Pagi hari, suasana di luar rumah terlihat cukup mendung. Hembusan angin tidak berhenti bertiup dengan kencang, menerbangkan dedaunan kering yang sudah tidak mampu lagi bergantung pada rantingnya. Sang mentari yang seharusnya sudah mulai merangkak naik juga seolah malu-malu untuk sekedar menampakkan hangat sinarnya. Sementara itu, di sebuah kamar yang terlihat cukup besar dan luas, rupanya ada seorang gadis yang terlihat sedang mengedipkan kedua matanya. Kepalanya bergerak pelan ke kanan dan ke kiri dengan kedua tangannya yang terangkat ke atas guna melemaskan otot-otot tubuhnya yang terasa cukup rileks setelah semalaman tidur yang nyenyak.
"Hoamms!" Rinjani meraih jam kecil yang tersimpan di atas meja tepat di samping tempat tidurnya. Dilihatnya jam analog yang ternyata masih menunjukkan pukul 06.45 pagi. Merasa hari masih cukup pagi, Rinjani berniat melanjutkan tidurnya barang beberapa menit saja. Diletakkannya jam kecil itu kembali ke tempat semulanya sebelum tangannya mencoba meraih selimut yang sudah lari kemana-mana. Ditariknya selimut motif bunga krisan miliknya hingga kini kain itu sudah kembali membungkus rapat tubuh kecilnya. Hanya menyisakan bagian kepalanya saja yang terlihat menyembul keluar. Perasaannya terasa begitu damai, Rinjani begitu menikmati hangatnya gulungan selimut hingga membuatnya belum menyadari akan sesuatu hal. Terlihat dari wajah sayunya yang terlihat biasa saja seolah tidak memiliki beban apapun dalam hidupnya. Ya, wajah cantik itu tidak terlihat seperti seseorang yang sedang bersedih.
Sekian menit bermalas-malasan di atas kasur, tiba-tiba saja Rinjani terjingkat kaget, seperti ada alarm yang otomatis menyala dalam kepalanya. Dan baru diingatnya bahwa hari ini dirinya memiliki sebuah janji dengan seseorang. "Ya ampunnn, mati gueee!!!" rutuknya pada dirinya sendiri sebelum melompat kecil dari atas tempat tidurnya. Rinjani buru-buru berlari ke arah kamar mandi yang untungnya masih berada di dalam ruangan kamar pribadinya. Dengan gerakan super cepat Rinjani mulai membasuh wajah dengan air dingin dan dilanjutkan dengan membersihkan giginya secara asal. Merasa penampilannya sudah kembali lebih segar, Rinjani bergegas meninggalkan kamar mandi dan berjalan menuju ke arah pintu kamarnya.
"Ayahhh … hari ini Ayah jadi kan nganterin Jani ke tempat Maura???" teriak Rinjani sembari mencari keberadaan ayahnya di meja makan, "Loh, Ayah kemana? Tumben jam segini belum ada di meja makan."
"Buuu! Sarapan aku mana? Kok belum disiapin, Bu? Jani udah laper, nih…" Tidak mendapatkan jawaban apapun, membuat Rinjani berniat mendatangi kamar kedua orang tuanya.
"Pada kemana sih, sepi amat!" Rinjani merasa heran sendiri melihat situasi rumah yang terasa begitu sunyi. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumahnya. Padahal biasanya setiap kali dirinya bangun tidur, kondisi rumah sudah ramai mengingat kedua orang tuanya selalu bangun pagi-pagi. Bahkan setiap kali dirinya pergi ke meja makan, Rinjani langsung semangat melihat berbagai menu makanan yang sudah terlihat memenuhi meja. Sangat berbeda dengan pagi hari ini. Rumah terlihat sepi, meja makan kosong melompong, layar tv pun masih menggelap sempurna. Dan yang paling terasa berbeda, dirinya sama sekali tidak mendengar ataupun melihat tanda-tanda keberadaan ayah ibunya.
Menyadari hal itu, tiba-tiba saja perasaan aneh dan gelisah mulai menyergap jiwanya. Tatapannya berubah nanar, mulut mungilnya terlihat mulai bergetar. Bahkan langkah kakinya berubah menjadi berat, seperti ada sesuatu yang menahan pergerakan kakinya. Dan benar saja, kilasan tentang peristiwa demi peristiwa kemarin seketika muncul begitu saja memenuhi kepalanya. Semuanya terlihat begitu nyata bagaikan tayangan televisi yang dalam sekejap saja berhasil membuatnya menjerit histeris.
"Tidakkkk!!! Ibuuu! Ayahhh! Kenapa kalian tega ninggalin Janiii!!!" Seketika tubuh Rinjani luruh ke bawah. Tanpa diminta pun air matanya kembali berjatuhan mengiringi suara tangis yang terdengar begitu menyayat hati. Dalam sekejap saja dunianya berubah gelap gulita seolah tidak ada lagi cahaya yang mampu memberikan penerangan pada jiwanya. Ada yang menghantam keras relung jiwanya. Hatinya sakit, bagaikan tertusuk benda tajam yang tak kasat mata. Betapa kenyataan ini membuatnya jatuh ke dalam lubang derita. Ya, kepergian orang tuanya jelas membuat dunianya runtuh seketika menjadi puing-puing nestapa.
