Wanita cantik dengan rambut sebahu itu, menghela napasnya dengan sedikit kasar setelah mematikan panggilan teleponnya dari sang suami. Dalam batin wanita itu, terbesit rasa lelah karena selalu mengulangi hal yang sama selama setahun belakangan.
"Andai kau tahu apa yang aku rasakan, Van. Kau pasti akan muak dan lebih memilih untuk menyerah dari pernikahan palsu ini," lirih gadis bernama Sherina, sembari meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.
Label gadis masih tersemat pada diri Sherina, meskipun dirinya sudah menikah hampir setahun ini. Lelah, muak, dan rasa ingin menyerah selalu saja menghampiri perasaan gadis berusia 22 tahun itu. Bahkan nalurinya pernah mengatakan untuk bercerai saja dari Ivander, suaminya. Tapi amanat dari kedua orang tuanya masih menjadi alasan utama Sherina untuk bertahan.
"Panggilan ke enam puluh dua. Setidaknya dua panggilan bertambah di minggu ini," lirih Sherina sembari menambahkan satu garis di sebelah rentetan garis yang dia buat.
Sedikit aneh memang, tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Sherina bahkan hanya melakukan panggilan suara kepada suaminya jika ada saat-saat penting. Di mana mereka berdua harus berperan seolah pernikahan mereka baik-baik saja, meskipun keadaan sebenarnya sangat berbanding terbalik.
Sherina memutuskan untuk menyiapkan dirinya karena sebentar lagi mertuanya akan datang. Saking hafalnya dengan kebiasaan datang kedua mertuanya, Sherina masih merasa tetang dan berharap bahwa Ivander akan datang sebelum pukul 7 pagi.
Ketenangan itu masih saja menghinggapi diri Sherina hingga dirinya selesai mandi. Gadis yang tengah mengeringkan rambutnya itu, terkejut saat mendengar suara bel di rumahnya berbunyi.
Tatapan wanita itu langsung tertuju pada jam dinding besar yang ada di kamar pribadinya. Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh, lalu siapakah yang sudah tiba di rumahnya? Seketika pikiran Sherina langsung tertuju pada suaminya.
Dengan segera, Sherina langsung keluar dari kamarnya dan menuju lantai dasar untuk membukakan pintu. Tanpa memiliki firasat yang mencurigakan, Sherina membuka pintunya dengan tatapan datarnya.
Namun, betapa terkejutnya Sherina ketika mengetahui bahwa yang menekan bel di rumahnya bukanlah sang suami. Gadis cantik denga lesung pipi itu sangatlah terkejut saat menjumpai bahwa kedua mertuanya sudah tiba di rumahnya sepagi ini.
"Pagi, Sayang." Sapaan dari mama mertuanya itu berhasil membuat Sherina tersadar dari keterkejutannya. Seketika pikiran wanita itu berpikir sedikit lambat karena kedatangan kedua mertuanya dalam keadaan Ivander yang belum pulang.
"Pa ... pagi juga Ma, Pa. Silakan masuk Ma, diluar dingin." Dengan sedikit gugup, Sherina menyalami kedua tangan mertuanya dan membawa keduanya masuk ke dalam.
Sesaat sebelum Sherina menutup pintu rumahnya, wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah untuk melihat tanda-tanda kedatangan sang suami. Tapi nihil, Sherina masih belum menenemukan tanda-tanda kedatangan Ivander.
"Di mana laki-laki itu? Semoga mama dan papa tak menanyakan keberadaan Ivan," ucap Sherina dalam hatinya sembari menutup pintu rumahnya.
Wanita yang sudah gugup setengah mati itu berjalan mengikuti kedua mertuanya yang tengah mengamati perubahan interior di rumahnya.
"Di mana Ivan? Apakah dia belum bangun sesiang ini?" Skak mat, pertanyaan yang sedari tadi menjadi momok untuk Sherina terucap sudah.
Wanita yang mulai kebingungan hendak menjawab apa itu, hanya bisa terdiam. Dirinya benar-benar bingung harus menjawab apa pada kedua mertuanya.
Apakah dirinya harus menjawab dengan jujur dan itu berpotensi buruk pada pernikahannya? Atau Sherina justru harus berbohong dan menentang prinsip yang selama ini selalu dirinya pegang teguh?
"I ... Ivan? Dia baru-" ucapan yang bahkan belum Sherina selesaikan itu seketika terhenti. Sherina terkejut bukan main saat tiba-tiba perutnya dipeluk oleh seseorang dari samping.
