seperti cerobong langit di kawasan tersebut.
Sejarah Cappodocia berawal dari letusan serangkaian gunung berapi, meliputi Gunung Erciyes dan Hasan yang membentuk lanskap unik. Keunikannya terletak pada puncuk gunung bebatuan yang membentuk lubang-lubang menyerupai "cerobong peri".
"Nah, kita sudah sampai" kata Yaren. Membuat tubuh kaku melani yang dingin menjadi segar, melihat balon udara yang sudah siap diterbangkan.
Seketika Melani bertanya pada Yaren, "berapa meter ketinggian balon udara itu membawa kita terbang?" dan Yaren pun menjawab dengan lihai, "Penerbangan balon udara itu dengan ketinggian maksimal 150 meter dan di wilayah udara yang tidak terkontrol (uncontrolled airspace)." jelasnya.
Let's go..., kata Melani bersorak menarik tangan ayahnya, "wow... Indahnya ciptaan Tuhan" ucap Melani yang tidak mampu mengungkap kata-kata lain, selain keindahan Cappadocia ini.
"Terima kasih, ayah. Akhirnya impianku naik balon udara terlaksana juga. I love you.." ungkapnya memeluk Indar yang lagi berdiri di samping istrinya menikmati balon udara, yang naik secara perlahan. Dan indra pun, yang begitu antusias, mengambil gambar dari segala arah melalui camera hp iphone 11 pro miliknya.
Sementara di sekolah, Dinda begitu tampak kesepian. Rasanya tidak punya semangat untuk keluar kelas, walapun sudah waktunya istirahat, ia hanya berdiam tak ke mana-mana. Karna kebiasaannya setiap hari di sekolah, selalu bersama Melani.
Saat mencoba menghubungi Melani, terdengar suara dari luar kelasnya, memanggil-manggil namanya. Dan saat ia berbalik, ternyata suara itu adalah suara Kak Riyan.
Riyan mempertanyakan kabar Melani, penasaran dengan aktifitas Melani saat ini di Turki. Riyan pun, meminta Dinda untuk menghubunginya melalui panggilan video. Dan saat ponsel itu mulai memanggil, Riyan memberi isyarat ke Dinda, untuk tidak memberi tahu Melani bahwa ia ada di samping Dinda.
Dinda yang merasakan sentuhan tangan Riyan, membuat jantungnya berdenyut kencang, aliran darahnya serasa mengalir begitu cepat, "ohh.. Ya Tuhan, mengapa kau ciptakan makhluk seganteng ini. Yang sekarang begitu dekat denganku," ungkap Dinda dalam hati.
"Halloo... Dinda.." suara Melani membuyarkan lamunannya. Apa kabar loe hari ini?" tambahnya.
"Sunyi, sepi, senyap tanpa loe, Mel. Jangan lama-lama dong.. Cepat pulang yah.. Gak sanggup gue tanpa loe," keluh Dinda. Membuat Melani tertawa terbahak-bahak melihat reaksi dari raut wajahnya, "kejam loe yah,, gue meraung, loe bahagia" ucap Dinda, jeles. Melani pun, akhirnya meminta maaf, dan menceritakan keseruannya naik balon udara pagi ini.
"Din, i miss you.. Udah dulu yah.. entar gue telpon loe lagi saat tiba di hotel... dada.. Dinda" kata Melani, menutup telponnya.
Lalu, Dinda berbalik ke arah Riyan dan bertanya. "kenapa Kak Riyan gak mau bicara sama Melani? Padahal Kak Riyan sendiri yang memintaku untuk menghubungi Melani."
Entah kenapa Riyan begitu percaya kepada Dinda mengutarakan rasa sukanya ke Melani, padahal belum tentu Melani punya perasaan yang sama. Namun, sebelumnya, Riyan meminta Dinda untuk tidak memberitahu Melani tentang perasaannya. Dan Riyan berkata kepada Dinda, bahwa ia harus hati-hati untuk mengambil perhatian Melani, karena menurut analisanya, Melani anaknya tidak mudah jatuh cinta. Dan itu yang membuat Riyan takut untuk melakukan hal-hal ceroboh yang nantinya membuat Melani jadi tidak nyaman kepadanya.
"Ya.. Tuhan.. Begitu lembut hati cowok ini. Kelihatannya cuek, tapi sangat begitu menghargai perasaan wanita. Kak Riyan,,, kenapa bukan gue sih yang loe suka. Padahal dari awal, gue yang sangat mengagumi mu, bukan Melani" ungkap Dinda lagi dalam hatinya, sambil menatap puas wajah ganteng Riyan yang begitu serius bercerita tentang Melani.
Saat tiba di hotel, ternyata Indar sudah mempersiapkan kejutan buat Mayang istrinya, dengan kamar yang sudah dihias dengan dinding yang bertuliskan "anniversary ke 25 tahun istriku sayang" oohhh... So sweet...!!
Begitu sangat terharu dan bahagia perasaan si Mayang, sudah diajak liburan ke Turki bareng ke dua anaknya. Sekarang diberi kejutan lagi di dalam kamar.
Mayang mengungkapkan isi hatinya yang begitu sangat bersyukur memiliki suami seperti Indar. Walaupun saat ini sudah menjadi pengusaha sukses, bergelimang harta, tapi tetap setia padanya. Seumur pernikahannya, ia sama sekali tidak pernah menemukan kecurangan suaminya apalagi berbau penghianatan. Indar begitu memuji dan memanjakannya sejak awal pernikahannya.
Indar yang sangat tersanjung atas pujian istrinya, mengucap syukur atas apa yang ia miliki sekarang. Sambil merangkul istrinya, ia berjanji akan selalu setia hingga akhir hidupnya. Indar pun mengutarakan, bahwa apa yang ia miliki saat ini, itu juga andil dari Mayang istrinya. Sejak awal menikah, mereka berdua sama-sama merintis perusahaan ini. Dibantu oleh Mayang, mempromosikannya di sosial media, hingga usaha ekspor - impornya mulai dikenal orang, hingga saat ini.
Ucapan annive dari kedua anaknya, membubarkan keromantisan Mayang dan Indar. Mereka pun lalu berpelukan satu sama lain.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments