Terjerat Cinta Dua Saudara (Runtuhnya Dunia Rinjani)
"Buuu!!! Ini kenapa mobilnya tidak bisa direm, Buu!" ucap Pak Burhan begitu panik saat laju mobilnya tidak mau berhenti meskipun dirinya sudah menginjak pedal rem sekuat tenaganya.
Suasana di dalam mobil tiba-tiba berubah menegangkan. Rinjani dan ibunya jelas ikut panik setelah mendengarkan penuturan ayahnya yang secara tidak langsung sudah menandakan bahwa mereka dalam keadaan bahaya.
"Tidak bisa direm gimana, Yah?"
"Tidak tahu Bu, ini dari tadi sudah Ayah mencoba rem tapi tetap tidak bisa. Kalian pegang yang kuat yaaa!!!"
"Ayah, awas ada mobil!!! Teriak Rinjani dengan keras begitu kedua matanya tidak sengaja melihat kedatangan mobil yang hendak melintasi persimpangan jalan. Disusul dengan teriakan ibu Rinjani yang tidak kalah histeris sebelum terdengar suara benturan yang sangat keras.
"Ayah, awassss!!!"
"Ya Tuhannn!!!"
Braaakkk!!!
"To-tolong..."
"Syukurlah Mbak sudah siuman. Apa kepalanya masih pusing, Mbak?" ucap seorang perawat dengan seragam putihnya. Di hadapannya ada Rinjani yang masih terbaring di atas brankar rumah sakit.
Rinjani sendiri kini masih mencoba mencerna situasi yang ada. Pandangannya masih terlempar ke segala arah dimana dirinya merasa sedikit asing dengan ruangan kecil yang justru terlihat seperti ruangan rumah sakit.
"Kenapa saya ada di sini, Sus?" tanya Rinjani setengah linglung.
"Mbaknya baru saja mengalami kecelakaan mobil..."
Mendengar penuturan suster, sontak ingatan Rinjani langsung terlempar ke kejadian beberapa jam yang lalu. Ya, sekarang Rinjani sudah ingat. Dirinya dan kedua orangtuanya sedang melakukan perjalanan pulang setelah berlibur ke luar kota. Seketika raut wajah Rinjani berubah tegang begitu dalam kepalanya muncul kembali kilasan betapa menegangkan situasi yang mereka alami di dalam mobil.
"A-Ayah sama ibu bagaimana, Sus? Apa mereka baik-baik saja?" selidik Rinjani tidak lepas khawatir.
"Me-mereka ada di ruangan lainnya, Mbak. Sekarang lebih baik Mbaknya istirahat dulu, baru nanti kalau kondisi Mbak sudah baik nanti saya antar ke tempat orang tua Mbak," jelas perawat dengan wajah yang terlihat begitu sendu. Entahlah, Rinjani seperti menangkap ada maksud berbeda dari setiap penuturan suster yang anehnya tidak mau menatap matanya.
"Saya tidak apa-apa, Sus. Jadi tolong antarkan saya ke ruangan mereka."
"Tapi Mbaknya masih perlu istirahat. Tenang saja Mbak, pasti nanti saya antarkan Mbak untuk bertemu dengan mereka. Sekarang yang terpenting Mbaknya harus sehat dulu. Saya permisi mau ngecek pasien lainnya dulu."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, perawat itu langsung bergegas pergi meninggalkan Rinjani yang dibuat melongo dengan aksi penolakan yang baru saja didapatnya. Tidak ada yang salah jika dirinya ingin memastikan bagaimana keadaan kedua orangtuanya pasca kecelakaan yang baru saja mereka alami.
Bukannya merasa tenang, kini Rinjani justru semakin merasa khawatir. Bahkan dalam kepalanya sudah mulai muncul pikiran-pikiran aneh yang semakin memacu detak jantungnya. Praduga demi praduga saling berkecamuk seolah sedang menyadarkannya akan hal-hal buruk yang mungkin saja terjadi.
Merasakan hatinya yang tidak berhenti gelisah, Rinjani memilih turun dari ranjang tempatnya berbaring sebelum kemudian dirinya mulai berjalan pelan menuju ke arah pintu kamar. Sama sekali tidak memiliki info tentang keberadaan orangtuanya membuat Rinjani harus memutar otak dimana kira-kira dirinya bisa mendapatkan info keberadaan orangtuanya. Dan untunglah, tanpa berpikir lama kini Rinjani sudah tahu kemana dirinya harus pergi.
"Pasti petugas resepsionis tau soal ruangan ayah sama ibu..." lirihnya sembari mencari plang info tentang keberadaan area pendaftaran yang untungnya tidak jauh dari tempatnya.
"Nah, itu dia..."
Setibanya di meja resepsionis, akhirnya Rinjani bisa sedikit tersenyum lega. Dihembuskannya nafas beratnya sebelum memulai bertanya kepada petugas yang sedang berjaga.
"Permisi, Mbak. Saya mau tanya, kalau ruangan tempat orangtua saya mendapat perawatan dimana ya?"
"Kalau boleh tahu atas nama siapa, Mbak?" tanya petugas dengan ramah.
"Atas nama Pak Burhan sama ibu Ajeng."
"Oh yang korban kecelakaan itu ya?"
"Iya Mbak. Mereka ada di ruangan apa ya?"
Seketika raut wajah petugas rumah sakit itu berubah mendung, bahkan kedua matanya tidak berhenti memandang Rinjani dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan perubahan wajah petugas rumah sakit itu jelas tidak luput dari pandangan Rinjani.
Rinjani sendiri semakin merasa aneh begitu menyadari sikap petugas yang tidak jauh berbeda dengan suster yang ditemuinya tadi. Tiba-tiba saja Rinjani merasakan sesak dalam dadanya. Tak kunjung mendapatkan informasi tentang keberadaan orangtuanya jelas semakin memperkuat pikiran buruk yang mulai menyerang kembali.
"Mbak, saya tanya... Dimana ayah sama ibu saya? Kenapa Mbak tidak mau menjawab?" selidik Rinjani mencoba menguatkan hatinya.
"Begini Mbak... A-Ayah dan Ibu Mbak--," tiba-tiba saja petugas rumah sakit menghentikan kalimatnya. Hal itu semakin membuat Rinjani semakin lemas, bahkan rasanya dirinya seperti kehilangan kekuatannya. Kakinya seperti sudah tidak bertulang lagi, bahkan dirinya hampir saja terjatuh kalau saja tangannya tidak bisa menggapai meja yang ada di hadapannya.
Dirinya belum mendapatkan jawaban apapun soal kondisi kedua orangtuanya, namun semuanya seperti sudah jelas kalau dirinya mungkin harus menerima kepahitan yang sama sekali tidak pernah diharapkannya.
"Tolong, beri tahu saya apapun kondisi mereka, Mbak!" tukas Rinjani pada akhirnya. Seolah dirinya sudah siap dengan kemungkinan terburuk yang harus didengarnya.
"Kami ikut berduka cita, Mbak. Pak Burhan dan Bu Ajeng sudah menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan menuju ke rumah sakit."
Deghhh!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Oma Umi
sudah tak ikuti ya...
2023-06-14
1
Nona Bucin 18294
assalamualaikum kak aku mampir,,,
2023-06-08
1
lilis01
semoga ceritanya nggak mbulet👍🏼
2023-05-31
1