DI RUANGAN THOMAS XANDER.
“Pelajari projek ini dalam semalam dan besok jelaskan pada kakek apa
yang kamu ketahui tentang projek ‘Cander’,” pinta Thomas.
“Baik, kek.”
“Panggil tantemu,”
Rebecca bergantian masuk ke dalam ruangan ayahnya. Victoria hendak
pulang, namun Thomas mencegahnya.
“Pemimpin yang baik harus mendengarkan bawahannya. Katakan, ada apa,”
ucap Thomas.
(Artinya, Victoria sebagai pemimpin Xander Group harus mendengarkan
bawahannya Rebecca sebagai direktur Xander Department Store.)
Bawahan?
Meski kesal, Rebecca masih menahannya di depan ayahnya.
“Papa, lihat. Banyak artikel beredar kalau Xander Department Store akan
disingkirkan oleh Xander Group. Itu tidak benar, ‘kan?” ucap Rebecca.
“Papa tidak tahu. Coba tanyakan pada pemimpinnya Xander Group,” balas
Thomas.
“Tentu saja itu rumor rendahan. Xander Department Store adalah salah
satu kebanggaan Xander Group. Kenapa harus disingkirkan?” ucap Victoria.
Thomas mengangguk setuju.
“Ada lagi?” tanya Thomas pada Rebecca.
“Maka dari itu, kamu seharusnya sadar kenapa artikel rendahan ini bisa
beredar. Sejak 2 tahun penggantian pemimpin, kamu belum melakukan kunjungan ke
Xander Department Store. Bagaimana mungkin ada asap kalau tidak ada api?” ucap
Rebecca.
“Maafkan aku, dirut Rebecca. Aku akan segera menambahkan kunjungan ke
Xander Department Store ke dalam jadwalku,” balas Victoria.
Thomas mengangguk. “Benar, Victoria bukan pemimpin yang hanya memberikan
janji manis. Tenang saja. Selanjutnya, jika ada hal yang ingin kamu adukan,
adukan ke Victoria. Dia penggantiku, mengadu ke dia sama dengan mengadu ke
papa,” ucap Thomas.
Victoria kembali ke kantornya di Xander Group. Dia penasaran dengan
projek rahasia ‘Cander’ yang diberikan kakeknya. Dia membuka satu persatu
dokumen dalam projek itu dan menelitinya sampai tengah malam.
Tok. Tok. Asisten Victoria
yang bernama Raphael, masuk ke dalam ruangannya. Dia memang tidak akan pulang
sebelum Victoria pulang.
“Ada apa, Raf?” tanya Victoria.
“Anda belum ingin pulang? Nyonya Isabella (ibu Victoria) menelepon saya
dan menanyakan apakah anda sudah mencicipi makanannya di rumah anda,” jawab
Raphael.
Victoria tersenyum. “Padahal aku bukan putri kecilnya lagi. Baiklah, aku
akan pulang sekarang,” ucap Victoria dan mengemas dokumen lalu pulang.
Raphael mendampinginya yang berjalan di gedung perusahaan yang sebagian
lantai sudah gelap dan kosong.
“Bu, ada surat panggilan dari kejaksaan untuk ibu. Anda dimintai
keterangan sebagai saksi atas kasus anggota dewan UA. Pagi nanti jadwalnya,
saya sudah mengosongkan jadwal ibu di jam itu,” ucap Raphael.
“Apakah harus dan penting? Aku harus menghadap kakek pagi nanti,” balas
Victoria.
“Jaksa yang menangani kasus ini terkenal akan kegigihannya. Tampaknya
dia akan terus mengincar anda jika anda tidak datang.”
“Merepotkan,” Victoria berdecak kesal.
“Saya sudah menyiapkan 2 orang pengacara dari firma hukum terbaik,”
“Tidak perlu. Aku akan menghadapi jaksa itu seorang diri. Siapkan
pengawal saja,”
“Baik, bu.”
Pagi harinya, di ruangan Noah.
“Selamat pagi, Bu Victoria Xander. Saya Noah Specter, jaksa yang
memanggil anda. Terima kasih sudah meluangkan waktu anda. Silahkan duduk,” ucap
Noah.
Masih muda? batin Victoria.
Masih begitu muda, kenapa
bisa menjadi penerus Xander Group? batin Noah.
“Apa hubungan anda dengan anggota dewan UA?” tanya Noah.
“Dia teman bermain golf kakek saya. Kita bertemu beberapa kali untuk
bermain golf dan makan saja. Dengan kakek saya tentunya,” jawab Victoria.
“Apa yang anda bicarakan biasanya saat bersama anggota dewan UA?”
Victoria menatap Noah.
“Anda tahu, ‘kan, saat ini anggota dewan UA sedang tersandung-” Noah
berusaha menjelaskan maksud dari pertanyaan.
Namun keburu dipotong oleh Victoria. “Tongkat stik yang baik, restoran
sashimi yang enak, rencana di usia tua dengan kakek saya, dan ah- perlukah saya
beritahu kalau kita pernah menggosipi seseorang?”
“Ya, katakan saja.”
“Tapi anda benar-benar akan menyimpan rahasia ini, ‘kan? Saya bersedia
beritahu hanya untuk kebutuhan penyelidikan saja.”
