Janji laki-laki

Sebuah Mobil mewah telah terparkir di depan perumahan kumuh yang ada di pinggir kota dengan mayoritas penghuni buruh pabrik dan pemulung, mereka yang mempunyai cukup uang mana mungkin mau tinggal di tempat seperti ini? Sempit, semperawut, padat penduduk serta berisik. Mereka yang memiliki cukup uang pastinya akan memilih untuk tinggal di tempat yang nyaman. Bagaimana pun juga tempat ini adalah tempat terakhir sebagai pilihan mereka untuk menghabiskan hidup dengan biaya yang minim di bandingkan lainnya. Yun dan Ibu-nya telah membereskan isi rumah, memasukkan barang-barang yang mereka miliki pada tas usang. Anak dan Ibu itu hanya membawa satu tas berisi barang yang penting. Tak banyak, hanya beberapa potong baju yang mereka miliki dan beberapa benda penting lainnya yang menjadi barang berharga peninggalan almarhum ayah Yun. Azhari memandangi sekilas rumah sempit tersebut sebelum meninggalkannya, banyak cerita dan kenangan yang telah terjadi disini. Bagaimana Azhari berjuang membesarkan putranya seorang diri, bagaimana Azhari merasakan pahitnya hidup seorang janda dengan gunjingan-gunjingan miring yang tak benar atau cerita kehidupan lainnya yang tercipta di tempat tersebut.

"Nyonya?"

Azhari tersadar saat seseorang memanggilnya, menghapus air matanya yang menetes dengan sendirinya itu dan mengelus tembok usang yang telah melindunginya dari panas dan dinginnya cuaca di luar sana. Terimakasih karena selama ini telah menemani dan melindungi kami, Batinnya sebelum meninggalkan rumah sempit penuh kenangan itu dengan menenteng tas yang telah usang dan satu tangan lagi menggenggam tangan putra semata wayang yang kelak akan menjadi kebanggaan dalam hidupnya. Untuk itu kini ia meninggalkan tempat ini dan menuju tempat baru yang lebih memadai dalam masa depan anak kesayangannya itu.

Mobil yang membawa Yun melewati gedung-gedung tinggi yang menjulang hampir menyentuh kaki langit menciptakan pemandangan luar biasa mengagumkan bagi seorang anak kecil yang baru bisa keluar dan melihat dunia luar tersebut, membuat matanya membulat sempurna karena rasa kagum tiada tara yang ia rasakan untuk pertama kalinya melihat pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan tangan kecilnya tak lepas dari kaca jendela mobil seakan-akan ingin mengambil gedung-gedung pencakar langit tersebut dan menggenggam dalam tangannya. Sungguh pemandangan yang menurut satu sisi anak kecil sangatlah mempesona dan ia tak pernah membayangkan bahwa di balik keindahan yang terlihat ada sisi kelam di balik semua itu.

"Tuan?" Azhari memberikan jeda agar orang yang ia ajak bicara menoleh dan mendengarkannya, "Apa masih lama kita sampai?" Ujarnya setelah supir berpakaian serba hitam itu menoleh ke arahnya.

"Tidak Nyonya, kita akan segera sampai." Katanya sopan dengan tetap berkonsentrasi mengemudikan mobilnya.

Rumah yang Azhari tempati berlawanan arah dengan rumah yang mereka tuju, itu terbukti dari mobil yang mereka tumpangi memilih rute berlawanan arah dan memakan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tempat tujuan.

"Ibu, apakah rumah baru kita lebih bagus di bandingkan rumah kita yang sekarang?" Tanya Yun polos pada ibunya.

"Mungkin, Ibu juga belum tau." Katanya jujur, setidaknya yang ia tau bahwa Tuan Mahendra adalah orang kaya raya. "Setidaknya kamu akan bersekolah di tempat yang bagus, memakai seragam yang bagus pula."

"Benar Ibu?"

