“Menikahlah Denganku,”, katanya.

“Kenapa aku harus? Papa yang sudah menjelma menjadi teman baiknya Thomas Xander saja tidak berhasil menemukan kesalahannya,” Noah protes.

“Kalau begitu kembalikan berkas yang sudah papa kumpulkan selama ini,” Otto menarik kembali berkas kasus zat kanker Xander Group.

“Aku tahu papa sangat ingin meruntuhkan kerajaan Xander Group. Aku pun juga begitu. Tapi aku tidak akan menggunakan cara kuno seperti itu. Aku akan menggunakan caraku sendiri.” Noah keluar dari ruangan ayahnya.

“Baiklah, mari kita lihat cara apa yang kamu gunakan,” ucap Otto setelah Noah keluar.

DI RUANGAN THOMAS XANDER.

“Kamu sudah mempelajari projek ‘Cander’ yang kakek minta kemarin?” tanya Thomas.

“Sudah, kek. Projek ‘Cander’ ini… sampai kapan akan berakhir? Tidak. Aku ubah pertanyaanku. Apakah bisa berakhir?” balas Victoria.

“Sepertinya kamu memang sudah tahu betul projeknya seperti apa. Itulah kenapa kakek menyerahkan projek ini ke kamu. Hanya kamu yang bisa kakek andalkan,”

“Kurasa… sangat sulit bahkan mustahil untuk menghentikan projek ini, ya, ‘kan, kek?”

“Betul, Victoria. Selama ini kakek hanya melindungi Xander Group saja agar tidak berimbas sedikitpun ke Xander Group. Tapi kakek rasa kamu perlu berbuat sesuatu,”

“Apa itu, kek?”

Thomas memberikan sebuah file. Ketika Victoria membuka file tersebut yang ternyata adalah profil Noah Specter, jaksa yang dia temui sebelum menghadap ke kakeknya.

“Kamu bisa memanfaatkan dia,” ucap Thomas.

“Memanfaatkan seorang jaksa? Kakek ingin aku melakukan apa ke dia? Menikah?”

“Kamu memang cucu kakek. Kakek dan ayahnya berteman baik cukup lama. Anggap saja ini kita mempertemukan kamu dan Noah Specter karena hubungan yang baik,”

Noah kembali ke ruangannya.

“Baik, sebentar, ya. Pak, ada yang menelepon mencari Bapak katanya dari pengiriman makanan,” ucap Harvis.

“Aku tidak memesan makanan apapun. Minta dia sebutkan nama,”

“Memangnya Bapak sedang menginterogasi seseorang? Kenapa butuh nama segala?” sahut Rica.

“Halo, bisa sebutkan nama?” ucap Harvis di telepon.

“Bibina,” ucap Harvis kemudian.

“Alihkan ke teleponku,”

“Baik.”

“Halo? Pengiriman makanan, ya? Baik, saya akan turun!” Noah menjawab telepon.

Noah langsung turun tanpa mengucapkan apapun lagi.

“Lho, tadi katanya tidak memesan makanan?” ucap Frans.

“Apa jangan-jangan pak Noah sangat stres karena Xander Group dan mengalami gejala demensia awal?” sahut Harvis.

“Sut! Sembarangan! Umur pak Noah saja masih 29 tahun,” sahut Rica.

“Dena, hey, kenapa datang ke sini? Kamu tidak bekerja? Dan apa maksudnya dengan ‘bibina’ tadi? Bawahanku nyaris mengetahuinya, lho.” ucap Noah seraya mencubit pipi Dena.

“Tentu saja bekerja, tapi ini ‘kan jam makan siang. Ayo, makan bersama. Aku sudah membelikanmu makan siang,”

Noah dan Dena menghabiskan makan siang bersama di sekitar kantor kejaksaan.

“Kamu tahu berita keberhasilan kamu menangkap koruptor itu sudah dibicarakan dimana-mana. Semua orang terutama wanita jadi mendambakanmu. Setiap aku pergi ke suatu tempat, pasti ada saja yang membicarakan kekasihku. Di dalam hatiku terus berteriak ‘Itu kekasihku!’,” ucap Dena.

Noah tersenyum. “Aku hanya menjalankan pekerjaanku saja. Kenapa orang-orang begitu memujaku?”

“Aku tidak memujamu. Aku mencintaimu,”

“Kalau cinta, kenapa aku ajak nikah kamu tidak mau? Setelah menikah denganku, tapi tidak perlu bekerja keras dari pagi sampai malam lagi, lho.”

“Kita sudah sepakat untuk tidak membahas lagi, Pak Noah Specter.”

“Baiklah, baiklah. Habiskan makananmu,”

“Noah.”

“Hm?”

“Aku mencintaimu, kamu tahu itu, ‘kan?”

“Aku tahu, Baby Dena-ku, Bina-ku.”

Setelah makan siang, Noah kembali ke ruangannya dan melihat wajah ketiga bawahannya sangat tegang.

“Pak…”

“Ada apa?”

“…”

“Frans? Harvis? Rica? Ada apa? Kenapa diam saja?”

“Breaking news. Anggota dewan UA yang sedang diselidiki atas kasus korupsi perbaikan jalan di kota XXXX, ditemukan tewas di kediamannya siang ini. Kepolisian menemukan surat wasiat di dekat tubuh anggota dewan UA dan menettapkan anggota dewan UA melakukan b*n*h diri akibat perbuatan yang dia sesali.”

Noah terkejut begitu mendengar berita di televisi yang dinyalakan di ruangannya. Dia segera berlari keluar dari ruangannya menuju ruangan ayahnya. Membuka pintu ruangan ayahnya dengan kasar dan mengajukan pertanyaan.

