4. The Feared

"Halah, cewek lemah!"

Cowok itu hampir saja melayangkan kepalan tangannya. Untung saja Zeline berhasil menghindar, lalu ia menyemprotkan pepper spray ke arah mata cowok tersebut. Alhasil cowok itu meringis kesakitan sembari menggosok matanya.

Zeline tersenyum puas sembari menyilangkan tangannya menatap cowok tersebut. Mereka yang sedang berkelahi pun terdiam sejenak menatap Zeline dengan raut wajah ternganga. Karena kelengahan Gavin, ia hampir terkena tonjokan dari musuhnya.

"Gavin!" teriak Zeline sembari menyemprot kembali spray tersebut.

Selang beberapa menit, hampir semua para cowok yang menyerang The Feared tumbang dengan cepat berkat bantuan Zeline. Mereka semua segera membawa teman-temannya yang sedang berteriak perih, lalu menancap gas meninggalkan The Feared dan Zeline.

Gavin tersenyum ke arah Zeline yang sedang memasukkan kembali spraynya ke dalam tas, ia berjalan menghampiri Zeline sembari tersenyum. "Lo hebat Cal! Makasih ya udah bantu gue," ucap Gavin.

"Sampai kapan lo mau panggil gue Calista, hah? Gue Zeline, Z-E-L-I-N-E!" ketus Zeline sembari menatap kesal Gavin.

"Ya udah, Ze! Thanks ya," ucap Gavin yang diakhiri oleh senyuman.

Senyuman hangat Gavin kembali terlihat di mata Zeline. Setelah sekian lamanya Zeline tak melihat senyuman itu. Sontak Zeline membalas senyuman itu dengan tulus, akan tetapi senyuman Zeline memudar begitu saja setelah Gavin mengangkat satu alisnya.

Entah apa maksud dari Gavin mengangkat satu alisnya, mungkin ia heran melihat Zeline baru kali ini tersenyum padanya.

"Ratu mana? Bukannya tadi bareng sama lo?" tanya Zeline mengalihkan pembicaraan.

"Udah gue antar ke rumahnya," jawab Gavin yang diangguki oleh Zeline.

"Zeline, spray apaan tadi? Kok mereka sampai perih kayak gitu," tanya Andrian.

"Oh ini, pepper spray." jawab Zeline dengan santai

Mereka semua membulatkan matanya menatap ke arah Zeline yang memasang wajah datarnya. Elvaro dan Zaky menggeleng-gelengkan kepalanya, sedangkan Gavin dan Andrian saling menatap.

"Lo punya pepper spray buat apa?" tanya Gavin.

"Buat wajah! Ya buat jaga-jaga kalo ada yang culik gue atau jahatin gue. Tinggal semprot aja tuh ke matanya," jelas Zeline.

"Udah, ya, gue mau pulang," lanjut Zeline setelah dirasa ia cukup membantunya.

Namun, Gavin menahan Zeline dengan menarik lengannya. Alhasil Zeline yang sedang berjalan pun langsung tertarik ke belakang, hingga membentur dada Gavin.

Aroma parfum Gavin tercium kuat oleh Zeline, sejenak Zeline mengingat aroma parfum yang dipakai oleh Gavin itu. Tak lama ingatannya kembali bahwa parfum ini adalah parfum pemberiannya setahun yang lalu.

"Parfum ini ..." ucap Zeline sembari mendongak menatap Gavin.

"Apa? Pemberian lo dulu?" ucap Gavin.

"Sama kayak Papa gue! Mimpi kali lo dikasih parfum sama cewek cantik kayak gue," ujar Zeline.

Zeline memberikan tatapan sinis pada Gavin sembari berkata, "Jangan halu mulu makanya dosa! Lepasin lengan gue, gue mau pulang."

Gavin pun melepaskan genggamannya yang memegang erat lengan Zeline. Zeline membalikkan tubuhnya sembari menghela napas berharap pipinya yang memerah segera memutih kembali. Inilah hal yang paling Zeline benci pipinya yang memerah dikala jantungnya tengah berdegup kencang.

"Mau gue antar?" teriak Gavin kala Zeline sudah menjauh, Zeline pun menggeleng cepat tanpa menoleh.

Setelah punggung Zeline tak terlihat lagi. Zaky dan Elvaro menghampiri Gavin sembari merangkulnya. Teman-teman Gavin semua mencoba menggodanya sampai telinga Gavin panas mendengarnya.

"Mau kita bantuin gak buat dapetin hati Zeline?" tanya Elvaro.

"Apaan lo semua ngeremehin gue bangsat. Bisa sendiri gue juga!" jawab Gavin dengan penuh percaya diri.

"Anjay!" teriak semuanya serentak.

...***...

Di tepi tempat tidur Zeline terduduk sembari melirik ke arah jendela. Langit malam pada saat itu sangat terang oleh bulan. Matanya menatap langit malam, tetapi pikirannya terus terbayang soal Gavin dan Parfum itu.

'Parfum pemberian dari gue benar-benar dia jaga sampai sekarang.'

"Gue rasa sampai saat ini, Gavin masih berha–" Sontak Zeline menggeleng kepalanya cepat, lalu ia berkata, "Ih, apaan sih!"

