5. Culik bodoh

"Astaga Gavin ... kamu ini benar-benar ya!" bentak pak Kresno.

"Loh, emang saya benar Gavin, Pak. Emang menurut Bapak saya siapa?" tanya Gavin membuat yang lainnya terkekeh.

"Bukan begitu maksud saya! Jam delapan baru masuk kamu pikir ini sekolah punya nenek moyang kamu?!"

"Ya maaf, Pak. Kan kata Bapak yang penting sekolah. Sekarang saya udah sekolah masih aja salah," jawab Gavin membuat pak Kresno menggelengkan kepalanya.

"Karena kamu terlambat catat materi ini di papan tulis sampai jam pelajaran selesai!" pinta pak Kresno sembari menyerahkan spidol dan buku materi tersebut.

"Kamu saja yang jadi guru Gavin, aturan sekolah dibuat sendiri," oceh pak Kresno setelah mendudukkan pantatnya di kursi.

Gavin mendengus pasrah, ia melirik ke arah Elvaro dan Zaky yang tengah tersenyum lebar menatapnya. Gavin pikir mereka masih ada di belakang nyatanya mereka diam-diam merangkak menuju meja.

Dasar teman sialan, lagi pula ini salah Gavin sendiri sudah tau kesiangan dirinya malah meminta izin untuk masuk. Lantas Gavin malah kena hukuman oleh pak Kresno.

Zeline bernapas lesu di dalam toilet. Sudah sangat lama ia berdiam diri di toilet, ia berharap seseorang siapa pun itu ada di toilet.

'Astaga! Gak ada orang yang ke toilet apa? Sampai kapan gue di dalam toilet gini.'

"Pacar lo Ra, kocak sumpah perut gue sampai sakit. Bisa-bisanya dia jelasin materi ngikutin gaya pak Kresno. Mana mirip lagi, ahahaha!"

Mata Zeline berbinar-binar setelah mendengar suara di luar bilik toilet. Zeline tau percis suara siapa itu dengan cepat Zeline memanggil kedua temannya itu–Ratu dan Kirey. "Key ... Ra ..." panggil Zeline.

Sontak mereka berdua mendengar panggilan tersebut. Keduanya langsung menghampiri bilik toilet tersebut dan baru menyadari bahwa di bilik toilet itu ada Zeline. Mereka baru sadar juga dari tadi Zeline belum kembali lagi ke kelas.

"Zeline? Lo belom kelar?" tanya Ratu.

"Belum! Gue minta tolong dong," ucap Zeline setengah berteriak.

"Minta tolong apa?" tanya Kirey.

"Gue datang bulan ... tolong ambilin roti gue di tas dong, gue simpan di pouch kecil yang warna pink," jelas Zeline.

"Astaga ... jadi lo dari tadi nunggu orang ke toilet. Ya udah tunggu, gue aja yang ambil," ucap Ratu.

"Gue temenin lo deh di sini," ujar Kirey yang disetujui Zeline.

Selang beberapa menit, Ratu kembali ke toilet membawa barang yang diperintahkan oleh Zeline. Tangan Zeline menjulur keluar untuk menerima pouch tersebut. Dengan cepat Zeline segera memakainya sebelum darahnya berceceran di lantai toilet.

"Hah ... makasih Ra, Key," ucap Zeline setelah bernapas lega keluar dari toilet.

"Iya sama-sama. Lo mau ke kelas sekarang, Ze?" tanya Kirey.

"Gue mau cuci muka dulu deh, biar fresh. Lo berdua kalo mau ke kelas duluan, duluan aja," ucap Zeline sembari berjalan ke arah wastafel.

"Ya udah deh kita duluan ya ..." sahut Ratu sembari menarik tangan Kirey untuk mengikutinya.

Ratu dan Kirey berjalan menyusuri koridor sekolah dengan perlahan berharap tiba di kelas jam pelajaran yang melelahkan berganti. Dari tadi Ratu berjalan seperti mayat hidup, ia menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

Padahal sedari tadi Kirey terus bercerita panjang lebar. Entah didengar atau tidak Kirey tak menyadari tingkah sahabatnya itu.

