Semenjak kepergian Nyi Woro malam itu, Karto dan Sri hidup dengan tenang dan bahagia. Tanpa ada sedikitpun penyesalan terbersit dalam hati mereka berdua. Sebelum akhirnya malapetaka pun datang.
Langit malam bergemuruh, kilatan cahaya petir melambai - lambai. Malam tampak begitu mencekam tak seperti biasanya.
"Mas! Kok petirnya menakutkan. Gak seperti biasa ya?" ujar Sri pada Karto.
"Halah, paling mau hujan Sri," jawab Karto.
"Tapi, biasanya gak seserem ini loh petirnya!" ujar Sri lagi.
"Wes lah Sri, wong cuma mendung mau hujan. Gak usah mikir macam - macam, ayo ke kamar udah malam," ajak Karto sembari menuntun istri barunya itu dengan begitu mesra.
Mereka berdua pun akhirnya memilih untuk segera tidur, meskipun sebenarnya Sri masih merasa gelisah. Firasatnya merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
Tepat ditengah malam, pintu rumah besar Karto tiba - tiba terbuka dengan sendirinya.
Brakkkk....
Suaranya terdengar cukup keras, hingga membuat Karto dan Sri terbangun dari mimpi indahnya.
"Opo mas?" tanya Sri yang ketakutan.
"Embuh! Tak lihat dulu, jangan - jangan maling," ujar Karto sembari membenahi sarungnya.
Karto berjalan perlahan mendekati pintu kamarnya.
Bruakkkkkk....
Karto terpental jatuh, bersamaan dengan hancurnya pintu dikamarnya.
"Aaaaaakkkhhhhh..., mas Karto!" Sri berteriak histeris melihat apa yang tengah terjadi. Iapun segera berlari menghampiri Karto.
Tampak Nyi Woro berdiri dengan wajah cantiknya. Netranya menatap tajam kearah Sri dan Karto bergantian. Tampak jelas dendam dan kemarahan tergambar di wajah ayunya.
"Wo..., Woro! Kau kembali?" ucap Karto tergagap, "ba..., bagaimana wajah..., wajahmu...," Ia nampak terkejud melihat wajah Woro yang telah kembali cantik, bahkan lebih cantik dari sebelumnya.
"Aku kembali Karto! Kemarilah!" ujar Nyi Woro dengan senyum manisnya.
Seakan terhipnotis dengan paras ayu Nyi Woro, Karto berjalan perlahan kearah Nyi Woro tanpa mempedulikan Sriatun yang tengah ketakutan.
Nyi Woro membentangkan kedua tangannya seolah menyambut kedatangan lelaki tua itu. Karto dengan senang hati memeluk tubuh Nyi Woro yang terlihat begitu menggoda dimatanya.
Lain halnya dengan Sri, ia jatuh terduduk menyaksikan wanita yang tengah dipeluk Karto itu perlahan berubah. Wajah hancurnya terlihat begitu menyeramkan, nanah, darah dan belatung mengeliat memenuhi luka diwajahnya. Darah pun terlihat mengucur deras dari lehernya.
Rasa takut yang luar biasa membuat tubuh Sri melemas dan tak mampu lagi berkata - kata.
"Bersiaplah untuk pembalasanku gadis sundal!" ucap Nyi Woro lirih sembari menatap tajam ke arah Sri.
"Ampun Nyi! Ampun! Maafkan saya," ucap Sri dengan air mata yang berlinang.
Nyi Woro hanya menyeringai ke arah Sri tanpa menggubris ucapannya.
Karto masih terus memeluk tubuh Nyi Woro dengan begitu hangat. Hingga tanpa ia sadari kuku - kuku panjang Nyi Woro perlahan menusuk punggungnya hingga menembus jantungnya.
"Aaaakkkhhhh..., Woro, lepaskan! Sakit Woro...," Karto berteriak kesakitan.
