Sudah seminggu berlalu, namun Nathan ataupun Viola tidak ada yang mau menurunkan ego mereka. Mereka sama-sama tak mau menghubungi satu sama lain.
Padahal dapat dipastikan rasa cinta masih tertanam kuat di dalam hati masing-masing. Viola yang merasa Nathan terlalu mengekangnya, dan Nathan yang berpikir Viola terlalu egois tak memikirkan perasaannya.
Tampak Nathan saat ini tengah berada di ruang keluarga rumah orangtuanya. Dengan memangku laptopnya, karena harus menyelsaikan tugas kuliahnya yang harus segera diserahkan.
Nathan tak sendirian, karena Nicko dan Nesya tengah berkunjung ke rumah Tuan dan Nyonya Brown.
“Gimana perkembangan bisnis kamu di sana?” tanya Nicko yang meman mengetahui hal itu.
Nathan memang tengah membangun bisnisnya sendiri di negara tempat dirinya menimba ilmu. Karena tak ingin membuang waktu secara sia-sia, akhirnya Nathan memanfaatkan setiap kesempatan yang bisa dirinya lakukan.
“Masih tahap perkembangan, Kak. Masih butuh banyak investor.” Jawab Nathan tampak lesu.
Nicko yang hafal dengan karakter sang adik, merasa takbiasa dengan kelesuan yang Nathan tunjukkan. Sepertinya bukan karena pembahasan bisnis yang baru mereka bicarakan. Sepertinya ada hal lain.
“Why? Ada masalah?” tanya Nicko dengan penasaran.
“Biasa, Viola.” Jawabnya dengan lesu.
Nathan merasa begitu rindu pada kekasihnya itu. Namun egonya masih tampak begitu kuat untuk menghubungi kekasihnya terlebih dahulu. Menurutnya Viola yang salah, bukan dirinya.
Berpisah selama seminggu, tanpa ada komunikasi sama sekali. Membuat rasa rindunya begitu menggebu-gebu sebenarnya. Namun bagaimana lagi, Viola juga tampak tak merasa bersalah.
Buktinya juga tak menghubungi dirinya.
Apalagi kekasihnya itu malah seperti semakin ingin membuatnya marah. Karena setelah pertengkaran mereka pada saat itu, Viola benar-benar pergi ke Jerman pada lusa nya.
Bagaimana dirinya bisa tahu, tentu saja dengan stalking media sosial kekasihnya itu.
Dan saat ini dirinya belum mengetahui apakah kekasihnya itu sudah kembali ke tanah air atau belum. Terlalu tinggi egonya untuk menghubungi kekasihnya itu, Viola.
“Soal apa? Karena permintaan Kak Nesya tentang kalian harus segera menikah?” tanya Nicko dengan rasa penasaran.
Ada terbesit rasa bersalah jika benar karena perkataan istrinya. Karena secara tidak langsung dirinya dan Nesya seolah mengatur- ngatur kehidupan mereka.
“Secara spesifik bukan itu, Kak. Tapi Viola mau lanjutin S2 di Jerman. Padahal dia tahu Nathan gak bisa lagi kalau harus LDR.” Jelas Nathan dengan lesu.
Nicko mencoba berpikir sejenak, mencoba memahami apa yang dirasakan oleh adik bungsunya itu. Berusaha memposisikan diri pada posisi Nathan. Namun masih saja, Nicko merasa Nathan memang kurang tepat.
Viola memiliki kehidupan sendiri, berhak memutuskan apapun terkait kehidupan dan masa depan Viola sendiri. Sehingga Nathan tak berhak untuk mengatur kehidupan Viola. Terlebih Viola hanya sebatas kekasih Nathan, belum menjadi istri Nathan.
“Nath, Viola punya hak untuk menentukan masa depannya sendiri. Kamu belum punya hak untuk larang-larang Viola. Kecuali kalau Viola udah jadi istri kamu.” Terang Nicko dengan penekanan.
“Jadi menurut Kak Nathan, aku salah?” tanya Nathan
“Tentu saja, Nath. Apa kamu ingin Viola bahagia?” Tanya Nicko yang mendapati anggukan dari Nathan.
“Dengan meraih mimpinya, Viola akan bahagia.” Lanjut Nicko berucap. Kalian masih sama-sama muda. Kalau Viola belum bisa mengendalikan egonya, harusnya kamu yang lebih mengayomi. Pahami Viola semampu kamu. Kunci hubungan awet ya hanya itu
sebenarnya.” Jelas Nicko dengan bijak.