"Apa cuma gue ya, Ra, yang ngerasa kalo Gavin tuh cuma jadiin lo pelampiasan biar dia bisa move on dari Calista. Lo ngerasa gak sih?" tanya Kirey.

Ratu mengabaikan pertanyaan Kirey, hatinya terus berbicara soal apa yang membuat dirinya bertanya-tanya akan hal sesuatu. Di dalam hatinya Ratu berkata, "Di tas Zeline tadi–"

"Ra!" panggil Kirey yang berhasil memecahkan lamunan Ratu.

"Hah?! Kenapa?" Ratu menatap Kirey dengan raut wajah terkejut.

Kirey pun menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Enggak kok, gak apa-apa. Gue cuma heran lihat lo ngelamun sambil jalan, kayak mayat hidup aja. Kenapa?"

"Gak kok, gue gak apa-apa," jawab Ratu sembari tersenyum.

...***...

Sepulang sekolah Zeline menunggu bus di halte sembari memainkan ponsel untuk menghilangkan rasa bosan. Suasana di halte tersebut sangat sepi. Karena hari ini jadwal Zeline piket jadi dia pulang terlalu sore. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, langit pun hampir gelap.

Sedari tadi Zeline merasa ada yang janggal. Sering kali ia merasa ada seseorang yang tengah memperhatikannya, tetapi saat ia menoleh tidak ada satu orang pun di halte itu, kecuali dirinya. Sudah terlalu lama menunggu, Zeline beranjak dari kursi memutuskan untuk pulang jalan kaki saja.

"Hmpphh!"

Tiba-tiba di belakang Zeline,  ada seseorang yang membekap mulutnya menggunakan kain. Sontak Zeline terkejut ia berusaha memberontak akhirnya ia bisa menghindar.

Saat Zeline mengeluarkan spray dari tas, cowok yang tadi membekapnya langsung menarik tas Zeline, hingga rencana Zeline gagal. Cowok tersebut pun segera membawa masuk Zeline ke dalam mobil.

"Diam lo!"

Di dalam mobil itu terdapat tiga pria, satu orang dari mereka mengendalikkan mobil. Zeline mengerutkan dahinya heran setelah menyadari sesuatu. Kedua pria tersebut membekapnya menggunakan kain, tetapi tangan Zeline dibiarkan begitu saja.

Hal itu membuat Zeline berpikir untuk apa mereka bersusah payah membekapnya, kalo Zeline masih bisa melepas kainnya menggunakan tangan.

"Lo kalo mau culik orang yang benar dong!" bentak Zeline setelah melepaskan kain dari mulutnya.

"Kok–lo bisa lepas kainnya?"

"Bisalah bodoh! Orang lo gak ikat tangan gue, dipegang aja enggak. Makanya kalo mau nyulik belajar dulu caranya yang bener!" ucap Zeline sembari melirik sinis ke arah dua pria yang menjaganya itu.

Walaupun jantung Zeline berdegup kencang saat diculik oleh mereka, tetapi sebisa mungkin Zeline harus tetap tenang. Kedua cowok itu berbadan gemuk membuat Zeline terasa sesak berada di tengah antara mereka. Ditambah bau keringat dari seragamnya membuat Zeline ingin muntah.

"Lo bisa diam gak sih?! Kayak cacing kepanasan aja."

"Badan lo berdua bikin gue sesak tau! Geser sedikit dong!" ketus Zeline.

"Lo berdua gaya elit, rexona sulit! Bau banget gila, huek!" Zeline berusaha menahan rasa ingin muntah sembari menutup hidungnya.

"Bisa diam gak lo bertiga! Gue nyetir jadi gak konsen. Bekap lagi mulutnya," ucap Leon sembari fokus menyetir.