“Anggota dewan UA, itu perbuatan Xander Group, ‘kan?” tanya Noah.

Ayahnya, Otto tidak menjawab. Dan hanya bisa menghela napas panjang.

“Xander Family, aku bersedia masuk ke dalamnya,” ucap Noah kemudian.

“Kamu serius?” tanya Otto.

“Ya. Segera pertemukan aku dengan Victoria dan Thomas Xander,” jawab Noah. Setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan ayahnya.

Mendengar anaknya bersedia menikah dengan cucu penerus Xander Group, Otto segera menelepon Thomas.

“Halo, anakku sudah bersedia. Bagaimana dengan cucumu?”

“Cucuku tidak akan mengecewakan aku. Aku akan menyampaikan kabar baik ini ke cucuku,”

“Bagaimana kalau kita pertemukan saja Noah dan Victoria?”

“Baiklah. Aku akan mempersiapkan kedatangan Noah ke Xander Group.”

Tok. Tok. Raphael masuk ke dalam ruangan Victoria.

“Bu, Noah Specter datang ingin menemui anda,” ucap Raphael.

“Bukankah dia jaksa tadi?” tanya Victoria.

“Benar. Tapi kali ini Ketua Xander yang mempersiapkan kedatangannya,” jawab Raphael.

“Baiklah. Persilakan dia masuk,” ucap Victoria yang bangkit dari meja kerjanya menuju sofa di ruangannya.

“Noah Specter, kita bertemu lagi. Silakan duduk. Kali ini soal apa?” ucap Victoria.

“Jangan bilang sekarang anda mencurigai saya atas kematian anggota dewan UA?” ucap Victoria kemudian.

“Menikahlah denganku,” ucap Noah.

Victoria tertegun.

“Saya seorang pembisnis. Apa yang akan saya dapatkan kalau saya menerima tawaran anda?”

“Kalau anda mendapat perlindungan hukum secara ‘eksklusif’ kalau menjadi istri saya,”

“Apa anda bisa menutup mata atas segala hal yang akan saya lakukan di kemudian hari?”

“Apa anda mungkin melakukan ‘sesuatu’ yang mengharuskan saya untuk menutup mata?”

Victoria tersenyum.

“Lalu kenapa anda menawarkan perlindungan hukum secara ‘eksklusif’? Perlindungan itu tidak ada gunanya kalau saya tidak melakukan apapun, ‘kan?”

Noah terdiam sejenak. “Katakan apa yang anda inginkan dari saya,”

“Sebelum itu, mari kita dengarkan dulu permintaan dari pihak yang mengajak menikah,” balas Victoria.

“Saham Xander Group,” jawab Noah.

Saham? Apa sebenarnya rencana orang ini?

“Satu persen,” ucap Victoria.

“Kakak ipar anda saja mendapat 2 persen. Kenapa saya hanya 1 persen?”

“Satu persen atau pintu keluar ada di sebelah sana,” ucap Victoria dengan tegas.

“Baiklah, baiklah. Satu persen.”

Sudah pasti dia mengingini hal lain. Karena satu atau dua persen saham tidak akan menguntungkan. batin Victoria.

Victoria mengangguk. “Saya akan menyuruh asisten saya menyiapkan perjanjiannya,”

“Tunggu. Anda belum mengatakan apa yang anda inginkan,” ucap Noah.

“Anda akan tahu setelah membacanya,”

Victoria bangkit berdiri lalu berjalan ke meja kerjanya, mengangkat gagang telepon, “Tambahkan satu persen saham Xander Group,”

Victoria kembali ke sofa dan duduk menyicipi teh yang disediakan untuknya.

“Apa rasanya menjadi ratu di Xander Group?” tanya Noah tiba-tiba.

“Rasanya? Bisa dibilang, untuk pertama kalinya merasa hidup.”

Merasa hidup? Bisa-bisanya, setelah ratusan orang kehilangan hidupnya? batin Noah.

“Oh, ya. Saya menginginkan sebuah rumah baru untuk tempat tinggal selama menikah. Tentu rumah yang bukan milik anda, dan bukan milik saya sebelumnya. Rumah akan dibeli oleh kedua belah pihak dengan pembagian sama rata. Nanti asisten saya akan mengirimkan rincian biaya yang dibutuhkan,” ucap Victoria.

“Rumah baru? Saya tinggal sendiri di rumah saya. Ukurannya cukup besar untuk 2 orang, dan desain-” Kalimat Noah terpotong.

“Kalau itu, saya juga. Bahkan saya sudah nyaman tinggal di rumah saya sendiri. Tapi demi kenyamanan bersama, karena rumah yang menjadi tempat tinggal bersama selama pernikahan harus dihancurkan setelah pernikahan berakhir.”

“Dihancurkan? Apa Xander Group suka melakukan hal seperti ini?”

“Supaya tidak ada yang harus menumpang, anda tahu? Saya tidak menumpang di rumah anda, anda juga tidak menumpang di rumah saya.”

Tok. Tok. Raphael masuk ke dalam ruangan Victoria.

“Ini yang anda minta,” ucap Raphael seraya memberikan selembar kertas.

“Terima kasih,”

“Baik. Saya permisi,” Raphael mengundurkan diri dari ruangan Victoria.

“Ini,” Victoria meletakkan kertas perjanjian di atas meja dan menandatanganinya lalu menyerahkan ke Noah.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Jamil Azhari

Jamil Azhari

asik!!!

2023-10-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!