Sang mentari masih malu-malu menampakkan wajahnya. Hawa sejuk di pagi hari, masuk melalui jendela yang dibuka lebar oleh Oswald. Dinginnya langsung menyentuh kulit mulus Ayline yang tak tertutupi selimut.
Tubuhnya menggeliat, pagi ini sulit sekali Ayline membuka kedua netranya. Uh, aku ingat pasti karena semalam aku menangis hingga tak sadar aku tertidur.
Ayline melihat siluet tubuh Oswald di depan jendela. Dengan tubuh polos hanya dan mengenakan celana pendek. Handuk menggantung di lehernya. Ayline menyimpulkan suaminya itu baru saja selesai berolahraga.
Perlahan Ayline bangun, sejak semalam ia sudah membulatkan tekad untuk bersikap tak acuh pada suaminya. Oswald harus tahu bagaimana menyedihnya Ayline saat pria itu juga tak acuh padanya.
Tanpa memandang suaminya, Ayline melangkahkan kakinya perlahan menuju kamar mandi. Dalam hati Ayline menggerutu, si*l! Kenapa kamar mandinya jauh sekali sih! Ini nih, risiko jika punya kamar yang luasnya seperti lapangan!
Oswald tahu Ayline sedang kesal padanya. Lucunya, besarnya penyesalan Oswald dikalahkan dengan besarnya rasa bahagia saat tahu ada seseorang yang kecewa karena menantikannya.
“Sayang, kamu sudah bangun?”
Ayline hanya menoleh sebentar dan mengangguk. Setelahnya ia melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Minimnya pengalaman menghadapi wanita, Oswald tak tahu sekarang harus berbuat apa untuk melunakkan Ayline.
“Mungkin membiarkannya sendiri untuk meredakan amarahnya lebih baik,” gumamnya lirih.
Untuk menebus kesalahannya kemarin, Oswald akhirnya memutuskan menyegarkan tubuhnya di kamar mandi yang lain. Ia berencana untuk sarapan pagi bersama istrinya hari ini. “Ya, aku harus bergegas. Semoga setelah ini, Ayline akan melunak.”
...…...
Ayline yang baru selesai bersiap, keluar dari ruang ganti dan tak mendapati siapa pun di sana. “Kemana Mas Oswald?”
Ah, paling dia sudah berangkat bekerja! Jawabnya dalam hati.
Ayline pagi ini tampak sangat cantik. Dengan gaun selutut warna putih, dipermanis dengan motif bunga-bunga. Rambutnya yang hitam legam, ia gerai dengan jepitan yang berkilau menghiasinya. Tak salah jika Oswald menyebutnya sebagai ratu di istana mereka.
Langkahnya perlahan menuruni tangga satu per satu. Beberapa pelayan yang sedang membersihkan beberapa area rumah di lantai dua, menyapa Nyonya mereka. Ayline pun sama, dengan ramah ia membalas sapaan pelayan tersebut.
Ada gemuruh dari dalam perutnya. Ayline ingat, semalam dia melewatkan makan malam. Hingga pagi ini, ia pun bersemangat untuk sarapan.
Langkahnya terhenti saat melihat sosok suaminya lebih dulu duduk dengan tenang di salah satu kursi di meja makan. Denis setia berdiri di sisi suaminya, sepertinya dia sedang menjelaskan sesuatu yang ada pada tablet dalam genggaman Oswald.
“Tuan, Nyonya di sini,” ucap Denis saat dia yang pertama kali menyadari kehadiran Ayline. Setelahnya ia pamit undur diri. Dia akan menunggu Tuannya hingga selesai sarapan di ruang kerja.
“Sayang, kemarilah! Ayo kita sarapan,” ajak Oswald.
Tanpa menjawab, Ayline duduk di salah satu kursi yang berada di sisi kanan meja makan. Wanita itu masih memilih untuk tetap berada dalam mode diam.
Satu per satu makanan dihidangkan. Setelah semuanya siap di meja makan, Ayline dengan cekatan menyiapkan sarapan di piring Oswald. Selama bulan madu, ada beberapa hal yang telah ia pelajari mengenai suaminya. Salah satunya adalah kebiasaan suaminya untuk dilayani, disiapkan segala kebutuhannya, termasuk sarapannya.
“Terima kasih, Istriku,” ucap Oswald saat Ayline meletakkan piring d hadapannya.
“Sayang, kamu marah padaku?” tanyanya kemudian.
Ayline menggelengkan kepalanya untuk menjawab.
“Benarkah? Sebenarnya kamu marah pun tak apa. Aku pantas menerima kemarahanmu.”
Setelah ucapan suaminya selesai, Ayline yang tadinya memaksakan senyum sontak kembali cemberut. “Baiklah, aku mengaku! Aku memang marah. Aku kesal padamu.”
“Ya, Sayang. Maafkan aku, ya. Kemarin, pekerjaan di kantor sangat banyak. Kamu tahu sayang, aku bahkan tak sempat makan siang karena pekerjaan menumpuk itu.” Oswald bercerita dengan gaya yang sengaja ia lebih-lebihkan.