Azhari mengangguk pasti karena ia tak pernah berbohong dalam mendidik dan membesarkan Yun, melimpahkan kasih sayang serta disiplin yang tinggi. Kini mobil itu memasuki kawasan perumahan Elit dengan rumah megah di kanan kiri jalan serta taman-taman indah di sepanjang jalan yang mereka lewati, bangunan indah itu terletak agak berjauhan satu sama lain memberikan jeda bagi pagar-pagar tinggi yang hampir menutupi rumah tersebut menyembunyikan segala kegiatan sang pemilik di dalam sana tanpa bisa di jangkau oleh orang luar. Rumah-rumah yang hanya Yun lihat dalam tv itu menarik perhatiannya, wajah polos dan lugunya tak henti-henti memandangi dengan kekaguman luar biasa. Di bandingkan dengan rumah yang selama ini ia tempati dengan sang Ibu tentu saja sangatlah berbeda jauh dan itu membuatnya mengembangkan senyum di bibir kecilnya, membayangkan dapat tinggal di rumah yang ia definisikan sebagai istana tersebut membuat hati kecilnya sangat bahagia.

Mobil yang membawa mereka berhenti di sebuah rumah dengan pagar berwarna putih, seperti pagar pada rumah lainnya tentu saja pagar tersebut menjulang tinggi menutupi rumah utama di dalamnya. Beberapa orang berpakaian jas hitam berdiri dan membukakan pintu saat melihat mobil tersebut berada di pintu gerbang utama yang berukiran sangat cantik. Setelah merekab bercakap-cakap akhirnya pintu pagar terbuka lebar, memperlihatkan taman yang penuh dengan tanaman hijau di sana-sini. Yun melongokkan kepalanya untuk melihat ke dalam, rasa penasaran membuatnya melakukan hal tersebut. Apa bila pagar dan pintu gerbangnya sebagus ini tentu saja rumah yang ada di dalam sana lebih bagus lagi, rumah yang akan ia tempati bersama sang Ibu, rumah baru yang akan melindunginya dari hujan dan panas. Secara perlahan matanya terbuka lebar karena kekaguman luar biasa yang ia ekspresikan melihat rumah indah nan megah di depan matanya dengan jendela kaca tembus pandang besar hampir mengelilingi seluruh rumah, pohon-pohon buah serta bunga-bunga tertata rapi di seluruh tempat dengan ornamen-ornamen patung yang sangat indah. Bagi Yun, tempat ini mewakili surga yang selama ini ia dengar. Kini, mobil yang membawa mereka berhenti di depan pintu utama. Tak kalah indah dari pintu pagar yang telah mereka lewati pintu dua sisi itu terlihat kokoh dengan ukiran-ukiran yang menambah keindahannya. Mata Yun seolah tersihir dengan keindahan yang ia lihat tanpa berkedip.

"Nyonya, silahkan. Tuan telah menunggu anda di dalam." Kata laki-laki yang tadi menjadi sopir dan kini telah berpindah membukakan pintu mobil untuk tamu Tuannya tersebut.

Azhari menggenggam tangan Yun, memberikan senyuman saat melangkahkan ingin keluar. Menginjakkan kakinya dengan perasaan yang berkecamuk, kini ia berada di rumah orang yang baru ia kenal demi masa depan gemilang yang saudagar kaya itu janjikan. Pertaruhan telah ia mulai, mempertaruhkan segalanya dan berharap bahwa keputusan yang ia ambil bukan keputusan yang keliru dan semua ini demi kebahagiaan dan kebaikan masa depan buah hatinya.

Pilar-pilar kokoh terlihat di sepanjang teras rumah yang di dominasi warna putih tersebut, bukan hanya pilar tapi bunga-bunga cantik yang tersusun di atas vas membuat penampilan rumah itu layaknya sebuah istana.Yun terperangah dengan apa yang ia lihat, sepanjang pengalamannya rumah yang ia lihat saat ini adalah rumah tercantik yang ia lihat. Seorang laki-laki berperawakan gagah tengah berada di ruang besar yang di hiasai berbagai perabot yang sangat bagus dan tentu saja Yun berpikir bahwa semua itu sangat mahal. Orang seperti mereka tak akan sanggup untuk membelinya, dapat melihat dan memegangnya saja sudah menjadi keberuntungan tersendiri untuknya. Saat mereka mendekat, laki-laki tersebut tersenyum dan berdiri. Sungguh sangat berbeda, hanya dengan sekali liat Yun bisa merasakan bahwa aura orang kaya dan orang miskin itu sangat terlihat jelas. Ada batasan yang tak bisa di bantah dan di lalui di sana.