Mereka berdua pun membekap kembali mulut Zeline agar gadis itu bisa diam. Kali ini mereka tidak lupa untuk mengikat kedua tangannya juga. Mereka pikir Zeline akan diam, tetapi ternyata Zeline malah semakin tidak bisa diam.

Untung saja jarak dari halte ke basecamp mereka tidak memakan waktu cukup lama. Dengan bodohnya mereka keluar dari mobil tanpa membawa Zeline. Kedua cowok berbadan gemuk itu duduk santai sembari menyantap keripik singkong.

"Roby, cewek sialan itu mana?" tanya Leon.

"Di mobil." Roby menjawab pertanyaan Leon dengan santai.

"BEGO!" ketus Leon, ia pun segera berlari menuju mobilnya.

Leon bernapas lega setelah melihat Zeline yang masih duduk di dalam mobil itu. Pandangan Zeline menatap sinis ke arah Leon. Sebelum membawa Zeline masuk ke dalam basecamp, Leon membuka kain tersebut.

Ia takut Zeline tidak bisa bernapas sebab kedua temannya tidak becus. Mereka malah membekap mulut sekaligus hidung Zeline.

Napas Zeline terengah-engah sembari menatap Leon, "Lo mau ngapain sih culik gue?!"

"Gak usah berisik lo!" ucap Leon sembari menggendong tubuh Zeline.

Kalo begini caranya yang ada Zeline malah baper bukannya takut pada Leon. Ditambah wajah Leon yang korea-able membuat Zeline tidak muak menatapnya. Tiba di basecamp Zeline langsung diikat pada sebuah kursi.

"Apa istimewanya sih culik gue? Lagian gue bukan putri raja!" bentak Zeline pada Leon.

"Karena lo udah bikin anak buah gue kesakitan karena pepper spray lo kemarin, sialan!" bentak Leon.

Leon meraih ponsel Zeline yang berada di saku seragam. Ia mencari nomor Gavin, akan tetapi ia tidak menemukan kontak Gavin. Hal itu membuat Leon berdecak kesal, lalu melempar ponselnya ke arah Zeline.

Duk!

Ponsel yang dilempar Leon berhasil mendarat ke wajah Zeline. Alhasil darah mengalir begitu saja akibat benturan keras dari ponsel mengenai hidungnya. Zeline hanya bisa membiarkan darahnya mengalir sembari menahan rasa sakit.

Leon menatap wajah Zeline tajam sembari jongkok, lalu ia bertanya, "Lo hapus nomor Gavin, hah?!"

"Gue gak punya nomor dia! Mau apa sih?!" jawab Zeline.

"Lo itu satu kelas sama Gavin, bego! Gak mungkin gak punya nomor dia," ucap Leon sembari menoyor kepala Zeline.

"Heh! Cari info dulu tentang gue makanya! Gue murid baru tau!" sahut Zeline sembari melontarkan tatapan sinis.

"Le, gue punya nomor Gavin," ucap Roby membuat Leon frustasi ingin menghajar temannya itu jika bukan teman.

"****! Muntah paku lo lama-lama, bangsat! Telpon Gavin sekarang," ujar Leon.

...***...

"Lo culik gue biar Gavin ke sini terus kalian bakal serang dia? Yang adil dong! Satu lawan segaban ya pasti Gavin kalah, bodoh!" ketus Zeline.

Emosi Leon memuncak setelah mendengar perkataan Zeline yang menyebutnya bodoh. "BILANG APA LO SIALAN?!" bentak Leon, kepalan tangannya hampir melayang pada wajah Zeline kalo saja Gavin telat satu menit.

Brak!

"Di mana cewek gue Leon?!" bentak Gavin di ambang pintu.

"Oh, ceweknya ... gak salah berarti gue culik nih cewek," gumam Leon sembari berkacak pinggang.

Pandangan Gavin melirik ke arah Zeline yang diikat di kursi. Sontak Gavin terkejut melihat bercak darah di seragam dan hidungnya Zeline. Tanpa berlama-lama Gavin membuka talinya.

