KP 5 - Kabar Buruk

Seharian ini Ayline habiskan dengan bersenang-senang seorang diri di Mall. Tak hanya mencicipi banyak makanan enak, Ayline juga meyenangkan dirinya dengan berbelanja banyak barang mewah. Tak lupa ia memanjakan dirinya di salon kecantikan.

Rasanya nyaman sekali, melakukan perawatan dari ujung kaki hingga ujung kepala.

“Ah! Harusnya dari dulu aku melakukan ini semua,” gumamnya setelah merebahkan tubuhnya ke atas tempar tidur.

Ya, seharusnya bisa saja Ayline melakukan semua itu sejak dulu. Bahkan sebelum menikah dengan Oswald, dia berasal dari keluarga yang cukup kaya raya. Namun, begitulah Ayline dengan kesederhanaannya sejak dahulu. Hanya fokus untuk belajar, tanpa pernah memikirkan untuk bersenang-senang.

Masih dalam posisi berbaring, Ayline mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sepi! Itulah yang ia rasakan. Tawanya menggema, bahkan hidupnya yang dulu sepertinya lebih baik.

Dulu, alasannya jelas mengapa ia selalu berteman dengan sepi, sebab ia memang sendiri. Tak ada kekasih, tak ada sahabat, atau saudara. Tapi, sekarang bukankah dia memiliki pendamping hidup yang sudah berjanji menemaninya dalam suka dan duka? Ke mana perginya pria itu?

Ayline berguling. Ia membenamkan wajahnya pada bantal. Wanita itu mulai terisak, lama kelamaan air mata itu semakin deras membanjiri wajahnya.

“Mas, Oswald kamu jahat! Kamu jahat!” gerutunya berulang-ulang.

Setelah janji makan siang yang berakhir gagal sebab Oswald tak kunjung menampakkan batang hidungnya, kini suaminya itu tak bisa ia hubungi. Begitu juga asistennya, yang hanya membalas singkat pesan jika Oswald sedang pertemuan dengan klien. Bahkan hingga sinar mentari berganti dengan sinar rembulan, Ayline saja telah kembali ke rumah, namun suaminya pun masih tak tampak wujudnya.

“Sebenarnya apa maksudnya menikahiku jika dia mengabaikanku seperti ini?” keluh Ayline di sela-sela tangisannya.

Hingga Ayline tertidur semalam, suaminya tak kunjung kembali. Saat pagi menjelang, Ayline merasakan kekosongan di tempat tidur. Tak ada suaminya yang selama mereka bulan madu selalu mendekapnya, memberi kehangatan.

“Apa Mas Oswald semalam tak pulang?”

Ayline morogoh ponselnya. Di sana di dapatinya pesan dari Oswald. Pesan yang memberitahu jika suaminya itu mendadak harus berangkat ke luar kota. Ada pertemuan penting yang harus dia hadiri.

Ayline membaca ulang dengan seksama pesan tersebut. Tak ada kata maaf atau penyesalan yang disampaikan Oswald melalui pesannya. Harusnya Oswald merasa bersalah karena telah mengingkari dan melupakan janji mereka kemarin, pikir Ayline.

Bodoh kau, Ayline! Masih saja kau mengharapkan suamimu menyadari kesalahannya.

Tak ingin semakin menyiksa dirinya, hari ini Ayline berencana mengunjungi kediaman orang tuanya. Seandainya mungkin, ia ingin bertanya pada sang Ayah, bagaimana sebenarnya sosok pria yang telah ia nikahi.

...…...

Beruntung bagi Ayline, ia tiba di rumah orang tuanya saat mereka sedang menikmati sarapan. “Selamat pagi, Ayah, Ibu.”

“Pagi, Nak. Kamu datang sendiri?” Melanie-Ibu Ayline tampak heran melihat putrinya datang sendiri.

Akan lebih baik jika Ayline datang bersama suaminya. Ia akan dengan senang hati menyambut keduanya, pikir Melanie. Akan sangat menguntungkan baginya, sebab ia berencana meminta Oswald menjadi donatur di acara sosialnya bersama para ibu-ibu kaum sosialita. Melanie yakin namanya akan semakin tersohor saat tahu jika ia berhasil menggaet perusahaan raksasa milik menantunya itu sebagai sponsor.

“Iya, Bu,” jawab Ayline lesu.

“Tuan Oswald sedang perjalanan dinas keluar kota. Ada perjanjian penting dengan perusahaan rekanan yang harus ia hadiri.” Penjelasan ini datangnya dari Ayah Ayline-Damian.

Dalam hati Ayline tertawa. Ia yang sebagai istri tak tahu banyak hal mengenai suaminya. Namun, Ayahnya yang adalah bawahan dari suaminya bisa lebih tahu.

“Bolehkah aku sarapan di sini? Aku kesepian di rumah, tak ada teman untuk sarapan.”

“Tentu saja boleh. Sampai kapan pun ini juga rumahmu, Nak,” jawab Ibu Melanie.

“Tapi, Ayline … jangan sekali-kali kau berbicara seperti itu di depan suamimu. Itu akan sangat menyinggungnya,” lanjutnya.

“Kamu kan tahu, suamimu tak ada di rumah karena apa? Dia bekerja. Untuk siapa dia bekerja? Ya, tentu untukmu dan anak-anak kalian nanti,” nasihat Ibu Melanie.

Ayline diam sejenak. Tangannya terhenti saat akan menyendokkan lauk ke atas piringnya. “Tapi, Bu … pernikahan kami saja belum sebulan. Mas Oswald yang kukenal dulu juga enggak seperti ini. Aku merasa kesepian, Bu. Tinggal di istana dengan semua kemewahan, tapi tak ada teman untuk berbagi. Aku merasa dibuat seperti pajangan oleh Mas Oswald.”