“Lalu, apa yang dilakukan asistenmu itu? Apa dia tak mengingatkanmu untuk makan siang?”
“Karyawanmu yang lain, bagaimana? Apa mereka tak bisa membantu pekerjaanmu? Apa kamu di kantor bekerja sendiri saja?”
“Kamu bahkan tak menjawab panggilanku. Kamu tak membalas pesanku. Aku jadi ragu, mungkin saja kamu sudah lupa jika telah menikah dan memiliki istri di rumah!”
Ayline puas! Dia akhirnya mencurahkan segala kegundahan hatinya yang ia pendam semalaman. Meski harus bicara tanpa jeda, napasnya pun akhirnya terengah-engah, namun, perasaannya lega sebab telah mengungkapkan isi hati yang mengusik pikirannya.
Tanpa Ayline duga, Oswald bangkit dari kursinya. Dengan bertumpu pada lutunya, Oswald berdiri di hadapan Ayline. Kedua tangannya menggenggam tangan Ayline yang berada di pangkuan wanita itu. Oswald mengecupi punggung tangan itu bergantian.
“Maafkan aku, Sayang. Aku bersalah. Aku sudah melakukan kesalahan di hari pertama kita kembali ke rumah.” Wajahnya menampakkan penyesalan, dan hal itu dengan mudah meredakan kemarahan Ayline.
“Pukul aku, Istriku. Tampar aku. Maki aku. Kamu boleh melakukan segalanya. Kamu ratu di istana ini, kamu berhak menghukumku jika aku berbuat salah, sayangku.”
Ya, begitulah Oswald. Inilah yang membuat Ayline dengan mudah memutuskan untuk menikah dengan pria ini. Semua sikap dan ucapannya, meski berlebihan, namun berhasil meluluhkan kerasnya hati Ayline.
Ayline menggeleng. “Tak perlu. Aku akan coba mengerti dan memaafkanmu untuk yang terjadi kemarin. Tapi, jangan mengulanginya lagi. Janji?”
Dengan percaya diri, Oswald menyambut jari kelingking Ayline. Keduanya saling mengaitkan jari kelingking untuk berjanji satu sama lain.
“Untuk menebus kesalahanku, siang nanti mari kita makan bersama. Bagaimana?” Oswald sudah kembali ke kursinya, setelah mencuri satu kecupan di bibir istrinya.
“Benarkah? Tentu saja aku mau,” jawab Ayline girang. “Tapi, Mas … hem, kita makan siang di luar saja bagaimana?”
“Itu ide yang bagus, Sayang. Kamu yang tentukan tempatnya. Aku akan mengikuti semua keinginanmu, Ratuku,” jawab Oswald yang segera disambut dengan tawa malu-malu Ayline.
Setelah ketegangan mencair, kehangatan kembali terasa pagi itu. Dalam benak Oswald dia bersyukur, dia bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan baik. Belum genap sebulan rumah tangga mereka, dan ujian-ujian kecil sudah mulai mengusik.
Hal-hal seperti inilah yang dihindari Oswald dahulu, hingga memutuskan untuk menunda pernikahan. Baginya, kesalahpahaman yang mungkin terjadi antara dirinya dan istri hanya akan menambah beban pikirannya. Yang seharusnya lebih banyak dia curahkan untuk memikirkan pekerjaan, kini dia harus memikirkan cara untuk meredakan kemarahan istrinya.
Namun, semua telah terjadi. Kini dia sudah menikah. Benar saja, kekhawatirannya soal pernikahan benar terjadi. Beruntung dia mencintai Ayline, karena itu ia rela melakukan hal yang bukan dirinya sama sekali.
Asalkan semuanya bisa berjalan baik, berpura-pura bahagia dengan menjadi orang lain pun tak apa, batin Oswald.
...…...
Seperti janjinya, siang ini Ayline sudah tiba di salah satu pusat perbelanjaan terbesar dan termewah di kota itu. Penampilan modis dengan wajah cantik, pantas saja Oswald menjadikan Ayline sebagai ratunya.
Wanita itu menjadi pusat perhatian sejak pertama kali ia melangkahkan kaki keluar dari mobil mewahnya. Senyum ramah yang ia tampilkan, bagai magnet yang dapat memikat setiap kaum adam.
Di depan salah satu restoran tempat mereka janjian untuk makan siang, Ayline menghentikan langkahnya. “Masuk sekarang, atau tunggu Mas Oswald dulu, ya?” gumamnya.
Tangannya meraih ponselnya. Ia akan coba menghubungi suaminya lebih dulu.
Sekali.
Dua kali.
Tiga kali, panggilan teleponnya lagi-lagi tak mendapat jawaban.
...—————————...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
B⃟cMarwa
jangan jadi orang lain, kalo tujuannya buat menyakiti diri sendiri
2023-07-29
0
B⃟cMarwa
iya tapi jangan lupa bilang minta maaf nya .
2023-07-29
0
𝑵𝑰𝑻𝑨𝑴𝒀 🦢🍭
hem semoga itu beneran menyesal ya gak hoax doang 🙄
2023-07-11
0