"Selamat datang, silahkan duduk." Kata Mahendra saat melihat tamu yang ia tunggu datanh dan mendekatinya, "Bagaimana perjalanan kalian?" Katanya ramah dengan menyunggingkan senyum agar tamunya itu merasa nyaman.

"Terimakasih Tuan," Balas Azhari sopan dan duduk di sebuah kursi panjang yang ada di dekatnya dengan menarik tangan Yun untuk melakukan apa yang ia lakukan saat ini. Saat ia duduk, rasanya empuk sekali dan sangat berbeda dengan kursi tua dan usang di rumah kontrakan mereka yang terasa keras. "Sangat menyenangkan karena Tuan bersedia memberikan tumpangan untuk kami."

Sejak pertama menginjakkan kaki di dalam rumah, pandangan Mahendra tak pernah lepas dari sosok anak kecil yang ada di samping ibunya tersebut. Matanya yang bening itu melihat ke sana-kemari, memperhatikan semua objek yang matanya tangkap dengan antusias layaknya anak kecil yang di bawa ke toko mainan. Walau badannya sedikit kurus, namun Mahendara yakin ia memiliki tulang yang kuat untuk menopang badannya. Yang paling menarik, meski terlihat pendiam dan biasa-biasa saja ia tau bahwa anak itu memiliki otak yang sangat cerdas di bandingkan dengan sikap dan penampilan luarnya. Ia menemukan sebuah permata yang masih belum terasah, permata yang sangat dan belum terjamah dan kini tugasnya untuk membentuk dan membuat permata tersebut menjadi sesuatu yang seharusnya. "Siapa namamu?" Katanya lembut.

Azhari menyadarkan Yun yang tengah terkagum-kagum dengan rumah dan isinya tersebut dengan memegang tangannya. "Tuan bertanya padamu." Bisiknya saat pandangan Yun beralih padanya.

Yun menundukkan wajahnya, malu karena tertangkap basah melihat tanpa malu dan mengagumi rumah tersebut di depan pemiliknya. "Saya.. Yunandra Faisal Azhar." Ucapnya lirih, "Dan Anda bisa memanggil saya dengan nama Yun."

"Baik Yun, apa kamu senang dengan rumah saya?"

"I-iya, rumah tuan bagai istana." Jawabnya polos.

"Ha ha ha ha...," Mahendra tertawa mendengar jawaban polos anak bernama Yun tersebut dengan sikap malu yang ia tunjukkan. "Apa kamu mau punya rumah seperti ini?"

"Tentu Tuan, semua orang pasi menginginkannya."

"Baiklah..., Mulai saat ini akan menjadi rumahmu dan juga Ibumu." Jawabnya, "Bisa kamu ke sini?"

Yun mengangkat wajahnya, melihat ke arah laki-laki tetsebut dengan tatapan mata heran. Heran karena memintanya untuk mendekat dan mengatakan bahwa ini akan menjadi rumahnya juga.

"Ayo?"

Azhari mengangguk saat Yun menatapnya untuk meminta ijin, tak ada yang perlu ia khawatirkan. Tuan Mahendra bersikap sangat ramah pada mereka yang bukan siapa-siapa tersebut.

"Yun...,"

Yun melangkahkan kakinya dan duduk di samping Tuan rumah itu dengan perasaan canggung dan sikap kaku. Melihat senyum tulus yang tersungging di bibirnya mampu membuat Yun yang semula merasa canggung berubah menjadi lebih nyaman, ia duduk di samping laki-laki bersahaja tersebut dengan menyembunyikan wajahnya dan menjalin tangannya untuk menyembunyikan rasa gugup yang ia rasakan.

"Mulai saat ini, disini lah rumah mu, jangan panggil Tuan tapi panggil Ayah."

"Iya Ayah,"

"Berdirilah."

Yun menurut ia berdiri.

"Angkat wajahmu dan lihat Ayah, katakan dengan lantang kalau mulai hari ini kau adalah anak Ayah."