Kepentingan Zeline lebih utama walaupun di belakangnya, Leon dan yang lainnya bersiap menghajar. Leon berpikir Gavin datang seorang diri, tapi ternyata pasukan The Feared langsung menghajar mereka tanpa aba-aba.

"Gue gendong!" Gavin langsung mengangkat tubuh Zeline seperti karung beras.

"Gavin, Gavin! Gue gak lumpuh bodoh! Turunin gue ..." oceh Zeline sembari menepuk-nepuk pundak Gavin.

"Leon lakuin apa aja ke lo?" tanya Gavin cemas setelah mereka duduk di salah satu kursi di warung. Zeline hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ayo bilang sama gue, Ze! Itu hidung lo berdarah kenapa?" tanya Gavin.

"Tadi dia ambil ponsel gue buat hubungi lo, tapi gak ada nomor lo jadi dia kesal dan lempar ponsel itu sampai kena hidung gue," jelas Zeline.

"Kurang ajar!" gumam Gavin.

Gavin menunggu teman-temannya selesai menghajar Leon beserta musuh yang lainnya. Ia berniat akan membelikan minum dan tisu, tetapi tidak mungkin ia meninggalkan Zeline sendiri di sini. Suasana pun mendadak jadi hening Zeline hanya terdiam sembari mengayunkan kakinya.

"Lo sandaran aja di pundak gue," ujar Gavin sembari menarik perlahan kepala Zeline ke pundaknya.

"GAVIN!"

Zeline tersentak kaget dengan cepat ia menegakkan tubuhnya kembali setelah melihat Kirey dan Ratu berlari ke arahnya.

"Ze, lo gak apa-apa, kan?" tanya Kirey cemas.

"Gue gak kenapa-kenapa kok, tenang aja," jawab Zeline yang langsung mendapatkan usapan dari Kirey dan Ratu.

"Lo berdua kok tau kita di sini?" tanya Gavin.

"Zaky yang kasih tau kita," jawab Ratu yang hanya diangguki Gavin.

"Beres, bro?" tanya Gavin setelah mendapati teman-temannya keluar dari basecamp dengan keringat yang bercucuran.

"Beres. Cuma lo salah tadi malah bilang Zeline cewek lo jadi si Leon bakalan terus incar Zeline, Vin," jelas Andrian.

"Iya, mereka jadi ngiranya Zeline beneran cewek lo," sahut Zaky.

"Udah tenang aja gue bakalan jaga Zeline, kok," ucap Gavin yang langsung dapat geplakan dari Zeline.

Ratu melihat ke arah Zeline dengan tatapan kesal, lalu ia menatap ke arah Gavin dengan tatapan kecewa. Hati Ratu terasa sakit setelah mendengar Gavin akan menjaga Zeline, tanpa melihat ada siapa di depannya.

Zeline mengerti perasaan Ratu sekarang, ia langsung mengusap pundak Ratu sembari memberikan senyuman.

"Gak usah Vin, makasih. Gue bisa jaga diri kok tadi cuma lengah aja. Lagi pula yang harus lo jaga itu Ratu," ujar Zeline.

"Gue gak apa-apa. Ini demi keselamatan lo juga, Ze," sahut Ratu.

"Nah iya, demi keselamatan lo juga. Karena Leon pasti incar lo terus. Kan, dia gak tau kalo pacar gue Ratu taunya kan, lo," ucap Gavin tanpa berperasaan pada Ratu.

"Tapi gue–"

"Udah Ze, lagi pula Ratu gak marah tuh. Sekarang mending pulang yuk udah sore nih, ayo!" ajak Kirey yang diangguki oleh semuanya.

Gavin meminta Zeline pulang bersamanya agar selamat sampai rumah. Dengan berat hati Zeline mengikuti permintaan Gavin. Sebelum pulang, Zeline meminta izin pada Ratu.

Agar Ratu tidak merasa cemburu atau berpikir hal yang negatif soalnya, tetapi pastinya dibalik persetujuan Ratu hatinya tetap sakit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!