Sinaran cahaya kekuningan telah mengintip dari kejauhan. Gagahnya sang surya menyembul keluar dari peraduan. Kicauan burung - burung saling bertautan menyapa datangnya pagi hari.
Pagi hari yang seharusnya terlihat begitu sejuk dan menyegarkan, terasa begitu mencekam dan mengerikan. Beberapa warga telah kembali kerumah masing - masing.
"Pak, lebih baik kita pergi saja dari kampung ini. Bahaya pak!" ujar salah satu warga sebelum pergi meninggalkan rumah pak Rt.
"Tapi kita mau kemana pak? Gak semua warga memiliki kerabat di luar desa ini!" timpal salah seorang lagi.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita biarkan para perempuan saja yang pergi! Kita sama - sama ikut membantu mas Heru dan teman - temannya malam ini. Desa ini satu - satunya tempat tinggal kami pak. Kita harus bisa mempertahankan apa yang kita punya," ujar pak Bandi menimpali.
"Iya! Setuju," teriak beberapa warga yang lain.
Pak Rt masih terlihat bimbang dengan keputusan yang akan ia ambil. Heru terlihat mendekati pak Rt dan membisikan sesuatu padanya.
"Bentar bapak - bapak, ibuk - ibuk! Biar mas Jagad yang menjelaskan," ujar pak Rt, "silahkan mas!" pak Rt mempersilahkan Jagad untuk berbicara pada beberapa warga yang masih berkumpul dirumah pak Rt.
"Oh njih pak! Langsung saja njih pak, buk! Sepertinya kita sudah tidak bisa keluar dari kampung ini. Tapi, kalau memang bapak, ibuk masih mau keukeuh keluar pergi, ya monggo saya persilahkan," jelas Jagad.
"Loh! Kenapa gak bisa mas?" tanya salah satu warga.
"Ada pagar ghaib yang sengaja diciptakan untuk mengurung kita semua disini," jawab Jagad jujur.
Sejak sehabis subuh, Jagad mencoba mencari jalan keluar untuk membawa Guntur menuju rumah sakit. Namun, ia malah terus berputar - putar dijalan keluar desa. Kejadian itu terus berulang hingga Jagad menyerah dan memutuskan untuk kembali lagi kerumah pak Rt.
Semua warga yang mendengar penuturan Jagad merasa sangat kecewa sekaligus ketakutan. Jika benar malam ini adalah puncak bulan purnama kuning, maka sudah dipastikan banyak perempuan akan menjadi tumbal.
"Jadi, mau tak mau kita harus menghadapinya?" tanya pak Rt.
"Iya pak, untuk itu saya butuh bantuan bapak - bapak sekalian. Bantu saya mencari bambu kuning disekitar sini," jelas Jagad.
"Dibelakang rumah saya banyak mas!" ujar Yusuf.
"Baik kalau begitu kita nanti buat senjata dari bambu kuning itu sebanyak - banyaknya," ujar Jagad dan dibalas anggukan oleh para warga.
***
Beberapa lelaki mulai bersiap untuk mencari bambu kuning yang dimaksud Jagad.
"Her! Kamu siapkan semua disini bersama ibuk - ibuk, masalah persenjataan biar aku yang urus. Jangan lupa awasi Guntur, terus bacakan doa - doa penyembuhnya dan balurkan minyak yang aku berikan tadi disekitar lukanya!" titah Jagad pada Heru.
"Siap mas!" seru Heru.
Beberapa warga yang pulang terlebih dahulu, nampak berbondong - bondong meninggalkan desa. Namun, sama halnya dengan apa yang terjadi pada Jagad tadi pagi, mereka terus berputar - putar dan tak bisa menembus keluar desa.
"Sialan! Kenapa kita gak bisa keluar!" rutuk salah satu warga yang bernama Dimas.
"Dim! Gimana ini? Kita muter terus!" ujar Dani.
"Kita balik aja, mas! Mungkin benar kata pak Rt, kita udah gak mungkin keluar dari desa ini," timpal Nining istri Dimas.
"Brengsek!" rutuk Dimas lagi.
Dimas dan beberapa warga dibelakangnya pun akhirnya memutuskan untuk kembali. Mereka semua kembali ke rumah pak Rt dengan penuh kekecewaan.
"Mas! Kemana yang lain?" tanya Bagus kepada Heru.
"Cari bambu kuning mas!" jawab Heru yang tengah memanjat pohon kelapa didepan rumah pak Rt.
Heru tebang beberapa batang janur untuk dijadikan sebagai senjata tambahan.
"Kita bantu mas disini saja ya!" usul Dimas.
"Iya mas, kalian bantu misahin janur dari batangnya aja, nanti biar aku yang urus sisanya," ujar Heru yang masih asik nangkring diatas pohon sambil menikmati kelapa muda yang baru saja ia petik.