“Ayline … Nak, kamu sendiri kan yang menyetujui perjodohan ini? Ayah dan Ibu tidak memaksamu. Jangan baru sekarang kamu merasa menyesal dan melakukan hal bodoh. Awas saja jika kau seperti itu. Ingatlah, siapa Tuan Oswald itu. Kita bisa hidup mewah serba berkecukupan begini juga karena siapa? Itu karena Ayahmu bekerja pada perusahaan keluarga mereka!”

Ayah Damien mulai merasa terganggu dengan perdebatan antara istri dan putrinya. Banyaknya pekerjaan di kantor sudah memenuhi pikirannya. Sekarang, datang lagi Ayline yang mengeluh dengan permasalahan rumah tangganya.

Brak! Ayah Damien menggebrak meja makan dan berhasil membungkam istri dan putrinya.

“Cukup!”

“Kalian tak sadar jika di depan kalian ada makanan?! Harusnya mulut itu kalian gunakan untuk makan, bukan untuk berdebat di depan makanan!”

Ayah Damien meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar. Ia menatap sinis istrinya yang segera menunduk. Lalu beralih pada Ayline yang bergeming di tempatnya.

“Kau, Ayline. Ikut Ayah!” Suruhnya lalu berjalan lebih dulu ke ruang kerjanya.

...…...

Ayline menyesal. Seharusnya ia tak pergi ke rumahnya pagi ini. Mungkin paginya akan lebih baik jika dia tetap berdiam diri di rumah. Walau harus sarapan seorang diri, setidaknya tak akan ada ucapan Ayahnya yang bagai belati telah menyayat-nyayat hatinya.

Air matanya luruh, mengiringi perjalanannya kembali ke rumahnya. Ayline menangis ketika mengingat semua ucapan jujur Ayahnya. Dari Ayahnya, ia tahu jika dia bukanlah wanita pertama yang dijodohkan dengan Oswald.

“Kau adalah pilihan terakhir keluarga Pallas,” begitu kata Ayahnya. “Beruntung Oswald juga akhirnya memilihmu. Sebab jika tidak, maka perusahaan akan kehilangan pemimpin luar biasa sepertinya. Oswald diancam akan dikirim ke cabang perusahaan yang ada di luar negeri seandainya ia tetap menolak untuk menikah.”

Tangis Ayline semakin menjadi-jadi manakala ia mengingat semua sikap manis Oswald padanya. Segala perhatian dan sikap penuh kasih sayang yang pria itu tunjukkan sebelum hari pernikahan. Lalu janji suci juga cinta yang pria itu berikan saat mereka bulan madu.

“Apakah semuanya palsu?” Ayline merasa tak salah jika ia akhirnya meragukan ketulusan suaminya padanya. Ditambah dengan semua perubahan sikap Oswald saat mereka kembali dari bulan madu.

“Aku yakin selama ini dia telah menipuku. Membuatku jatuh hati padanya, menikahinya, mengamankan posisinya, lalu apalagi rencananya?”

Ayline memukul kemudi di hadapannya. Pandangannya sudah mulai buram karena air mata. Namun, Ayline tak peduli. Ia tetap saja melajukan mobilnya. Bahkan lajunya semakin cepat dan terus semakin cepat.

Pandangannya terfokus pada jalanan di hadapannya. Bukan, ini bukan jalan menuju rumahnya. Ayline pun tak tahu hendak ke mana tujuannya. Hingga, fokusnya terganggu oleh bunyi dering ponselnya.

Ia menatap layar monitor kecil di mobilnya. Agar tak mengganggunya selama mengemudi, sebelumnya Ayline memang sudah menghubungkan ponselnya dengan monitor itu. Tampak deretan nomor telepon yang tak ia kenal di sana. “Siapa yang menelponku?” gumamnya.

Ayline menekan tombol kecil dikemudinya untuk menjawab panggilan tersebut. Kini panggilan terhubung dalam model loud speaker. “Halo,” sapa Ayline.

“Pagi, Bu. Benar nomor telepon ini milik Nyonya Pallas?” tanya si Penelepon.

Ah, Nyonya Pallas itu kan aku, batin Ayline. Butuh beberapa detik untuk ia menyadari hal itu. Wanita itu memang belum terbiasa dipanggil dengan sebutan seperti itu.

“Iya, benar. Aku Ayline … Ayline Pallas,” jawab Ayline. “Ini siapa? Dan ada apa menghubungiku?”

“Maaf Nyonya. Aku adalah salah satu karyawan Tuan Oswald. Sekali lagi maaf jika berita ini akan mengejutkan Anda,” ucap pria di seberang telepon dengan hati-hati.

Peringatan pria itu membuat jantung Ayline berdetak dua kali lebih cepat. “Katakan saja! Jangan membuatku bingung.”

“Tu-Tuan Oswald dan asistennya baru saja mengalami kecelakaan. Beliau sudah di rumah sakit dan sedang ditindaki oleh tim dokter.”

Cekiiiiiiiiiiit.

Bunyi derit ban mobil saat Ayline tiba-tiba menginjak rem. “Apa katamu?! Su-suamiku kecelakaan?!”

...———————...

Terpopuler

Comments

B⃟cMarwa

B⃟cMarwa

iya benar itu semua sudah keputusan kamu ayline. semoga ke depannya bisa menerima kekurangannya.

2023-07-29

0

B⃟cMarwa

B⃟cMarwa

kalo lagi ada masalah rumah tangga, ada baiknya diam di rumah dulu. jangan gegabah dengan emosi sesaat.

2023-07-29

0

B⃟cMarwa

B⃟cMarwa

seharusnya ayline tetap mengingatkan Oswald, agar ia tahu bagaimana perasaannya jika diabaikan.

2023-07-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!