"Udah dong Ze ... lo harus lupain Gavin. Dia udah punya Ratu. Jangan sampai lo berurusan lagi sama Ratu karena kalo sampai punya masalah sama dia–satu kota pun bakalan tau masalahnya," jelas Zeline pada dirinya sendiri.

Zeline mendengus setelah merebahkan tubuhnya pada tempat tidur. Perlahan ia memejamkan matanya. Tak sampai beberapa menit, Zeline sudah tertidur lelap masuk ke dalam dunia mimpi. Di sisi lain, cowok itu  terbaring sembari menatap fokus pada sebuah foto. Foto di mana dirinya bersama Calista dulu.

'Lo di mana Cal, apa lo gak ada rasa rindu sama sekali ke gue? Atau lo gak ada niatan untuk temui gue lagi? Gue lemah tanpa lo ....'

'Asal lo tau, walaupun dunia benci sama lo, tapi gue masih ada di sini untuk lo, Cal. Ayo kembali.'

...***...

"Coba jujur sama Bunda, Vani. Ada apa di sekolah sampai kamu gak mau sekolah hari ini?"

"Eng–"

"Jujur sama Bunda! Bunda tau pasti ada masalah yang buat kamu gak mau masuk sekolah."

Gavin menutup pintu kamarnya, lalu ia berjalan ke meja makan sembari membawa helm di tangannya. Melihat raut wajah kedua perempuan di rumahnya terlihat sedang serius, ia merasa penasaran.

Dengan cepat Gavin menarik kursi, lalu duduk sembari menatap secara bergantian ke arah orang tuanya, lalu adiknya.

"Ada apa, Bun?" tanya Gavin.

"Nih, adik kamu ngedadak gak mau sekolah. Bunda rela banting tulang buat sekolahin kalian berdua, tapi adik kamu Gavin. Tadi sampai kepala sekolah telpon, katanya udah empat hari dia gak sekolah, padahal jelas setiap hari dia selalu pergi," jelas Naomi.

Padahal Naomi sendiri tidak tau kelakuan putranya yang akhir-akhir ini sering bolos juga. Setiap Gavin diberi surat peringatan dari sekolah untuk menyuruh orang tuanya datang. Gavin selalu bilang bahwa orang tuanya lagi sibuk bekerja di luar negeri. Maka dari itu Naomi tidak mengetahuinya.

Gavin pun menatap ke arah adiknya yang berbeda satu tahun dari usianya itu, lalu Gavin bertanya, "Ada apa sih, Van? Cerita sama Kakak, cepat."

"Kak, Vani cuma–"

"Kamu gak kasihan sama Bunda? Bunda udah sayang sama kita, dia rela jadi Ayah sekaligus Ibu biar kita bisa sekolah. Jelasin yang benar sama Kakak ada apa di sekolah?" Gavin pun kembali bertanya pada Vani.

Mau tak mau Vani harus menjawab pertanyaan Gavin, ia menghela napasnya sejenak, lalu menjawab, "Vani selalu dibully sama teman-teman. Gara-gara Vani dekat sama salah satu cowok di kelas, padahal cowok itu yang dekati Vani terus, bukan Vani duluan, Kak."

Brak!

Gavin pun menggebrak meja sembari beranjak dari kursinya, "Sekarang kamu berangkat sekolah. Nanti biar Kakak yang urus semuanya."

"Bunda sekarang ke kantor?" tanya Gavin.

"Enggak Gavin. Bunda disuruh ke sekolah buat urus absensi Vani dulu. Makanya dari dulu Bunda pengen Vani satu sekolah sama kamu biar kalo ada apa-apa kamu bisa tau," ucap Naomi.

"Tenang aja Bun, soal teman-teman Vani biar Gavin yang urus. Kalo gitu Gavin berangkat dulu," pamit Gavin sembari mencium punggung tangan Naomi.

Setelah itu Gavin mengacak gemas rambut Vani sembari berkata, "Gak usah takut sama manusia. Mereka dibunuh aja mati."

"Ngeri," ucap Vani pelan.

Setelah beberapa menit menunggu akhirnya bus menuju sekolah tiba. Dengan cepat Zeline masuk ke dalam bus. Tangan Zeline menjulur ke atas untuk memegang penggangan bus agar tidak tumbang. Kursi-kursi bus tersebut sudah terisi penuh alhasil Zeline harus berdiri menahan pegal.

Tanpa disadari di belakang Zeline, seorang bapak-bapak tengah memperhatikan lekuk tubuh dan bagian kaki Zeline sembari tersenyum senang. Untung saja cowok yang memakai seragam sama dengannya dengan cepat melingkarkan jaket pada pinggang Zeline.

Sontak Zeline terkejut karena ia merasa ada yang memeluknya dari belakang. Jaket milik cowok tersebut berhasil menutupi bagian belakang Zeline, setidaknya panjang jaket tersebut bisa melebihi rok Zeline.

"Roknya kependekan," ucap cowok tinggi itu.

"Oh, makasih," jawab Zeline sembari tersenyum.

Pandangan Zeline teralihkan pada seragam cowok tersebut, lalu Zeline bertanya, "Lo sekolah di High School?"

"Iya. Kenalin gue Calandra kelas 11 IPS 4, ketua OSIS High School," ucap Calandra sembari mengulurkan tangannya.

"Oh ... ketua OSIS. Kenalin gue Zeline kelas 11 IPA 2," sahut Zeline sembari menerima uluran tangan Calandra.

"Lo murid baru ya, di High School? Soalnya gue baru lihat, tapi beberapa hari lalu gue sempat lihat lo di kantin," ucap Calandra.

"Gue udah lama–eh maksud gue–iya, gue murid baru di High School," ujar Zeline yang hampir keceplosan.

Tak terasa perjalanan mereka menuju sekolah akhirnya tiba. Zeline dan Calandra pun turun bersama dari bus tersebut. Bagi Zeline, Calandra sangat ramah dan menyenangkan ketika diajak mengobrol.

The Feared memenuhi jalanan pagi hari ini. Banyak remaja yang melirik ke arah The Feared dengan tatapan yang berbinar-binar lantaran ketampanan dari semua pasukan The Feared. Selang beberapa menit deru motor terhenti tepat di parkiran sekolah Vani dengan cepat Gavin melepaskan helmnya.

"Bunda!" Langkah Vani terhenti setelah melihat ke arah murid-murid yang sedang berjajar menatap ke suatu arah.

Ia ternganga setelah melihat pasukan gangster kakaknya yang meramaikan sekolah.

Vani menepuk jidat kencang sembari menggelengkan kepalanya, lalu ia merengek pada Naomi, "Bunda ... alasan Vani gak mau kasih tau masalah di sekolah ke kak Gavin tuh karena kayak gini ... kak Gavin selesaikan masalahnya gak sendiri, tapi dia pasti bawa rombongan kayak mau demo, Bun."

"Bagus dong. Biar orang yang bully kamu jadi takut karena kamu adik dari ketua gangster," ucap Naomi.

"Ih, Bunda gimana sih? Malah bela kak Gavin. Udah ah Vani mau samperin kak Gavin dulu. Nanti Vani nyusul ke ruang guru," ujar Vani sebelum akhirnya ia berlari menuju kelas.

Brak!

Gavin menggebrak pintu kelas Vani dengan kencang. Ia mengetahui kelas Vani sebab, dulu Gavin pernah ikut saat pembagian raport. Alhasil murid yang ada di dalam pun terkejut langsung menoleh ke arah pintu.

Gavin menatap satu-satu wajah dari mereka, tanpa disebut namanya ia bisa tau mana wajah seorang pembully. Vani tiba di kelas sembari menarik lengan Gavin agar kakaknya itu pergi dari kelasnya, tapi Gavin tetap bersikeras untuk memarahi orang tersebut.

"Jujur sama gue, lo orang yang udah bully adik gue, kan?!" tanya Gavin dengan membentak.

"B-bukan gue aja, Kak. Hampir semua orang di kelas ini yang bully Vani."

"Pendusta lo! Gue bisa lihat wajah-wajah orang yang suka bully. Apa maksud lo bully adik gue, hah?" tanya Gavin sembari menatap tajam.

"Lo iri karena kecantikan adik gue? Atau cowok yang deketin adik gue gebetan lo? Jawab!" lanjut Gavin.

"Iya! Gue gak terima Vani dideketin sama orang yang gue suka!"

Gavin terkekeh geli mendengar jawabannya, lalu ia berkata, "Lo bully adik gue karena hal itu? Cara lo sampah! Harusnya lo berjuang dapetin hati cowok yang lo suka itu bukan malah bully adik gue, bangsat!"

"Kak Gavin, udah Kak, ayo pulang! Jangan ribut di sini." Vani mencoba menarik tangan Gavin, tapi Gavin tetap saja diam dan ingin membalas perbuatan perempuan itu.

Pandangan Gavin mengedar ke isi ruangan kelas membuat seisi kelas itu spontan menundukkan kepala. "Cewek ini udah lakuin apa aja ke adik gue? Jawab!" tanya Gavin.

"Dia pernah tumpahin sampah ke kepala Vani, Kak," ucap salah satu murid.

Gavin memanggut-manggut, lalu ia berjalan keluar kelas untuk membawa tempat sampah yang sudah terisi penuh. Tak lama tempat sampah itu Gavin tumpahkan di atas kepala cewek tersebut. Alhasil cewek itu berteriak, sampah-sampahnya pun berhasil membuat rambut dan seragamnya kotor.

"Makan tuh sampah!" ketus Gavin sembari menarik lengan adiknya untuk berjalan keluar meninggalkan kelas.

"Pake nasi ya, Dek, biar kenyang," ucap Andrian sembari tersenyum.

"Jahat ya si abang itu. Udah, mending kamu sama aku aja gimana?" tanya Elvaro sembari menggoda cewek yang sedang kesal itu.

"Apaan sih lo buntalan selimut!" Elvaro tersentak dengan perkataan barusan, sedangkan Zaky dan yang lainnya tertawa puas mendengar ledekan baru untuk Elvaro.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!