Semua orang pun sibuk mempersiapkan segala persenjataan yang akan mereka gunakan nanti malam. Meskipun sebenarnya mereka masih bingung dengan apa dan siapa mereka akan berhadapan.
"Seseorang yang sengaja membangkitkan Woro, akan hadir langsung untuk melakukan penyatuan di tempat Woro terkurung," sebuah bisikan terdengar oleh Guntur yang masih terbaring, "ambil sisir hitam yang menancap dirambutnya," lanjutnya.
Guntur membuka matanya lebar - lebar setelah mendengar bisikan itu. Ia berusaha bangun dari tempat tidurnya, ia menoleh kearah ponselnya yang telah retak.
"Sundel! Hp kredit malah pecah!" gerutu Guntur, ia berusaha menekan tombol power dan berharap ponselnya hidup kembali, namun rupanya ponsel miliknya sudah benar - benar tak terselamatkan.
Ia berjalan tertatih keluar rumah, ia datang menyusul Dimas dan yang lain. Melihat Heru yang malah asik menikmati kelapa muda diatas pohon, jiwa usil Guntur pun timbul.
Ia berjalan mendekat ke pohon kelapa yang tak terlalu tinggi namun juga tak terlalu pendek itu. Dengan sisa tenaganya ia goyang - goyangkan pohon kelapa itu hingga Heru terperanjat dan hampir terjatuh.
"Astagfirrullahal'adzim! Arep tibo aku cok!" rutuk Heru pada Guntur.
"Mudun! Yang lain kerja malah enak - enakan! Sini bagi!" ujar Guntur.
"Munyuk! Lagi enak - enak malah diganggu. Ya udah bentar tak ambilin. Tangkap ya!" teriak Heru kesal.
"Tangkap gundulmu! Kena kepala ku benjut Her," protes Guntur.
"Halah, padune ora isoh nangkap!" ledek Heru.
"Woo..., tak goyangke maneh pohone kawus!" balas Guntur sembari bersiap - siap menggoyangkan pohon didepannya.
"Ora mas, ora! Ampun!" ujar Heru ketakutan.
***
Malam datang menyapa begitu cepat. Semua tampak telah bersiap dengan senjata - senjata yang telah mereka buat dan telah diisi kekuatan oleh Jagad dan Guntur.
"Gun, kamu yakin mau ikut bertarung?" tanya Jagad yang tengah menyiapkan keris Damarwulan miliknya.
"Aku akan ke sumur keramat," ujar Guntur.
"Untuk apa?" tanya Jagad.
"Pelaku yang sengaja melepaskan Nyi Woro akan datang untuk menyempurnakan ritualnya di sumur itu," jelas Guntur.
"Siapa? Nyi Woro? Kamu tahu namanya dari siapa Gun? Warga sini aja gak ada yang tahu namanya," tanya Jagad penasaran.
"Uhm, dari sosok yang mengaku suaminya semasa hidup," Guntur pun akhirnya menjelaskan semua hal tentang Nyi Woro pada Jagad.
Jagad hanya diam dan mendengarkan cerita Guntur dengan seksama.
***
Guntur berjalan seorang diri menyusuri sepinya jalan setapak menuju sumur keramat yang terletak di ujung desa.
Malam terasa begitu hening, sunyi dan mencekam. Tak ada satupun hewan malam yang bersuara, hanya suara langkah kaki Guntur yang terdengar begitu nyaring ditelinga.
Guntur mengendap - endap mencari tempat teraman untuk mengintai kawasan sekitar sumur keramat.
Sedangkan, dirumah pak Rt Jagad tengah bersama - sama dengan warga menancapkan bilahan bambu kuning ke sekeliling rumah pak Rt. Tiap bilah bambu terdapat dua helai janur kuning yang sengaja Jagad ikatkan. Jagad menggunakan dua benda itu sebagai sarana pagar ghaib untuk menjaga para warga yang berada didalam.
Setelah semua selesai, Jagad meminta semua warga masuk ke dalam rumah. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam, bulan purnama telah sepenuhnya bersinar. Jagad mulai merasakan hawa dingin yang membawa malapetaka telah hadir. Ia segera memberi kode kepada Heru yang tengah berada didalam rumah bersama warga untuk segera melantunkan ayat - ayat suci bersama - sama. Jagad duduk bersila ditengah halaman rumah pak Rt, ia dekatkan keris Damarwulan ke dadanya, lalu ia buka mata batinnya sepenuhnya.
Terlihat puluhan pocong bergelantungan di pohon - pohon sekitar rumah pak Rt. Ada pula mahluk - mahluk aneh lain yang tampak ikut nimbrung mengelilingi rumah. Mereka semua menatap tajam ke arah Jagad.
Satu - persatu mahluk itu mulai menyerang Jagad. Jagad gunakan kerisnya untuk menangkis setiap serangan dari demit - demit itu.
Buammmmm....
Suara dentuman - dentuman dari gesekan energi yang saling beradu mulai riuh terdengar. Langit mulai bergemuruh hebat, seiring dengan lantunan ayat - ayat suci yang terus mengalun bertautan dari dalam rumah.
Terlihat mahluk - mahluk itu berusaha mendobrak masuk kedalam rumah secara paksa. Jagad dengan sekuat tenaga, terus menyerang mahluk - mahluk itu.
***
Seorang perempuan paruh baya terlihat mendatangi sumur keramat seorang diri. Perempuan yang membawa senampan bunga kantil dan melati itu berdiri menghadap sumur tua sembari merapalkan mantra.
Guntur yang melihat itu segera bersiap dari persembunyiannya. Namun, niatnya itu terhenti tatkala melihat wanita itu perlahan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu, hingga menampakan tubuh polosnya tanpa sehelai benangpun.
Guntur terlihat beberapa kali menelan ludah melihat kemolekan wanita itu. Meski terlihat tak muda lagi, namun bentuk tubuhnya masih mampu menggoyahkan pertahanan Guntur sebagai lelaki normal.
"Astagfirrullahal'adzim! Maju dosa, gak maju celaka! Sial! Kenapa harus buka - bukaan gitu sih ritualnya," gerutu Guntur.
Guntur berjalan kearah wanita itu berdiri dengan perlahan. Baru beberapa langkah Guntur mendekat, perempuan itu nampaknya sadar akan kehadiran Guntur dan menoleh kebelakang.
"Wusshhh..., busyet!" teriak batin Guntur saat melihat pemandangan indah tubuh perempuan itu dari depan. Guntur bersusah payah mengendalikan jiwa kelelakiannya.
"Hahhahahha..., ada apa cah bagus? Kau menginginkannya?" goda wanita itu, "tunggulah, seusai ritual kau boleh melakukan apapun. Asal, bantu aku menyelesaikan ritualku!" lanjut wanita itu dengan suara menggoda sembari berjalan mendekat kearah Guntur.
"Hmm..., sayang sekali! Aku datang untuk menggagalkan ritualmu," ujar Guntur datar.
"Apa? Kurang ajar," wanita itu mulai menyerang Guntur dengan sebilah pisau kecil yang ia ambil dari nampan.
Wanita itu nampak begitu lihai mengayunkan pisaunya kearah Guntur. Tendangan dan pukulan wanita itu menunjukan bahwa ia bukan wanita sembarangan. Ilmu bela dirinya hampir setara dengan Trisnya sang kuncen Pakugeni.
Guntur sedikit kesulitan menangkis setiap serangan dari wanita itu. Sesekali ia meringis kesakitan memegangi dadanya saat wanita itu berhasil mendaratkan pukulan tepat dibekas luka ghaibnya.
Criingggg....
Suara gesekan pisau wanita itu dengan keris milik Guntur yang saling beradu.
Bruugh....
Guntur terpental membentur sebatang pohon besar didekat sumur. Ia ambil segenggam tanah, lalu ia bacakan doa, setelahnya ia lemparkan tanah itu kearah wajah wanita itu.
"Aaaaakkkkhhhh" wanita itu berteriak kesakitan memegangi matanya yang terkena lemparan tanah dari Guntur.
Guntur segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil sisir hitam yang menancap dirambutnya.
"Aaaarrrrgggghhhhhh...," wanita itu mengerang begitu keras dan menakutkan saat Guntur berhasil mencabut sisir hitam itu dari rambutnya, "kembalikan, kembalikan itu!" imbuhnya.
Perlahan tubuh wanita itupun berubah menjadi lebih kurus dan keriput, wajahnya juga semakin terlihat mengerikan dengan bekas koreng dibeberapa bagian.
"Jadi, sisir ini pengikatnya!" batin Guntur.
Wanita itu mengambil segenggam bunga dari nampan, lalu memasukannya kemulut dan mengunyahnya. Ia rapalkan mantra yang begitu panjang, yang entah apa artinya.
Tanah bergetar hebat, angin seakan berputar - putar disekitar tempat Guntur berdiri. Sumur yang telah tertutup tumpukan batu perlahan terbuka. Nampak tangan hitam mengerikan mencoba keluar dari dalam sumur keramat itu.
Guntur mengambil belati dari dalam jaketnya, ia mulai rapalkan mantra dan bersiap menyerang mahluk dihadapannya itu.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
😂😂😂😂😂😂😂 sadar ya...jaga nafsunya
2023-08-07
1
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
😂😂😂😂😂😂😂 apik n lucu...seru
2023-08-07
1
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2023-08-07
1