Dengan tatapan kagetnya, gadis itu menatap Ivander yang tengah tersenyum manis pada kedua orang tuanya. Tatapan Sherina juga berpindah ke tangan kekar milik suaminya yang tengah memeluk perutnya.
"Proses terus, jadinya kapan? Papa sudah lelah menunggu kabar baik dari kamu dan Sherina," ujar papa Ivander sembari berjalan menjauhi anak dan menantunya.
Sherina yang mendengar ucapan dari papa mertuanya itu, hanya bisa menghela napasnya secara perlahan. Dlama lubuk hatinya, Sherina sama sekali tak tega ketika kedua mertuanya selalu menanyakan kapan mereka akan mendapatkan cucu.
Tapi apa yang bisa Sherina buat? Bagaimana dirinya akan mengandung, jika Ivander saja tak pernah sudi menyentuh dirinya.
"Sebentar lagi, Pa. Ivan akan memberikan cucu yang sangat pandai untuk papa. Bukan begitu, Sayang?" Dengan percaya dirinya Ivander langsung menjawab hal tersebut kepada kedua orang tuanya.
Berbeda halnya dengan Sherina. Wanita itu dibuat terdiam mematung saat mendengar apa yang dikatakan oleh laki-laki itu.
Bagaiamana bisa Ivander menyanggupi apa yang selama ini diminta oleh kedua mertuanya? Sementara itu, dirinya dan juga Ivander saja belum pernah terlibat percakapan panjang atau semacamnya yang menjerumus ke hal tersebut.
"Benar apa yang kau katakan?! Apakah papa bisa memegang janjimu?" Seolah mendapatkan magnet, pria yang usianya sudah menginjak setengah abad itu menolehkan kepalanya langsung ke anak sulungnya.
Lagi-lagi Sherina dibuat terkejut saat Ivander langsung mengiyakan apa yang tengah ditanyakan oleh papa mertuanya. Sherina menatap punggung kekar milik Ivan yang berjalan mnejauhi dirinya setelah menarik lengannya dari pinggang kecil miliknya.
"Ivan yakin, Pa. Tidak lama lagi papa dan mama akan menjadi seorang nenek dan kakek." Laki-laki yang entah datangnya dari mana itu merangkul bahu senja milik papanya sembari tersenyum cerah.
Sementara wanita yang tadi datang bersama dengan papa Ivan itu, langsung memeluk Sherina dengan sangat bahagia. Wanita yang mengira bahwa Sherina tengah mengandung itu, benar-benar bingung bagaimana caranya untuk mengungkapkan rasa bahagianya.
"Mama berharap kau dan cucu mama akan baik-baik saja ya, Nak. Jaga penerus keluarga kita baik-baik. Jika terjadi sesuatu padamu, katakan saja pada mama. Kau mengerti?" Sesaat ketika mama mertuanya tengah mengelus perutnya, Sherina mengangkat pandangannya menuju sang suami yang juga tengah menatapnya dengan tatapan tak suka.
'Entah rencana apa lagi yang sedang dia lakukan.' batin Sherina dengan tatapan tajamnya sembari mengalihkan pandangannya kepada mama mertuanya.
"Tentu, Ma. Sherina akan menjaga diri Sherina dengan baik, bahkan sangat baik. Sherina pastikan, bahwa nanti Sherina lah yang akan menemani Ivan sampai kita tua nanti. Bukan begitu, Van?" ujar Sherina dengan nada mengejeknya yang dia tujukan pada Ivander.
Sementara Ivander yang mendengar ucapan dari Sherina hanya menaikkan sebelah alisnya dan senyum miringnya.
Ivander berpikir terlihat tak ada ketakutan sama sekali di ucapan Sherina. Yang Ivander inginkan adalah agar Sherina merasa terbebani dengan tantangannya yang mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan memberikan cucu untuk kedua orang tuanya. Padahal yang Ivander maksud itu tidak lain dan tidak bukan adalah Nessie yang tengah mengandung anaknya.
'Aku akan membuat mu yang akan lebih dulu menggugat ku. Aku tak akan membiarkan wanita penggila harta sepertimu, mengambil alih semua harta papa!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Bzaa
semangat tor 💪😘
2023-12-03
0
Aze_reen"
oon nya.. yg menggilai hartamu ya kekasih jalangmu itu...
sll yg dibahasnya adalah harta...
aneh.. parah panget nih orang...
mata, hati sm otaknya bener2 sdh ketutupan upil Nessie smpe berkarat gtu.. ck ck ck..
2023-05-27
0