Nyi Woro terus mencabik - cabik tubuh Karto hingga tak berkutik. Karto tewas begitu mengenaskan ditangah Nyi Woro malam itu juga.
Setelah puas bermain dengan Karto, Nyi Woro perlahan mendekati Sriatun. Tampak peluh mengalir dipelipis Sri, air matanya mengucur begitu deras. Mulutnya berusaha berteriak, namun suaranya seperti tercekat dan tak mampu berucap apapun.
Ia hanya mampu bergerak mundur mencoba menghindari Nyi Woro. Sialnya, ia sudah tersudut. Tubuhnya bersandar didinding kayu rumah Karto dengan putus asa.
Nyi Woro mendekatkan wajah menjijikannya sedekat mungkin dengan wajah Sri. Sri menutup matanya rapat - rapat sembari menahan rasa mual akibat bau busuk yang berasal dari borok diwajah Nyi Woro.
Nyi Woro meraih leher Sriatun, ia angkat tinggi - tinggi tubuh gundik suaminya itu, lalu ia hempaskan tubuhnya dengan begitu kasar ke tanah.
Brugghhh....
Sri tampak meringis kesakitan sembari memegangi lehernya yang telah memerah akibat cengkeraman Nyi Woro.
"Ampun Nyi! Ampun! Ampuni saya Nyi!" rintih Sri sambil terisak.
"Sundal tak tahu diri! Setelah semua yang kau lakukan, menurutmu aku masih mau mengampunimu? Jangan gila kamu Sri..., hahahha...," Nyi Woro pun tertawa sinis mendengar permintaan maaf Sri.
Nyi Woro kembali mendekati Sri yang telah menggigil ketakutan. Ia raih wajah sembab Sri dengan kasar.
"Aaaarrrrgggghhh...," Sri mengejang kesakitan saat Nyi Woro mencoba merobek dan mengelupas kulit wajahnya dengan paksa.
Sreeetttttt....
Tampak jelas wajah ayu Sri telah koyak. Nyi Woro menarik paksa sukma Sri keluar dari raganya dan terserap menyatu dengan Nyi Woro.
Sungguh tak terbayangkan lagi rasa sakit yang gadis itu rasakan.
"Hahahahah..., kau memang sangat cantik Woro!" ucap Nyi Woro sembari menyisir rambutnya didepan cermin.
Puas memandangi paras ayunya, ia kembali pergi untuk mencari beberapa perempuan untuk dijadikan tumbal kecantikannya.
Suara jeritan saling bertautan. Suara kentongan mengalun begitu nyaring memekakan telinga.
Itulah awal mula kutukan banjir getih dimulai, tak ada siapapun yang tahu siapa sosok yang menyebabkan malapetaka mengerikan di desa itu. Karena Nyi Woro tak pernah sekalipun menampakan wajah aslinya saat mencari mangsa.
Kejadian naas itu terus berulang disetiap bulan purnama datang. Kehidupan Nyi Woro juga semakin terpandang, dengan kecantikan dan kemampuannya ia mampu membuat siapapun bertekuk lutut.
Hingga suatu ketika, ada seorang perempuan asing singgah di desa itu. Perempuan itu berhasil menggagalkan ritual penumbalan dan mengurung Nyi Woro di sumur keramat diujung desa.
***flasback off***
Guntur mendengarkan cerita mbah Karto dengan seksama sembari terus melajukan mobilnya ke tempat Jagad dan Heru berada.
Guntur menepikan mobilnya di sebuah rumah besar yang terdengar begitu ramai. Rumah itu terlihat dikelilingi oleh energi - energi negatif yang terus berputar - putar dan mencoba masuk ke dalam rumah.
Lantunan ayat suci terus mengalun dari dalam rumah, terdengar juga suara tangisan dari para warga yang tengah berkumpul.
Guntur melangkah keluar dari mobilnya dengan terus merapalkan doa - doa untuk menghalau serangan energi dari mahluk - mahluk itu.
Terlihat begitu banyak mahluk - mahluk mengerikan melayang - layang disekitar rumah. Pasukan lelembut dengan beraneka bentuk mengerikan itu menatap tajam kearah Guntur yang semakin mendekat.
Duarrr....
Satu serangan berhasil mendarat tepat didepan Guntur. Beruntung, Guntur dengan cekatan menghindar.
"Astagfirrullah! Kuaget cok!" rutuk Guntur pada mahluk yang menyerangnya.
Mendengar teriakan dari luar rumah, Jagad dan Heru segera menyusul keluar rumah.
"Lambemu cok!" timpal Heru sembari menyabet mulut Guntur dengan sarungnya.
"Heh kalian itu, cak cok cak cok!" protes Jagad.
"Kaget mas! Ini pocong, kunti, sampai demit disabilitas pada ngumpul semua gini, ampuh tenan suhune!" ujar Guntur.
"Kayanya mereka mau balas kekalahan banaspati yang tadi mas," timpal Heru.
"Aduh! Mana badan udah pegel - pegel," gerutu Jagad, "dewekan isoh gak Gun? Gak kuat aku!" tanyanya pada Guntur.
"Uhm, aku juga masuk dulu. Jagain yang didalem!" Heru mulai beralasan, "Selamat berjuang mas Gun, jangan sampai kalah kasian dek Trisnya, ihiirrr," goda Heru.
"Sontoloyo tenan! Mosok dewekan aku?" protes Guntur, "demit segini banyak lawan satu," gerutu Guntur.
"Halah! Masa calon suami kuncen Pakugeni gak wani? Lemah!" goda Heru lagi.
"Semprul! Ya sudah, hushhh..., ngalih kono!" usir Guntur, "bakal tak lempit kabeh demit - demit iki, ambyar dadi awu! Gak ono ceritane seorang Guntur Mahendra lemah," ujar Guntur dengan begitu sombongnya.
Pertempuran pun kembali terjadi. Guntur melawan demit - demit itu dengan sekuat tenaga. Sayangnya ia tak bisa mengalihkan medan pertempuran ke alam lintas dimensi seperti yang pernah Trisnya lakukan. Para warga yang berada didalam rumah pak Rt mendengar dengan jelas suara - suara dentuman dari luar rumah. Kilatan cahaya juga terlihat saling bertautan akibat benturan - benturan energi yang tercipta.
Heru terus menuntun warga agar tak berhenti melantunkan ayat - ayat suci Al - qur'an. Jagad juga fokus mengawasi dan menjaga para warga yang berada didalam rumah.
Mahluk - mahluk itu terus menyerang Guntur tanpa jeda, hingga membuat tenaga Guntur cukup terkuras. Guntur mengeluarkan keris peninggalan mendiang kakeknya, lalu ia rapalkan mantra untuk mengaktifkan energinya.
Dengan gagah berani, Guntur menebas setiap demit yang mendekat dengan kerisnya itu. Satu per satu mahluk - mahluk itu mulai menguap menjadi asap dan menghilang. Guntur tampak begitu puas karena mampu menguasai pertempuran.
Namun, di saat ia tengah mencoba mengatur nafasnya kembali. Tiba - tiba sebuah serangan yang tak tau darimana asalnya berhasil mengenai tepat di dada Guntur.
Buammm..., Brugghh
Guntur jatuh terpental membentur tanah.
"Auwhh...," Guntur meringis kesakitan, "demit diancok! Nyerang gak omong - omong!" rutuknya.
Ia mencoba berdiri dengan sisa tenaganya, namun kesadarannya perlahan menghilang. Gelap! Guntur terkulai tak sadarkan diri sesaat sebelum adzan subuh samar - samar terdengar dari kejauhan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
😂😂😂😂😂😂😂 legowo...legowo
2023-08-07
1
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
yyyeee
2023-08-07
1
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
go guntur go guntur go 😆😆😆😆
2023-08-07
1