“Tentu saja. Siapa seseorang yang anda bicarakan bersamanya?”
“Kita pernah membicarakan keburukan seorang kepala jaksa,” jawab
Victoria.
Frans, bawahan Noah spontan langsung batuk. Karena kepala jaksa adalah
ayahnya Noah. Sementara, selama pemerikssan, jawaban Victoria diketik langsung
oleh Noah. Jari Noah sempat terhenti mengetik, namun dia kembali lanjut
mengetik.
“Apa perlu saya beritahu juga apa yang kita bicarakan?” tambah Victoria.
“Silakan,” jawab Noah.
“Kepala jaksa, Otto Specter sudah membuat anggota dewan UA sakit hati.
Entah sakit hati itu bisa disembuhkan atau tidak, anggota dewan UA sangat
trauma dalam berteman sekarang. Bukankah teman itu harus susah senang bersama?
Kenapa anggota dewan UA harus menanggung semuanya sendiri. Dan kenapa harus
anak kepala jaksa Otto Specter? Begitu kira-kira yang kita bicarakan.”
“Apa hubungan anda dengan anggota dewan UA hanya sebatas teman gosip?”
“Jangan bilang… anda percaya dengan rumor yang beredar?”
Noah terdiam.
Victoria menutup mulutnya. “Ada pepatah yang mengatakan ‘Orang bodoh menyebarkan
rumor. Dan hanya orang bodoh yang percaya.’. Dan perlu saya tekankan, sekalipun
saya harus menikah karena kepentingan, selera saya tidak kalah penting dari
kepentingan itu, tahu. Sepertinya cukup sampai di sini, anda membuang waktu
saya. Kalau begitu, permisi.”
Victoria keluar dari ruangan Noah.
Ketiga bawahan Noah bangkit berdiri.
“Pantas saja begitu pecaya diri dan tidak didampingi pengacara, ternyata
dia tahu siapa ayah Bapak,” ucap Frans.
“Sepertinya tidak ada orang yang tidak tahu siapa ayah saya,” balas
Noah.
“Bagaimana ini, pak? Tujuan kita memanggilnya kan untuk menyelidiki
kasus lama Xander Group. Dia bahkan tidak memakan umpan kita,” ucap Rica.
Flashback on.
“Saya sudah menyiapkan 3 orang pengacara dari firma hukum terbaik,” ucap
Raphael
“Tidak perlu. Aku akan menghadapi jaksa itu seorang diri. Siapkan
pengawal saja,”
“Oh, ya. Siapa jaksa yang gigih itu?” tanya Victoria kemudian.
“Noah Specter, anak tunggal kepala jaksa Otto Specter,”
“Noah Specter?”
Flashback off.
“Bagaimana ini, pak? Tujuan kita memanggilnya kan untuk menyelidiki
kasus lama Xander Group. Dia bahkan tidak memakan umpan kita,” ucap Rica.
“Sepertinya kepala jaksa ada kaitannya dengan anggota dewan UA. Coba
periksa, siapa kepala jaksa saat jaksa Rema menyelidiki kasus zat kanker Xander
Group,” ucap Noah.
“Baik, sebentar, pak.”
“Pak…”
“Otto Specter?”
“I…iya, pak.”
“Baiklah.”
“Bapak tidak mungkin menyelidiki ayah Bapak sendiri, ‘kan?” sahut
Harvis.
“50% besar kemungkinan ayah terlibat dengan kasus Xander Group. Saya
akan menemui dia terlebih dahulu.” Noah bangkit berdiri dan berjalan keluar
dari ruangannya.
DI RUANGAN KEPALA JAKSA, OTTO SPECTER.
“Noah, pas sekali kamu datang,”
“Aku ke sini datang bukan sebagai anak papa. Tapi sebagai jaksa,”
“Kamu ingin menyelidiki papa?”
“Cukup jawab satu pertanyaanku. Sudah berapa lama papa berteman dengan
Xander Group?”
“Kenapa memangnya? Kamu sedang menyelidiki Xander Group?”
“Jawab saja pertanyaanku,”
“Hmm, saat papa menyelidiki Thomas Xander untuk yang pertama kalinya,
mungkin sekitar 9 tahun yang lalu?”
“Papa menyelidikinya?”
“Kamu pikir papa berteman dengan Thomas Xander untuk apa?”
“Kenapa papa menyelidikinya?”
Otto memberikan sebuah berkas.
ZAT PEMICU KANKER DI SALURAN PEMBUANGAN XANDER GROUP
“Sampai saat ini pun papa tidak bisa melanjutkan penyelidikan papa.
Karena Thomas Xander bukan lagi yang berkuasa di Xander Group. Noah, kamu
sedang menyelidiki Xander Group, ‘kan? Papa ingin kamu masuk ke dalam Xander
Family.”
Otto meletakkan sebuah file di hadapan Noah. Noah melihat isi file itu
yang ternyata adalah profil Victoria Xander, cucu kelima Thomas Xander yang
kini menjadi pemimpin baru Xander Group.
“Maksud papa?!”
“Menikahlah dengan dia, Noah.”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Jamil Azhari
bakalan asik nih siapa yg benar siapa yg tertipu
2023-10-07
1
Mariana Riana
nah loo noah..km yg bakalan jd umpannya..
2023-09-30
2