Nathan tampak berpikir sejenak, mencerna apa saja yang sudah Nicko katakan kepada dirinya. Setelah berpikir sejenak, Nathan tampak mengangguk paham.
“Kak Nathan benar, harusnya aku gak egois kalau Viola mau meraih mimpinya.” Ujar Nathan dengan yakin.
“Kamu gak mau kehilangan Viola kan?” tanya Nicko.
“Enggak Kak. Sampai kapanpun gak akan aku relain Viola pergi dari aku” Ujar Nathan dengan yakin. Membuat Nicko terkekeh, teringat kisahnya bersama sang istri dulu.
...***...
“Yah, El pergi lagi Bi.” Ujar Viola tampak mendesah kecewa.
Saat ini Viola sedang bersama Bianca di dalam ruang kelas. Baru saja ada Elina dan Shella, mereka adalah sahabat-sahabat Viola. Namun keduanya malah pergi masing-masing.
“Gue heran sama Shella. Kenapa bisa berubah gitu ya?” tanya Bianca dengan bingung.
“Gue gak tau juga. Gue pusing, gue juga ada masalah sendiri kali.” Ujar Viola tampak lesu.
Bianca menatap tak percaya pada sahabatnya itu. “Tumben? Biasanya lo selalu happy, Nathan bisa buat lo lupa segala masalah lo.” Ujar Bianca.
Viola terdengar menghembuskan nafas dengan kasar. “Itu dia masalahnya, gue lagi berantem sama Nathan.” Ujar Viola dengan sedih.
“Serius lo? Biasanya juga bucin kalian.” Ujar Bianca tak percaya.
Viola memutar bola matanya dengan malas mendengar perkataan Bianca.
“Ya serius. Namanya juga hubungan, pasti ada aja masalahnya.” Ujar Viola.
“Apa yang bisa gue bantuin nih, bingung gue.” Ujar Bianca yang ikut lesu.
“Gak ada sih. Ya udah biarin lah, kesel juga gue sama Nathan.” Ujar Viola bangkit dari duduknya, menarik Bianca untuk pergi meninggalkan ruang kelas itu.
“Lo mau pulang bareng gue atau enggak?” tanya Viola setelah mereka sampai parkiran kampus.
“Ya iya, Vi. Lo masih nanya lagi.” Omelnya dengan kesal.
Mereka memasuki mobil Viola dengan Viola yang berada di balik kemudi. Melajukan mobilnya perlahan, mereka meninggalkan kampus tempat mereka menuntut ilmu itu.
“Btw lo ada masalah apaan sama Nathan?” Tanya Bianca.
“Dia marah gue mau lanjutin S2 di Jerman.” Jawab Viola.
“What!? Jadi selama ini lo belum cerita ke Nathan soal rencana lo?” tanya Bianca tak menyangka.
“Iya belum. Mana kemarin gue gak bilang pas berangkat ke Jerman. Dia aja marah waktu gue gomong mau pergi ke sana sama bokap.” Jelas Viola tanpa beban.
“Iss ya wajar sih Nathan marah. Kalian lagi LDR sekarang, belum lagi nanti samapi lulus S1. Terus pas S2 bakalan LDR lagi, ya wajar Nathan gak terima dong.” Ujar Bianca berspekulasi.
“Lo kok belain Nathan sih, bukannya gue?” tanya Viola tampak kesal.
“Ya, bukan gitu Vi. Tapi menurut gue emang wajar Nathan marah.” Ujar Bianca tampak masih yakin dengan pendapatnya.
Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu beberapa menit, akhirnya mereka sampai di pekarangan rumah Viola.
“Vi, bukannya itu mobil punya Nathan?” tanya Bianca yang mengenali mobil yang sedang terparkir di sekitar rumah sahabatnya itu.
Viola yang awalnya hanya fokus mengemudi, kini menatap apa yang Bianca maksudkan. Viola memperhatikan kendaraan roda empat yang tengah terparkir tenang di area rumahnya itu.
Dan benar tebakan Bianca, itu memang mobil milik kekasihnya, Nathan. Ada apa gerangan pria itu mendatangi rumahnya. Ingin menemui dirinya kah?
Next .......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments