Chapter 03

Dua Minggu kemudian.

Sudah dua Minggu Rain belajar di kampus barunya, dan selama itu pula ia tidak diganggu oleh pria yang menurutnya paling menyebalkan.

Namun ketenangan nya kali ini harus berakhir, pasalnya ia bertemu kembali dengan pria yang menyebalkan, yang ia bertemu di LA.

Bagaimana tidak menyebalkan, pasalnya ia selalu di ganggu dan dilarang untuk bertemu atau berteman dengan laki-laki lain. Memangnya dia siapa? Pacar bukan? Suami bukan? Dia hanya orang asing bagi Rain.

Jika bukan karena selalu dibuntuti selama di LA, mungkin ia tak mau berteman dengannya. Dia pikir dengan kembali ke negara kelahirannya, maka ia tidak akan bertemu lagi dengannya.

Namun kesialannya bertambah, ternyata dia orang Indonesia, ia pikir, ia orang Korea atau Jepang, lantaran wajahnya yang oriental.

"Rain," panggil orang itu. Ingin sekali Rain pergi dari cafe itu, namun ia tidak bisa lantaran ia baru saja duduk dan memesan minuman sekaligus cake.

"Akhirnya aku bertemu denganmu lagi, boleh aku duduk?" Tanyanya.

"Hm," Rain pun hanya berdehem sebagai jawaban.

Pria itu pun duduk di kursi yang ada di hadapan Rain.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya orang itu.

"Baik." Jawab Rain singkat.

"Maaf," ucap pria itu, seraya memperhatikan Rain yang berada di depannya.

Hal itupun membuat Rain mengerutkan keningnya, lantaran ia tak tahu atas dasar apa pria itu meminta maaf padanya.

"Maksud ka Jevan apa?" Tanyanya karena ia tak mengerti maksud dari permintaan maaf pria itu.

Ya, laki-laki itu adalah Jevan, orang yang ditemuinya dan ditolongnya waktu di LA.

"Aku minta maaf atas sikap ku waktu di LA, seharusnya aku tidak bersikap berlebihan, seolah-olah kamu adalah milikku. Padahal kamu sudah memberitahu ku kalau kamu sudah memiliki kekasih. Maaf," ujarnya seraya menundukkan kepalanya.

Dan hal itupun, membuat Rain merasa simpati dan merasa kasihan. Bagaimana pun ini tidak sepenuhnya salah Jevan, karena pria itu memiliki trauma sehingga membuat ia depresi, dan mengakibatkan ia akan menjadi posesif kepada orang yang ia sayangi, karena ia tidak ingin orang yang disayanginya pergi untuk meninggalkannya.

Termasuk terhadap Rain, Jevan sudah menganggap nya sebagai teman, dan sangat menyayangi dirinya. Terbukti waktu ia berada di LA, Rain selalu diperlakukan bak seorang ratu oleh Jevan.

Namun hal itu tak membuat Rain luluh, bukan karena tidak menghargai usaha yang dilakukan Jevan, namun ia tidak suka jika diperlukan manja oleh seorang apalagi orang itu baru kita kenal.

Dan hal itupun membuat Rain risih atas sikap yang ditunjukkan oleh Jevan.

"Kakak tidak perlu meminta maaf, ini tidak sepenuhnya salah kakak. Aku tau kakak melakukan ini karena trauma yang kakak alami kambuh," ucap Rain dengan tulus.

"Terima kasih, aku tidak akan melakukan hal ini lagi. Tapi kamu masih mau berteman denganku kan?" Tanyanya.

"Tentu," jawab Rain seraya menganggukkan kepalanya.

Dan tak lama pesanan Rain pun datang.

"Terima kasih," ucapnya pada pelayan yang sudah meletakkan pesanannya ke meja.

"Sama-sama nona, silahkan dinikmati."

"Tunggu, sekalian aku ingin memesan minuman," ujar Jevan.

"Baik ingin memesan minuman apa?" Tanya pelayan tadi.

"Ice lemon tea saja," jawabnya.

"Tidak ingin memesan makanannya?"

"Tidak."

"Baik kalau begitu tunggu sebentar," ucap pelayan itu.

"Ya."

Pelayan itupun pergi.

"Oh ya Rain, kamu melanjutkan kuliah di universitas mana?" Tanya Jevan.

"Di universitas xxx," jawab Rain, seraya meminum minuman nya.

"Universitas xxx, bukankah Dimas juga kuliah di sana," ucap Jevan dalam hati.

"Oh."

Tak lama minuman Jevan pun datang, pelayan itu pun langsung meletakan minumannya di depan Jevan.

"Selamat menikmati," ucap pelayan tersebut.

"Terima kasih," balas Jevan.

Rain dan Jevan pun menikmati makanan mereka.

"Oh ya. Apa boleh aku antar pulang kamu sampai rumahmu? Sekalian aku ingin tahu dimana rumahmu?" tanya Jevan.

Sebenarnya Rain malas jika harus bersama pria lain, namun ia tak mau Jevan beranggapan bahwa dirinya adalah wanita yang sombong.

"Baiklah, jika kakak tidak keberatan," jawab Rain.

"Terima kasih."

Mereka pun pergi dari cafe itu, sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, baik Rain maupun Jevan, keduanya sama-sama saling diam.

Sampai akhirnya mobil yang dikendarai oleh Jevan berhenti di depan gerbang rumah Rain.

"Terima kasih sudah mengantarkan aku kak, apa kakak ingin mampir dulu?" tanya Rain, basa-basi.

"Seperti tidak, aku ada pekerjaan di kantor. Maaf, lain kali saja aku akan mampir," jawabnya.

"Baiklah kalau begit, sekali lagi terima kasih atas tumpangan nya."

"Ya."

Rain pun keluar dari mobil, ia melambaikan tangannya ketika melihat mobil Jevan melaju meninggalkan rumah nya.

Setelah ia tak melihat mobil Jevan lagi, barulah ia masuk kedalam rumah.

...***...

Satu bulan kemudian.

Tidak terasa sudah satu bulan Rain menjalankan kewajiban nya sebagai seorang mahasiswi.

Dan selama satu bulan juga hubungannya dengan sang kekasih berjalan baik, tidak ada pertengkaran diantara keduanya.

Dan kali ini libur semester pun tiba, Dimas berencana mengajak Rain untuk pergi ke suatu tempat yang berada di kota kembang.

Dan kini ia pun tengah bersiap untuk pergi ke rumah sang kekasih, sekaligus meminta ijin kepada kedua orang tua Rain.

Dengan memakai style seperti anak muda zaman sekarang, seperti memakai celana jeans panjang berwarna hitam, dan juga baju kaos pendek berwarna putih, dipadukan dengan kemeja kotak-kotak berwarna maroon, serta sepatu sneaker berwarna putih.

Setelah rapi, ia pun bergegas turun kebawah, untuk bergabung sarapan dengan keluarganya.

"Selamat pagi," ucap Dimas, setelah berada di ruang makan.

Di sana sudah ada kedua orang tuanya, dan juga kakaknya.

"Pagi," ucap semua orang yang ada di sana, Dimas pun duduk di salah satu kursi.

"Tumben pagi-pagi putra ayah sudah tampan, mau kemana, hm?" tanya sang ayah.

"Em, Dimas mau mengajak pacar Dimas main yah," jawabnya dengan malu-malu.

"Wah, sepertinya bentar lagi kita akan mempunyai mantu, Bu," ujar sang ayah seraya melirik sang istri yang duduk di dekatnya.

"Iya yah," timpal sang ibu, dan hal itu berhasil membuat Dimas malu, ia menundukkan kepalanya.

"In syaa Allah, tapi Dimas masih belum mau menikah. Dimas ingin mencari pekerjaan terlebih dahulu," ucapnya.

"Apapun keputusan mu, ayah dan ibu selalu mendukung mu."

"Terima kasih yah," ucap Dimas dan sang ayah pun hanya mengangguk.

Mereka berdua pun makan dengan tenang.

"Aku selesai," ucap kakak Dimas, yang tak lain ialah Jevan.

"Loh, tapi makanan kamu masih banyak nak," ujar sang ibu, ya Jevan memang hanya memakan makanannya dengan tiga suap saja.

"Aku buru-buru ada pekerjaan yang penting," ujarnya.

Tanpa banyak tanya, Jevan pun langsung pergi setelah menyalim punggung tangan mamahnya dan juga papahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!