"Ayahhh … Ibuuu … ajak Jani pergi, Buuu. Jani sendiriannn, Jani takuuttt…" Rinjani masih tergugu nelangsa bersamaan dengan pintu rumah yang terbuka dari arah luar.
"Sayanggg, aku datang nih…" sapa Hendra dengan penuh semangat. Diliriknya dua paper bag kecil yang menggantung di tangan kirinya, yang seketika berhasil menghadirkan senyuman pada wajah tampannya. "Sayang, kamu dimana???"
Dengan perasaan senang, Hendra terus membawa langkahnya menuju tangga sebelum pergerakannya tiba-tiba terhenti begitu telinganya memperhatikan suara tangisan dari arah meja makan. Dan benar saja, dirinya langsung dibuat khawatir melihat keberadaan Rinjani yang sedang menangis di atas lantai.
"Loh, Sayang! Kamu kenapaaa???" Hendra yang panik langsung saja berlari memeluk Rinjani yang masih bersimpuh di atas lantai dengan wajah yang sudah basah kuyup.
"Janiii, kenapa kamu nangis di sini? Ayo banguuun. Maaf aku telat datang…" Kedua tangan Hendra tidak berhenti menyeka air mata yang terus berjatuhan.
"Mereka udah pergi, Ndraaa … Ayah sama Ibu pergi ninggalin aku. Huuuu…uuu." adu Rinjani pilu yang langsung mendapatkan pelukan hangat kekasihnya.
Hendra sendiri ikut hancur melihat kondisi kekasihnya yang seperti ini. Wajahnya yang sembab, penampilannya yang berantakan, bahkan suaranya saja sudah terdengar serak. Entah sudah berapa lama Rinjani menghabiskan waktunya dengan menangis seperti ini.
Perasaan bersalah mulai menyeruak di dalam pikiran Hendra. Ia memeluk tubuh Rinjani dengan erat dan menyentuh rambut panjang Rinjani dengan tangannya yang lain. Hendra sesekali memberikan kecupan pada puncak kepala Rinjani yang tertutup matanya, seolah menahan dunia dalam batinnya yang sedang berontak.
"Bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku, Ndraaa … aku tidak tahu harus melanjutkan hidupku seperti apa." Rinjani kembali menceritakan kekacauan hatinya. Meskipun air matanya sudah hampir habis, tangisnya tak kunjung mereda.
Melihat kekasihnya yang lemah, Hendra memutuskan untuk memeluk Rinjani secara penuh dan membawa tubuhnya ke kamar.
"Jangan menangis, Sayang. Kita ke kamar dan kamu harus tenang. Setelah itu, aku akan memberikan makanan padamu. Aku tidak ingin kamu jatuh sakit, Jan ...," kata Hendra dengan kasih sayang.
Rinjani hanya merasa pasrah di dalam pelukan Hendra, tetapi ia masih bisa melihat kabut kesedihan yang memenuhi mata kekasihnya. Pipi Rinjani terasa basah dan demikian pula dengan wajah Hendra.
"Silakan duduk di sini, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," kata Hendra dengan perhatian penuh.
Tidak lama kemudian, Rinjani keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Di dekatnya, Hendra menyiapkan makanan bagi Rinjani. Setelah Rinjani selesai membersihkan diri, Hendra menuntunnya ke sofa dan memberikan makanan.
"Aku bisa makan sendiri, Ndraa …," kata Rinjani dengan pelan.
"Iya, aku tahu. Tetapi, biarkan aku memberikan makan padamu kali ini, Aaa' …," ucap Hendra sambil memberikan makanan pada Rinjani. "Kasihan, kamu kelaparan, Sayang …"
"Kamu tidak makan?" tanya Rinjani.
"Aku sudah sarapan tadi. Aku tidak lapar sebanyak itu, Sayang …."
Tiba-tiba, telepon seluler Hendra berdering. Ia menyerahkan piring makanan pada Rinjani dan membuka pesan pada aplikasi hijau yang baru terpasang.
[Kapan kamu mau berangkat, Sayang? Kamu ingat kan? Sisa dua hari lagi.]
#Catatan Penulis:
Beberapa kesalahan tata bahasa dan ejaan telah diperbaiki dalam teks asli. Misalnya, kesalahan dalam penggunaan kata "nggak" diganti dengan "tidak", menambahkan tanda baca yang hilang, menyesuaikan penggunaan kurung, mengganti kata yang salah dengan kata yang tepat, dll. Namun, gaya penulisan dan kebiasaan penggunaan kata yang asli pada teks tersebut telah dipertahankan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Nona Bucin 18294
aku kembali,,,
2023-06-09
0
lovelly
semangat rin, kmu psti bisa lewatin smua ini
2023-05-30
1
sitiaisyah
siapa yg manggil hendra sayang? kamu selingkuh dri rinjani hen😪
2023-05-30
1