Sekilas Yun tampak Ragu untuk menuruti atau tidak, "Maaf Tuan, apa saya memang pantas untuk menjadi anak tuan?"

"Memangnya kenapa?"

"Karena saya...," Yun kebingungan mencari alasannya.

"Ayah telah memilih dan menginginkanmu itu sebabnya kamu pantas dan layak. Kelak kamu bersama Rega akan menjadi penerus Ayah selanjutnya, mengembangkan dan meneruskan semua usaha yang Ayah lakukan sekarang. Ayo katakan dengan lantang sebagai seorang laki-laki dan kita akan berjanji sebagai laki-laki sejati." Ujarnya mendorong rasa percaya diri anak laki-laki di depannya itu.

Yun mengangkat wajahnya, menatap laki-laki asing kaya raya yang meminta dan menjadikannya sebagai anak angkatnya. "Ayah, mulai saat ini hingga seumur hidup saya akan menjadi anak Ayah yang patuh dan berbakti. Ijinkan Saya untuk selalu di sisi Ayah dan saya akan menuruti apa pun yang Ayah katakan bila itu adalah dalam hal kebaikan. Saya akan mengabdikan hidup saya untuk menjaga Ibu, Ayah dan saudara saya." Kata Yun lantang, suaranya menggema memenuhi ruangan yang tampak sepi itu.

Mahendra tampak tersenyum puas mendengarnya, "Terimakasih karena telah mau menjadi anak Ayah, Terimakasih karena kamu ada disini dan Ayah berjanji akan menyayangi dan mencintaimu seperti Rega. Ayah tak akan membeda-bedakan kasih sayang kepada kalian walau pun kamu bukan anak kandung Ayah." Menarik tangan Yun untuk duduk di pangkuannya. "Terimakasih." Ujarnya dengan memeluk Yun dengan penuh kasih sayang.

Yun yang kaget itu hanya diam dengan mengerjapkan matanya mendapat perlakuan tersebut, walau hanya sebuah pelukan namun itu sangatlah berharga untuknya. Selama ini tak ada pelukan sehangat ini dari seorang Ayah, hanya Ibunya yang setial hari memeluk san rasanya itu sangat berbeda. Tangan kekar dan kokoh itu merengkuh badannya yang rapuh dan memberikan harapan luar biasa untuknya, menumbuhkan rasa percaya diri yang tak ia miliki sebagai anak yatim yang selalu di kucilkan dan di olok-olok dan kini ia memiliki ayah super keren yang Tuhan berikan secepat kilat tanpa pernah ia bayangkan. Ayah yang gagah dan tampan, ayah yang memiliki rumah bagaikan istana, memiliki anak buah yang banyak dan mobil keren. Yun merasa menjadi anak yang paling beruntung di dunia dengan keistimewaan yang ia dapatkan dan anak lain tak mendapatkannya.

"Apakah saya boleh mengatakan bahwa anda adalah Ayah saya kepada teman-teman saya?" Katanya polos.

Mahendra yang mendengarkan kata-kata polos anak itu tertawa kecil, "Tentu saja, kamu boleh mengatakan kepada siapa pun bahwa kamu adalah anak Mahendra."

Melihat semua yang terjadi membuat Azhari menangis penuh haru tanpa suara, setelah apa yang mereka alami selama ini akhirnya Yun mendapatkan kasih sayang seorang Ayah. Walaupun itu bukan Ayah kandung namun itu lebih dari cukup untuk mewakili semua rasa bahagia yang ia rasakan. Rasa syukur itu tak pernah berhenti ia ucapkan di dalam hati dan berjanji akan mengabdikan hidupnya kepada laki-laki yang telah sudi menjadikan anak satu-satunya yang berharga itu sebagai anak angkatnya.

********

Terpopuler

Comments

titis irene

titis irene

Yun kecil berotak cemerlang, semangat... jadilah pemuda tangguh...

2023-06-29

0

Sayyidah Husri

Sayyidah Husri

Bru mulai udah menetes airmataku
Terharu sama yun kecil 😢😢😢😢

2020-08-07

1

trisya

trisya

babang Yun yg menjadi bayangan seorang rega

2020-07-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!